Jakarta, CNBC Indonesia - Saham perbankan pada perdagangan hari ini melemah yang menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun pada akhir sesi I hingga 1% lebih. Pada akhir perdagangan sesi pertama, IHSG tercatat turun 1,70% ke 7.054,18.
Nilai transaksi terbilang ramai yakni mencapai Rp 13,74 triliun yang melibatkan 13,21 miliar saham dalam 876 ribu kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun turun menjadi Rp 12.256 triliun.
Chief Economist Sucor Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini mengatakan, pelemahan IHSG hari ini akan didorong oleh pengumuman sejumlah data ekonomi penting RI.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca dagang pada April 2025 tercatat surplus US$ 150 juta. Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025) menjelaskan ekspor Indonesia pada April sebesar US$ 20,74 miliar atau naik 5,76% secara tahunan (year on year/ yoy).
Dengan demikian, surplus neraca perdagangan telah tercatat selama 60 bulan beruntun sejak Mei 2020.
"Ini kemungkinan karena data. Trade balance bulan lalu yang baru keluar. Datanya trade surplusnya turun dalam," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Senin (2/6).
Menurutnya, turunnya surplus neraca pedagangan yang cukup dalam dapat berimbas pada pelemahan nilai tukar mata yang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Tapi saya liat penurunan trade surplusnya hanya sementara," sebutnya.
Menurutnya, investor berharap Bank Indonesia (BEI) dapat menurunkan suku acuan untuk mengimbangi sentimen negatif ini.
Ia menyebut, hal itu direspon oleh investor asing untuk melepas kepemilikan sahamnya. Meskipun demikian, kata dia, koreksi yang terjadi pada saham perbankan ini merupakan koreksi sehat.
Sementara itu, Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, penurunan saham bank tak terlepas dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.
"Trumps temper tantrum efek ya kalau bisa kita mengambil dari perspektif secara keseluruhan. Karena market kita, IHSG kita berada di teritori negatif untuk kondisi saat ini," ujarnya saat dihubungi oleh CNBC Indonesia.
Menurutnya, para pelaku pasar merespon terkait dengan statement Trump yang akan menaikkan tarif baca impor dari European Union sekitar 50%. Di sisi lain Trump juga melakukan banding terhadap keputusan daripada peradilan perdagangan AS yang mana pada waktu itu peradilan perdagangan AS memang memutuskan bahwa perang tarif yang dilakukan oleh Trump itu tidak berdasarkan hukum.
"Ancaman tarif yang dilakukan oleh Trump itu tidak sesuai dengan hukum. Jadi seperti itu sentimen yang menimpa terkait dengan IHSG maupun juga salam-salam perbankan," sebutnya.
Selain itu, lanjutnya, yang paling penting para pelaku pasar menanti petunjuk terkait dengan arah kebijakan ekonomi maupun kebijakan moneter. "Kebijakan moneter, maksudnya daripada arah kebijakan moneter defect ke depan," imbuhnya.
Sebagai catatan, Trump mengumumkan kebijakan tarif impor 10% dan tarif resiprokal pada 2 April 2025. Trump juga terus mengganti kebijakan tarif impornya. Trump memang menunda tarif resiprokal hingga 90 hari tetapi tetap memberlakukan tarif 10%.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/6/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 47,4 atau mengalami kontraksi pada Mei 2025. Ini adalah kedua kali dalam dua bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.
PMI memang lebih baik dibandingkan pada April 2025 yakni 46,7.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P Global menjelaskan aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan baru yang bahkan lebih tajam dibanding April. Penurunan pesanan bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Mau Libur Panjang, IHSG Lanjut "Semringah" Tapi Rupiah Melemah
Next Article Bikin IHSG Ambruk, Analis Beberkan Alasan Asing Banyak Jual Saham Bank