Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump disebut melontarkan banyak narasi palsu tentang Ukraina dan perangnya dengan Rusia. Hal ini ia lontarkan baik melalui pernyataan kepada wartawan hingga unggahan di media sosial.
Dalam sebuah pernyataan, Trump menyerukan pemilihan umum Ukraina yang baru. Sebagai informasi, pemilihan presiden Ukraina yang dijadwalkan tahun lalu dibatalkan karena negara tersebut berada dalam darurat militer.
Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Ukraina di Indonesia, Yevhenia Shynkarenko, merespon pernyataan Trump tersebut. Menurutnya, sebagai negara demokrasi, konstitusi Ukraina menyatakan bahwa tidak ada pemilihan umum jika perang sedang berlangsung.
"Sebagai negara demokrasi, kami memiliki konstitusi yang menyatakan dengan jelas bahwa tidak ada pemilihan umum yang dapat digelar ketika ada perang di negara tersebut, selama darurat militer. Itulah sebabnya kita tidak dapat mengadakan pemilihan umum selama darurat militer," kata Shynkarenko saat ditemui di Kediaman Duta Besar Polandia di Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2025).
Shynkarenko menuturkan pada dasarnya situasi ini bukan mengenai undang-undang, tetapi tentang keamanan rakyat dan pilihan rakyat di Ukraina. Ia menyebut ketika satu bagian wilayah Ukraina berada di bawah aksi perang atau pendudukan, pihaknya "tidak dapat memberikan keamanan bagi orang-orang untuk datang ke tempat-tempat di mana mereka akan berkumpul dan mereka mungkin mati karena satu pun pesawat nirawak atau rudal Rusia."
"Tetapi saya akan memberi tahu Anda satu hal. Dalam 20 tahun terakhir, kami memiliki lima pemilihan umum demokratis ketika presiden terpilih, tapi berapa banyak pemilihan umum yang diadakan Rusia? Saya rasa tidak ada. Anda dapat memeriksanya," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Polandia di Indonesia, Maciej Tumulec, menyoroti Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang menjadi salah satu anggota Dewan Keamanan PBB tetapi tak dapat mendorong solusi damai.
"Jadi, bagaimana kita bisa mendorong solusi damai yang adil melalui multilateralisme, terutama seperti PBB. Sekarang kita memiliki dua anggota Dewan Keamanan PBB yang benar-benar saling membujuk dan mungkin memveto segala jenis saran," kata Tumulec.
"Saya tidak akan mengatakan AS dan Rusia dekat satu sama lain. Mereka memulai pembicaraan pertama tetapi itu tidak berarti mereka dekat satu sama lain. Posisi mereka sangat jauh dan pasokan untuk Ukraina (juga) belum dihentikan (oleh AS)," tambahnya.
Trump sebelumnya sempat menepis keluhan Ukraina tentang pengecualiannya dari perundingan AS-Rusia untuk mengakhiri perang. Ia secara keliru mengatakan tentang Ukraina: "Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda seharusnya bisa membuat kesepakatan."
Ukraina sendiri tidak memulai perang. Rusia memulai perang dengan menginvasi Ukraina pada tahun 2022. Mantan wakil presiden Trump sendiri, Mike Pence, dan beberapa anggota parlemen Republik telah mencatat fakta yang jelas ini setelah kebohongan Trump.
Selain itu, dalam unggahan media sosial hari Rabu, Trump juga secara keliru mengeklaim bahwa Zelensky "membujuk Amerika Serikat untuk menghabiskan US$350 Miliar Dolar" untuk "memasuki" perang yang tidak dapat dimenangkan. Namun angka US$350 miliar itu juga jauh dari kenyataan
Menurut Kiel Institute for the World Economy, lembaga pemikir Jerman yang memantau dengan saksama bantuan masa perang untuk Ukraina, AS telah berkomitmen memberikan total sekitar US$124 miliar dalam bentuk bantuan militer, keuangan, dan kemanusiaan untuk Ukraina antara akhir Januari 2022, tepat sebelum invasi Rusia, hingga akhir Desember 2024. Lembaga pemikir tersebut menemukan bahwa AS sebenarnya telah mengalokasikan sekitar US$119 miliar.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: AS-Rusia Kopdar Bahas Upaya Akhiri Perang dengan Ukraina
Next Article Menanti Sentuhan 'Magis' Trump di Rusia-Ukraina, Perang Berakhir?