REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dua tahun sejak agresi brutal bertajuk Tufanul Aqsa, Gaza belum lepas dari kehancuran. Genosida masih terjadi di depan mata dunia. Meski istilah 'gencatan senjata' terus dikampanyekan, faktanya bom masih mengguncang langit Gaza, rumah sakit hancur, anak-anak dibunuh, dan bantuan kemanusiaan diblokade secara sistematis.
Sebagai bentuk perlawanan moral dan solidaritas sesama manusia, Perhimpunan Pekerja Indonesia (PPI) bersama Federasi SPEED (Serikat Pengemudi Daring) serta elemen Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menggelar Aksi Damai dan Reflektif, Selasa (7/10/2025). Aksi digelar sejak pukul 14.00 WIB di Patung Kuda, Jakarta Longmarch menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat
Ketua Umum PPI Ricardo Lumalessil mengatakan aksi ini bukan aksi politik murahan. Menurut dia, ini adalah pernyataan nurani dari mereka yang paling memahami arti ditindas: buruh dan pekerja jalanan Indonesia.
“Kami bukan diplomat. Kami bukan elite. Kami hanyalah buruh dan pengemudi yang tahu bagaimana rasanya ditindas dan dikorbankan. Dan karena itu, kami tidak bisa diam. Gaza adalah luka kita semua,” kata Ricardo Lumalessil.
Dia mengarakan dunia internasional seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tidak bisa terus menonton pembantaian ini tanpa bertindak. Diam adalah bentuk keterlibatan.
“Kami kecewa pada PBB. Kami kecewa pada ILO. Dunia internasional tidak bisa terus menonton pembantaian ini tanpa bertindak. Diam adalah bentuk keterlibatan.”
Ricardo menegaskan ketika lembaga-lembaga global memilih untuk diam, maka suara rakyat pekerja akan menjadi gema yang lantang. Ia menyatakan mereka tidak akan berdiam diri menyaksikan anak-anak menjadi korban pembunuhan sementara dunia berpaling dan melupakan tragedi kemanusiaan yang terjadi.
Ia juga menambahkan perjuangan yang mereka suarakan bukanlah persoalan politik, melainkan persoalan nyawa manusia. Menurutnya, ini adalah tentang keberpihakan terhadap mereka yang tertindas, dan karena itu, ia menegaskan bahwa para peserta aksi memilih untuk berdiri bersama rakyat Palestina.
Lima Tuntutan Buruh & Ojol untuk Keadilan Kemanusiaan:
- Hentikan seluruh bentuk genosida dan agresi militer Israel terhadap rakyat Palestina.
- Mendesak PBB untuk bertindak konkret, bukan sekadar kecaman simbolik.
- Menuntut ILO dan seluruh serikat buruh dunia untuk bersolidaritas dan menyelamatkan rakyat serta pekerja Palestina.
- Jatuhkan sanksi internasional terhadap Benjamin Netanyahu dan negara teroris Israel atas kejahatan perang.
- Buka akses bantuan kemanusiaan tanpa syarat, tanpa blokade, dan tanpa intervensi militer.
Ricardo mengatakan ketika lembaga internasional tak lagi punya nyali, ketika negara-negara besar malah membela penjajah, suara rakyat jelata dari jalanan Jakarta berdiri sebagai benteng terakhir nurani kemanusiaan. Aksi ini bukan sekadar langkah kaki massa, tapi gema hati nurani mereka yang tak rela tragedi genosida dijadikan tontonan diam.
“Kami bukan ingin jadi pahlawan. Kami hanya tidak ingin jadi penonton dalam tragedi genosida yang dibiarkan dunia. Solidaritas adalah kewajiban, bukan pilihan," kata dia.