Warga RI Makin Susah Beli Mobil, Multifinance Siapkan Strategi Ini

1 month ago 24

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan pembiayaan (PP) atau multifinance memutar otak untuk menggenjot kinerja di tengah lesunya penjualan mobil baru di masyarakat.

Diketahui, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil nasional turun sebesar 11,33% menjadi hanya 61.849 unit per Januari 2025 ini.

Head of Corporate Secretary & Legal Mandiri Utama Finance (MUF) Elisabeth Lidya Sirait tak menampik Perlambatan penjualan kendaraan dan tingginya biaya modal (CoF) menjadi tantangan yang tengah dihadapi oleh pelaku perusahan pembiayaan.

Patut diketahui, pembiayaan kendaraan bermotor baru masih memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan MUF. Hingga Januari 2025, sektor mobil baru masih mendominasi mendominasi portofolio kami dengan kontribusi sekitar 58% dari portofolio keseluruhan MUF.

"Perlambatan penjualan kendaraan dan tingginya biaya modal (CoF) menjadi tantangan yang kami antisipasi dengan tiga strategi utama," ungkap Elisabeth kepada CNBC Indonesia, Jumat, (14/2/2025).

Adapun strategi pertama dilakukan dengan memperluas kerja sama dengan dealer, showroom, dan mitra strategis untuk meningkatkan volume pembiayaan. Kedua, mengoptimalkan sinergi dengan Bank Mandiri dan BSI melalui joint financing guna menjaga efisiensi pendanaan.

Sementara strategi ketiga yang disiapkan salah satu multifinance pelat merah ini adalah menghadirkan inovasi digital dan program promosi yang lebih kompetitif untuk menarik minat konsumen.

"Dengan strategi ini, MUF berkomitmen dapat mendukung pertumbuhan industri kendaraan dan mencapai target penyaluran pembiayaan sebesar Rp25 triliun pada 2025," ungkap Elisabeth.

Sejalan, Chief Financial Officer Adira Finance (ADMF) Sylvanus Gani juga optimis perusahaannya dapat bertumbuh dengan target penyaluran pembiayaan baru sekitar 12%, di tengah beberapa tantangan yang terjadi di tahun 2025.

Diketahui, kredit kendaraan bermotor masih menyumbang porsi besar dalam kinerja ADMF hingga Desember 2024. Pembiayaan baru tersebut tercatat sebesar Rp36,6 triliun, dan segmen otomotif berkontribusi sebesar 75% dari pembiayaan tersebut.

"Secara keseluruhan, untuk tahun depan, Perusahaan menargetkan peningkatan penyaluran pembiayaan baru sekitar 12%," tutur Gani saat dikonfirmasi, Minggu, (16/2/2025).

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik piutang mulitifinance tumbuh 8%-10% secara tahunan (yoy) pada 2025. Namun, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno menyatakan bahwa target OJK sebesar 8-10% tergolong optimistis.

"Nah, 8-10% itu sih mungkin menurut saya optimis. Tapi kalau kita bicara, mungkin kita berusaha juga jangan terlalu jauh dari pertumbuhan di 2024, yaitu 6,93%. Sehingga mungkin di 2025 kita bisa tumbuh di 7%-8%," tutur Suwandi kepada CNBC Indonesia, Jumat, (14/2/2025).

Suwandi menambahkan bahwa penurunan penjualan kendaraan baru turut menjadi faktor yang memengaruhi target tersebut. Ia menjelaskan bahwa penjualan kendaraan pada Januari 2025 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Penyebab utama penurunan ini akibat banyak masyarakat yang menunda pembelian atau malah sudah membeli kendaraan lebih awal pada Desember 2024 akibat adanya prediksi kenaikan harga mobil akibat opsen pajak baru dan perubahan tarif pokok pajak kendaraan bermotor (PKB) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) di tahun 2025.

"Nah, tapi kan ternyata tidak terjadi. Karena juga Gaikindo melobi Menteri Dalam Negeri terkait dengan pajak opsennya. Ini juga ada urusannya dengan pajak STNK, di mana pemerintah daerah melalui gubernur-gubernurnya juga disampaikan bahwa jangan sampai ada kenaikan yang cukup tinggi," jelasnya.

Faktor lain yang turut memengaruhi permintaan kendaraan baru adalah jadwal libur panjang di kuartal pertama 2025. Perayaan Imlek dan periode bulan Februari yang singkat, serta libur Nyepi dan Lebaran pada Maret diperkirakan berdampak pada keputusan masyarakat dalam membeli kendaraan.

Selain faktor musiman, penurunan daya beli masyarakat juga menjadi tantangan bagi industri pembiayaan. Meskipun inflasi relatif rendah, jumlah tabungan kelas menengah ke bawah semakin berkurang, sehingga mempengaruhi keputusan konsumsi mereka.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Kredit Macet-Bunga Tinggi, PR Ekspansi Bisnis Pembiayaan 2025

Next Article Video: Penjualan Mobil Lesu, Saham Emiten Otomotif Masih Menarik?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|