Harianjogja.com, SLEMAN—Kementerian Transmigrasi (Kementrans) memastikan transmigran asal Sleman yang menjadi korban penyerobotan lahan di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara segera mendapat ganti rugi. Menjelang akhir 2025, transmigran akan mendapat hak guna pengelolaan hutan rakyat.
Direktur Jenderal Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kementrans, Sigit Mustofa Nurudin, mengatakan pihanya telah menggelar rapat dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan untuk menyelesaikan persoalan yang menimpa transmigran asal Sleman.
Sesuai kesepakatan Kerja Sama Antar Daerah (KSAD), urusan lahan menjadi Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan. Kementrans akan memberi fasilitas anggaran untuk pengukuran lahan perhutanan sosial apabila memang diperlukan.
“Target kami tahun ini bisa selesai persoalan tanah [yang menimpa transmigran asal Sleman] di Konawe Selatan,” kata Sigit ditemui di Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BBPPM) Yogyakarta di Tridadi Sleman, Kamis (25/9/2025).
Sigit menambahkan durasi pengelolaan hutan sosial bisa mencapai 30 tahun dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun dan 90 tahun secara bertahap. Selama 30 tahun berjalan, Pemerintah Pusat tentu akan memperbarui atau membuat regulasi baru yang menyangkut status lahan tempat tinggal transmigran.
Bersama Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Sigit memiliki harapan atau rencana terhadap permukiman transmigrasi lebih dari 20 tahun yang menempati kawasan hutan untuk pelepasan status kawasan tersebut. Adapun permukiman di bawah 20 tahun akan menjadi sasaran program perhutanan sosial.
“Setelah mengolah lahan sekitar 30 tahun, ke depan pasti dilepaskan status kawasan hutan itu. Hanya soal waktu saja ini,” katanya.
Transmigran asal Sleman yang menjadi korban penyerobotan lahan di Konawe Selatan sebenarnya pernah mendapat kompensasi dari Departemen Transmigrasi ketika itu berupa sapi. Hanya, para transmigran memilih tanah lantaran dinilai lebih memiliki nilai pengelolaan untuk mendongkrak ekonomi.
Disinggung mengenai pengawasan dan penyelesaian sengketa, Sigit mengaku Kementerian Transmigrasi hanya bertanggung jawab atas pembinaan transmigran selama lima tahun. Setelah itu, Kementrans menyerahkan pembinaan atau masyarakat transmigran ke Pemerintah Daerah.
“Ternyata sampai dengan saat ini tidak selesai juga persoalan sengketa lahan oleh Pemerintah Daerah [Pemkab Konawe Selatan]; untuk itu niat baik kami untuk membantu terus menyelesaikan masalah tersebut. Kami tidak akan mencari siapa yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Hingga sekarang masih ada 12 kepala keluarga (KK) transmigran asal Sleman yang masih berada di Konawe Selatan.
Anggota Komisi V DPR RI, Danang Wicaksana, mengatakan dia mendorong agar ada penyelesaian atas nasib transmigran asal Sleman di Konawe Selatan baik yang menjadi korban penyerobotan lahan maupun belum mendapat haknya secara penuh.
“Ada beberapa wilayah di Konawe Selatan masuk kawasan perhutanan. Kawasan ini akan diupayakan jadi hutan sosial agar dapat dimanfaatkan transmigran. Pengelolaannya 30 tahun,” kata Danang.
Danang mengaku Kementerian Kehutanan dan ATR/BPN sedang membahas pelepasan permukiman dari kawasan perhutanan dan menjadi lahan transmigrasi.
Menyoal pemangkasan kuota transmigrasi 2025, dia menyampaikan hal ini dilakukan untuk memperbaiki sentra-sentra transmigrasi yang ada baik komoditas maupun infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News