Jakarta, CNBC Indonesia - Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2025, Maria Corina Machado, memicu kontroversi setelah menyerukan intervensi militer Amerika Serikat (AS) terhadap negaranya sendiri, Venezuela.
Machado, tokoh oposisi garis keras terhadap Presiden Nicolas Maduro, menilai langkah tersebut perlu demi menggulingkan rezim yang ia sebut "ilegal dan korup."
"Saya yakin eskalasi yang terjadi adalah satu-satunya cara untuk memaksa Maduro memahami bahwa sudah waktunya untuk mundur," ujar Machado dalam wawancara dengan Bloomberg, sebagaimana dikutip dari RT, Senin (3/11/2025).
Machado mengeklaim Maduro merebut kekuasaan secara tidak sah dalam pemilu tahun lalu, di mana ia dilarang ikut serta. Ia juga menuding bahwa kandidat oposisi, Edmundo Gonzalez Urrutia, sebenarnya memenangkan pemilu tersebut.
"Ini bukan perubahan rezim, ini penegakan kehendak rakyat Venezuela," tegasnya, menyebut Maduro bukan presiden sah melainkan "kepala struktur narkoterorisme."
Pernyataan itu muncul di tengah meningkatnya kehadiran militer AS di perairan Karibia. Washington menuduh Maduro memiliki hubungan dengan kartel narkoba dan menyebutnya sebagai "narcoterrorist".
Sejak awal tahun, pemerintahan Donald Trump telah mengerahkan armada angkatan laut ke lepas pantai Venezuela untuk operasi kontra-narkotika, namun analis memperkirakan misi tersebut dapat meluas menjadi upaya perubahan rezim.
Meski Trump membantah rencana serangan langsung, laporan media menyebut Gedung Putih telah meninjau daftar target potensial di Venezuela.
Menanggapi hal itu, Maduro menuduh Machado menyalurkan dana AS kepada kelompok anti-pemerintah "fasis," menyebutnya sebagai dalih bagi campur tangan Washington. Caracas juga mengecam operasi AS sebagai pelanggaran kedaulatan dan upaya kudeta.
"Trump sedang mengada-adakan perang baru," ujar Maduro, sembari menegaskan bahwa Venezuela akan mencari dukungan dari Rusia, China, dan Iran untuk memperkuat pertahanannya.
Sementara itu, Machado menilai ancaman militer AS saja sudah cukup menekan rezim Caracas. "Sangat penting untuk memiliki ancaman yang kredibel," katanya.
Ia menambahkan bahwa oposisi siap mengambil alih pemerintahan dengan dukungan militer dan polisi, mengklaim "lebih dari 80% dari mereka bergabung dan siap mendukung transisi tertib segera setelah dimulai."
Rusia, yang baru saja meratifikasi perjanjian kemitraan strategis dengan Venezuela, mengecam langkah Washington dan menyebut kampanye militer AS sebagai ancaman bagi stabilitas kawasan.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Breaking: Netanyahu Nominasikan Trump Hadiah Nobel Perdamaian


















































