Tok! Trump Bawa Amerika Serikat Keluar dari Perjanjian Iklim Paris

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memerintahkan Amerika Serikat untuk kembali menarik diri dari Perjanijan Iklim Paris (Paris Agreement), yang bertujuan membatasi pemanasan global jangka panjang.

Langkah ini, yang diambil hanya beberapa jam setelah ia dilantik untuk masa jabatan kedua, Senin (20/1/2025), menandai jarak yang makin besar antara AS dan sekutu terdekatnya dalam upaya global melawan perubahan iklim.

Trump menggemakan langkahnya pada 2017 ketika dia mengumumkan penarikan AS dari Paris Agreement, perjanjian yang bertujuan menjaga kenaikan suhu global di bawah 2,7 derajat Fahrenheit (1,5 derajat Celsius) di atas tingkat pra-industri.

Trump juga mengirimkan surat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengindikasikan niatnya untuk menarik diri dari perjanjian 2015, yang memungkinkan negara-negara memberikan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca mereka.

Perintah eksekutif Trump menyatakan bahwa Kesepakatan Paris adalah salah satu dari beberapa perjanjian internasional yang tidak mencerminkan nilai-nilai AS dan "mengalihkan dolar pembayar pajak Amerika ke negara-negara yang tidak membutuhkan atau berhak atas bantuan keuangan demi kepentingan rakyat Amerika."

Respons Internasional

Laurence Tubiana, CEO Yayasan Iklim Eropa dan arsitek utama Perjanjian Iklim Paris, menyebut penarikan AS sebagai hal yang disayangkan, namun menegaskan bahwa aksi untuk memperlambat perubahan iklim "lebih kuat daripada politik dan kebijakan satu negara."

Tubiana menambahkan bahwa ada momentum ekonomi yang tak terbendung di balik transisi global menuju energi bersih, yang AS telah manfaatkan dan pimpin, tetapi kini berisiko kehilangan keuntungan tersebut.

Gina McCarthy, mantan penasihat iklim Gedung Putih di bawah Presiden Joe Biden, menyatakan bahwa jika Trump benar-benar ingin AS memimpin ekonomi global, menjadi mandiri secara energi, dan menciptakan lapangan kerja yang baik bagi rakyat Amerika, maka dia harus tetap fokus pada pengembangan industri energi bersih.

Paul Watkinson, mantan negosiator iklim dan penasihat kebijakan senior untuk Prancis, menyebut kebijakan Trump ini juga bisa lebih merusak upaya iklim global.

AS saat ini merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China dan keluarnya AS dari perjanjian tersebut merusak ambisi global untuk memangkas emisi berlebihan.

"Akan lebih sulit kali ini karena kita berada di tengah-tengah implementasi, berhadapan dengan pilihan nyata," kata Watkinson.

Sementara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres yakin bahwa kota-kota, negara bagian, dan bisnis AS "akan terus menunjukkan visi dan kepemimpinan dengan berupaya mencapai pertumbuhan ekonomi rendah karbon dan tangguh yang akan menciptakan lapangan kerja berkualitas," kata juru bicara PBB Florencia Soto Nino, dalam pernyataan tertulis.

"Sangat penting bagi Amerika Serikat untuk tetap menjadi pemimpin dalam isu lingkungan," katanya. "Upaya kolektif berdasarkan Perjanjian Paris telah membuat perbedaan, tetapi kita perlu melangkah lebih jauh dan lebih cepat bersama-sama."

Di sisi lain, Li Shuo, pakar diplomasi iklim di Asia Society Policy Institute, mengatakan penarikan diri AS berisiko melemahkan kemampuan Amerika Serikat untuk bersaing dengan China di pasar energi bersih seperti tenaga surya dan kendaraan listrik.

"China berpeluang menang, dan AS berisiko semakin tertinggal," katanya.

Trump juga sempat menarik AS dari kesepakatan Paris selama masa jabatan pertamanya, meskipun prosesnya memakan waktu bertahun-tahun dan segera dibatalkan oleh kepresidenan Joe Biden pada tahun 2021.

Penarikan diri kali ini kemungkinan akan memakan waktu lebih sedikit, hanya setahun, karena Trump tidak akan terikat oleh komitmen awal kesepakatan selama tiga tahun.

Proses penarikan diri dari Perjanjian Paris memakan waktu satu tahun. Penarikan AS sebelumnya, yang dipimpin Trump, mulai berlaku sehari setelah pemilihan presiden 2020 yang dimenangkan oleh Biden.

Penarikan pertama dari perjanjian yang diadopsi oleh 196 negara tersebut mengejutkan dan membuat marah banyak negara di seluruh dunia. Namun, tidak ada negara lain yang mengikuti jejak AS keluar dari perjanjian tersebut.

Sebaliknya, banyak negara memperbarui komitmen mereka untuk memperlambat perubahan iklim, bersama dengan investor, bisnis, gubernur, walikota, dan lainnya di AS. Meskipun begitu, para ahli menyayangkan hilangnya kepemimpinan AS dalam upaya global untuk memperlambat perubahan iklim, terutama ketika dunia sedang berada di jalur untuk mencatatkan tahun terpanas lainnya dan mengalami bencana seperti kekeringan, badai, banjir, dan kebakaran hutan.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump Mau Tangguhkan Blokir Tiktok Usai Disahkan Mahkamah Agung

Next Article Trump Bikin Heboh, Sebut Dikirim ke Bumi Selamatkan Dunia, Bawa Yesus

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|