Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat kebijakan kontroversial dengan mencabut larangan penggunaan sedotan plastik yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Joe Biden.
Melalui perintah eksekutif yang ditandatangani pada Senin (10/2/2025), Trump membatalkan kebijakan penghapusan plastik sekali pakai dalam operasi pemerintah federal, termasuk larangan penggunaan sedotan plastik di sektor layanan makanan, acara publik, dan kemasan.
Trump menyebut kebijakan sedotan kertas sebagai "situasi yang konyol" dan menegaskan bahwa pemerintahannya akan kembali menggunakan sedotan plastik.
"Ini situasi yang konyol. Kami akan kembali ke sedotan plastik," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih setelah menandatangani perintah eksekutif tersebut, dikutip dari The Guardian.
"Sedotan kertas ini tidak berfungsi. Saya sudah menggunakannya berkali-kali, dan kadang-kadang mereka pecah, bahkan meledak," tambahnya.
Trump memang dikenal sebagai penggemar berat Diet Coke, bahkan pernah memasang tombol khusus di Ruang Oval untuk memanggil staf membawakan minuman tersebut. Selama kampanye pemilihan ulangnya pada 2020, tim Trump bahkan menjual sedotan plastik di situs kampanyenya dengan klaim bahwa "sedotan kertas liberal tidak berfungsi".
Meskipun plastik telah lama dianggap mencemari lautan dan membahayakan kehidupan laut, Trump justru menyepelekan dampaknya terhadap ekosistem.
"Saya rasa plastik tidak akan terlalu mempengaruhi hiu saat mereka ... mengunyah di lautan," ucapnya dalam acara pengumuman kebijakan tersebut di Gedung Putih.
Selain itu, Trump juga mengkritik kebijakan Biden yang mewajibkan pemerintah federal menghapus plastik sekali pakai secara bertahap-dari sektor layanan makanan dan acara publik pada 2027, hingga seluruh operasi pemerintah pada 2035.
Will Scharf, Sekretaris Staf Gedung Putih yang menyerahkan dokumen perintah eksekutif kepada Trump, menambahkan bahwa kebijakan sedotan kertas telah membebani anggaran pemerintah dan industri swasta, sekaligus membuat banyak konsumen tidak puas.
"Dorongan untuk mengganti plastik dengan kertas telah menghabiskan banyak uang dan membuat masyarakat di seluruh negeri kecewa dengan kualitas sedotan yang mereka gunakan," kata Scharf.
Perintah eksekutif ini juga menginstruksikan lembaga-lembaga federal untuk meninjau kembali proses pengadaan barang, agar penggunaan sedotan plastik tetap diperbolehkan.
"Ini adalah masalah yang langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari warga Amerika," tambah Scharf.
Langkah Trump ini langsung mendapat sambutan positif dari industri plastik. Matt Seaholm, Presiden dan CEO dari Plastics Industry Association, menyebut keputusan ini sebagai awal dari gerakan yang lebih besar.
"Sedotan hanyalah permulaan. 'Back to Plastic' adalah gerakan yang harus kita dukung bersama," ujar Seaholm dalam pernyataan resmi.
Namun, keputusan ini bertolak belakang dengan tren global yang justru semakin membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Produksi plastik dunia telah meningkat pesat dalam dua dekade terakhir, dan para ilmuwan memperingatkan bahwa dampak lingkungan dari sampah plastik sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Menurut laporan para ahli, produksi plastik dunia telah berlipat ganda sejak tahun 2000, mencapai 460 juta ton per tahun, dan diperkirakan akan meningkat empat kali lipat lagi pada 2050.
Namun, kurang dari 10% sampah plastik yang berhasil didaur ulang. Sisanya terbuang ke lingkungan, dengan setiap menit satu truk penuh plastik mencemari lautan. Sampah plastik sekali pakai, termasuk sedotan plastik, menyumbang sekitar 40% dari total produksi plastik global.
Dampak dari ledakan produksi plastik ini begitu besar sehingga serpihan plastik-baik dalam bentuk besar maupun mikroplastik-telah ditemukan di setiap sudut planet ini, termasuk di udara.
Sebuah laporan dari Straws Turtle Island Restoration Network mengungkapkan bahwa lebih dari 390 juta sedotan digunakan setiap hari di AS, meskipun waktu pemakaiannya hanya sekitar 30 menit. Sedotan plastik membutuhkan setidaknya 200 tahun untuk terurai dan dapat membahayakan satwa liar seperti penyu dan burung laut karena berubah menjadi mikroplastik.
"Untuk mencegah lebih banyak penyu menjadi korban plastik, kita harus mengubah gaya hidup kita dan berjuang untuk melindungi spesies ini," kata organisasi tersebut dalam pernyataannya.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Dunia Geger Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza
Next Article Trump Terpilih Jadi Presiden AS, Begini Reaksi Prabowo