Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspansi layanan internet berbasis satelit Starlink di bawah SpaceX milik Elon Musk menimbulkan kontroversi. Di satu sisi, layanan Starlink yang menjangkau area remot membantu penetrasi internet hingga pelosok.
Di sisi lain, ekspansi besar-besaran Starlink menimbulkan ancaman bagi para penyedia operator seluler di seluruh dunia. Terlebih, Starlink mulai meluncurkan kemampuan yang menyambungkan langsung internet satelit ke HP (direct-to-cell).
Ekspansi Starlink ke India menimbulkan guncangan bagi raksasa telekomunikasi Reliance Jio milik crazy rich India, Mukesh Ambani. Sebelumnya, Reliance Jio meminta pemerintah memberikan izin spektrum internet satelit dengan mekanisme lelang.
Dengan begitu, Reliance Jio mendapat keuntungan karena merupakan pemain lokal yang sudah berinvestasi banyak ke industri telekomunikasi India. Namun, pemerintah memutuskan untuk mengalokasikan spektrum dengan metode lisensi, mengikuti tren global.
Dengan mekanisme kedua, pemain asing lebih terbuka untuk menggarap industri telekomunikasi di India. Hal ini akan membuka ruang kompetisi yang lebih luas dan tidak melulu dikuasai pemain lama yang dominan.
Terbaru, sebuah kelompok yang mewakili Reliance Jio dan Bharti Airtel mengatakan bisnis mereka akan menderita jika India menetapkan harga spektrum satelit pada tarif "sangat rendah" yang menguntungkan Starlink dan pemain asing lainnya.
Sebagai konteks, pada Mei 2025, regulator telekomunikasi India mengusulkan penyedia layanan satelit membayar 4% dari pendapatan tahunan mereka kepada pemerintah untuk menawarkan layanan bagi masyarakat.
Starlink telah melobi India untuk tidak melelang spektrum tetapi hanya memberikan lisensi sesuai dengan tren global, dengan mengatakan bahwa spektrum adalah sumber daya alam yang harus dibagi oleh perusahaan.
Asosiasi Operator Seluler India dalam suratnya tertanggal 29 Mei 2025 kepada Kementerian Telekomunikasi meminta peninjauan ulang terhadap usulan harga tersebut.
Pasalnya, pemain tradisional telah membayar biaya lelang di depan yang lebih tinggi untuk spektrum telekomunikasi. Hal ini membuat pembayaran mereka kepada pemerintah untuk penggunaan spektrum lebih tinggi sekitar 21% dibandingkan dengan jumlah yang akan dibayarkan oleh pemain satelit asing seperti Starlink.
"Harga per MHz harus setara atau setidaknya sebanding untuk keduanya, terutama ketika digunakan untuk menjangkau konsumen yang sama untuk layanan yang identik," kata surat itu, yang dilihat oleh Reuters, dikutip Kamis (5/6/2025).
"Layanan satelit dapat menawarkan alternatif yang kompetitif dan terjangkau untuk pita lebar terestrial," tertera dalam surat tersebut.
Reliance Jio dan Airtel tidak merespons permintaan komentar dari Reuters. Starlink juga tak segera menanggapi permintaan komentar.
Pejabat senior pemerintah India mengatakan kepada Reuters pada pekan ini bahwa Kementerian Telekomunikasi masih meninjau rekomendasi harga yang dibuat oleh regulator. Sumber dalam itu menyebut kekhawatiran industri seperti itu telah dikemukakan di masa lalu.
Reliance Jio dan Airtel khawatir mereka menawarkan layanan pita lebar nirkabel yang serupa dengan penyedia satelit asing, tetapi membayar jauh lebih mahal, kata sumber industri yang mengetahui langsung situasi tersebut.
Reliance dan perusahaan lain telah menghabiskan hampir US$20 miliar (Rp325 triliun) dalam beberapa tahun terakhir untuk mendapatkan spektrum 5G melalui lelang untuk menawarkan layanan telekomunikasi, data, dan pita lebar.
Meskipun Reliance dan Airtel telah menandatangani kesepakatan distribusi pada Maret 2025 untuk peralatan Starlink, mereka akan terus bersaing dengan penawaran Musk kepada pelanggan setelah diluncurkan.
"Proses Starlink untuk mendapatkan lisensi hampir selesai", kata Menteri Telekomunikasi Jyotiraditya Scindia kepada The Print pada awal pekan ini.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Pemerintah Susun Peta Jalan AI, Potensi Lokal Bakal Terangkat
Next Article Saingan Starlink Makin Banyak, Komdigi Punya Rencana Buat RI