Ternyata Tak Semua 144,6 Juta Pekerja RI Dapat Gaji 60% Jika Kena PHK

2 days ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto mengubah ketentuan terkait Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JK) dengan menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 6/2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

Pasal 21 PP ini memerintahkan,  pekerja akan mendapat manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 60% dari upah. Manfaat ini diberikan paling lama 6 bulan. PP No 6/2025 ini berlaku sejak diundangkan, yaitu tanggal 7 Februari 2025. 

Disebutkan, pertimbangan munculnya PP No 6/2025 adalah untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan serta mengurangi risiko sosial bagi pekerja/ buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dampak kondisi perekonomian. Sehingga perlu diterbitkan kebijakan yang adaptif.

Namun, manfaat PP ini ternyata tak akan bisa dinikmati semua pekerja/ buruh di seluruh Indonesia. Sebab, ada sederet syarat berlaku. 

Pasal 4 PP No 6/2025 menetapkan, peserta JKP adalah pekerja/ buruh yang telah dan baru diikutsertakan pengusaha dalam program jaminan sosial. Pekerja/ buruh tersebut harus Warga Negara Indonesia (WNI), usia belum mencapai 54 tahun saat mendaftar, dan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha.

Ayat (3) Pasal yang sama menetapkan, pekerja / buruh harus bekerja pada usaha besar/ menengah, diikutsertakan dalam program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja), JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun), dan JKM (Jaminan Kematian), serta terdaftar dalam program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Sedangkan pekerja/ buruh yang bekerja di perusahaan skala mikro dan kecil, setidaknya adalah peserta JKK, JHT, JKM, dan JKN. 

"Kami mengapresiasi revisi PP No 37/2021, yang pada intinya meningkatkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Walaupun belum menyasar seluruh pekerja di seluruh Indonesia, paling tidak ada peningkatan manfaat. Niatnya sudah bagus, apalagi ini tidak membebankan iuran ke pengusaha maupun pekerja," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/2/2025). 

"Memang yang bisa menikmati ini adalah pekerja yang sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan, terlebih khusus yang terdaftar dalam 5 program manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Dan, kalau kita lihat, jumlah pekerja formal di Indonesia itu ada 60,804 juta orang (BPS, per Agustus 2024) dan informal ada 83,795 juta orang. Total ada 144,6 juta orang pekerja di Indonesia. Sementara, peserta BPJS Ketenagakerjaan yang bisa menikmati manfaat JKP itu hanya sekitar 13 juta orang. Artinya tak sampai 10% dari total pekerja di Indonesia," tambah Ristadi. 

Data itu menunjukkan jangkauan JKP belum maksimal. Karena itu, Ristadi mengusulkan, ada program tambahan serupa yang diluncurkan pemerintah untuk menjangkau pekerja yang tak memenuhi syarat JKP dalam PP No 6/2025. 

"Sebab, pekerja korban PHK itu justru kebanyakan yang belum didaftarkan dalam 5 program manfaat BPJS Ketenagakerjaan. Dan, fakta lain, ada perusahaan yang tidak mendaftarkan semua pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Nah, ini yang paling banyak jadi korban PHK atau efisiensi. Ada yang cuma jadi peserta Jaminan Hari Tua," ujarnya.

"Pabrik atau perusahaan yang mengikutkan semua pekerjanya sebagai peserta semua manfaat program BPJS Ketenagakerjaan biasanya adalah perusahaan yang memang stabil. Jika perusahaan stabil, potensi PHK lebih kecil. Kelihatannya, pemerintah sudah memperhitungkan neracanya, sehingga berani kasih program JKP tanpa iuran," beber Ristadi. 

Awal Program JKP

Sebagai informasi, program JKP sebelumnya diluncurkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan menetapkan  PP No 37/2021 sebagai turunan Undang-Undang (UU) No 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Program ini mulai meluncur pada Februari 2022. Pekerja yang mengalami PHK berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45% upah di bulan ke-1 sampai dengan. ke-3. Kemudian 25% upah di bulan ke 4 sampai dengan ke-6, atas upah yang didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Manfaat lain berupa akses informasi pasar kerja, bimbingan jabatan, dan juga pelatihan kompetensi kerja.

Lalu pada 2 Oktober 2024 lalu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyampaikan, pemerintah akan mengevaluasi PP No 37/2021. Menyusul adanya lonjakan data korban PHK, sehingga pemerintah merumuskan agar akses JKP lebih mudah. Apalagi, jumlah pemanfaatan JKP dilaporkan masih kecil, padahal jumlah PHK meningkat.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sepanjang tahun 2024, jumlah pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilaporkan mencapai 77.965 orang. Angka ini melonjak 20,21% dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebanyak 64.855 orang.

Mengutip Satudata Kemnaker, jumlah pekerja yang terkena PHK paling banyak ada di wilayah Jakarta, dengan porsi mencapai 21,91% dari total nasional. Sementara itu, ada 2 provinsi yang melaporkan tak ada PHK sepanjang tahun 2024, yaitu Papua Barat dan Papua.

"Kami menyambut baik atas terbitnya PP No 6 tahun 2025 yang mencakup Perubahan ketentuan baru mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Selasa (18/2/2025).

"Kebijakan ini menjadi langkah ke arah kemajuan dalam memperkuat perlindungan terhadap pekerja/ buruh. Di tengah tantangan dunia kerja yang terus berubah dan ketidakpastian ekonomi yang semakin meningkat," tambahnya.


(dce/dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Perang Lawan Judol hingga Xi Jinping Panggil Pengusaha Kakap

Next Article 53 Ribu Pekerja Kena PHK Tahun Ini, Program JKP Segera Direvisi

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|