Jakarta, CNBC Indonesia - Norwegia, sebagai anggota NATO yang berada di garis depan kawasan Arktik, menyuarakan kekhawatiran terkait meningkatnya kehadiran China di wilayah tersebut. Meski hingga saat ini kehadiran Negeri Tirai Bambu masih tergolong "terbatas", pemerintah Norwegia memperingatkan bahwa pengaruhnya terus berkembang seiring meningkatnya kerja sama antara Beijing dan sekutu strategisnya, Rusia.
Menurut laporan yang dirilis oleh Dinas Intelijen Norwegia (NIS) pada 5 Februari yang dikutip Newsweek, Senin (3/3/2025), ketegangan antara Rusia dan China di satu sisi serta negara-negara Barat di sisi lain semakin meningkat dalam setahun terakhir.
Laporan ini menggarisbawahi bahwa China makin memperkuat kehadirannya di Arktik melalui investasi besar dalam proyek gas alam cair Rusia serta peningkatan aktivitas penelitian dan pembangunan kapal pemecah es.
Adapun China, negara yang secara geografis terletak lebih dari 900 mil dari Lingkar Arktik, telah mendeklarasikan dirinya sebagai "negara dekat Arktik" dan mengeklaim memiliki kepentingan dalam pengelolaan kawasan tersebut. Pada musim panas tahun lalu, Beijing mengerahkan tiga kapal pemecah es ke Samudra Arktik, langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menarik perhatian global.
Investigasi yang dilakukan oleh Newsweek menemukan bahwa sebuah lembaga penelitian China yang beroperasi di kepulauan Svalbard, Arktik Norwegia, tengah melakukan penelitian yang berpotensi memiliki aplikasi ganda, baik untuk kepentingan sipil maupun militer.
Temuan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pemerintah Amerika Serikat, yang semakin waspada terhadap ekspansi China di wilayah strategis ini.
Kepentingan Ekonomi dan Geopolitik China di Arktik
Laporan NIS menyoroti bahwa keterlibatan China di Arktik sebagian besar berkaitan dengan investasi di sektor energi Rusia, khususnya dalam proyek gas alam cair.
Namun, ada indikasi bahwa Rusia dapat menarik negara-negara BRICS lainnya, yakni Brasil, India, dan Afrika Selatan, untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan proyek energi Arktik.
Selain investasi energi, China juga sedang mengembangkan kapal pemecah es yang lebih berat dan kapal pemecah es dengan tenaga nuklir. Dengan teknologi ini, China akan mampu memetakan kawasan Arktik dengan lebih baik, baik untuk kepentingan sipil maupun militer.
Menurut laporan intelijen Norwegia, meskipun Rusia dan China semakin mempererat kerja sama di Arktik, hubungan mereka tetap ditandai oleh gesekan dan kepentingan masing-masing. "China akan selalu menempatkan kepentingan nasionalnya terlebih dahulu, yang berarti memanfaatkan ketergantungan Rusia guna menegosiasikan perjanjian bilateral yang menguntungkan," bunyi laporan tersebut.
Dalam konteks Jalur Laut Utara, rute pelayaran yang melintasi Samudra Arktik, China tampaknya akan terus mengeksploitasi kerja sama dengan Rusia untuk meningkatkan ketergantungan Moskow terhadap keahlian dan investasi China. Hal ini dapat berdampak pada pergeseran keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut, dengan China semakin memperkuat dominasinya.
Dimensi Militer
Meskipun Rusia menolak kehadiran kapabilitas militer China di bagian barat Arktik, kedua negara telah melakukan misi pengebom strategis bersama di bagian timur kawasan tersebut pada tahun lalu. Langkah ini menjadi indikasi bahwa kerja sama militer mereka di kawasan Arktik terus berkembang.
NIS juga mengungkapkan bahwa China memiliki ambisi besar untuk memperkuat pengaruh dan kapasitasnya di Arktik dalam beberapa tahun mendatang.
"China memfasilitasi hal ini dengan memperkuat kerja sama dengan Rusia dalam kegiatan penelitian dan komersial, serta dengan meningkatkan kapasitas kapal pemecah es nasionalnya," tulis laporan tersebut.
Di sisi lain, kebijakan resmi pemerintah China mengenai Arktik menyatakan bahwa tujuan mereka adalah "memahami, melindungi, mengembangkan, dan berpartisipasi dalam tata kelola Arktik, guna menjaga kepentingan bersama semua negara dan komunitas internasional, serta mendorong pembangunan berkelanjutan di Arktik."
Perkembangan terbaru ini juga menambah kompleksitas hubungan antara Amerika Serikat, Rusia, dan China di Arktik. Laporan Bloomberg yang dikutip Newsweek menyebut bahwa Washington dan Moskow telah mendiskusikan kemungkinan kerja sama dalam eksplorasi sumber daya alam dan jalur perdagangan di Arktik. Langkah ini berpotensi "memecah belah" hubungan antara Rusia dan China.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rusia Sebut AS Rugi Rp 4.880 Triliun Saat Musuhi Moskow
Next Article NATO Mau Pecah? 1 Anggota Resmi Merapat ke China & Rusia