Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjukkan ketidaksukaan ke Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Hal ini setidaknya terlihat dari pertengkaran verbal keduanya di Ruang Oval, Gedung Putih, pekan lalu.
Awalnya, pertemuan berjalan cukup baik selama 23 menit pertama. Terlihat pertemuan yang sopan meskipun kaku antara seorang presiden Amerika dan seorang pemimpin asing.
Situasi kemudian memanas 39 menit. Bahkan ada kesan Trump lebih menyukai Presiden Rusia Vladimir Putin.
Ya, mengutip tulisan khusus New York Times, Trump memang tampaknya benar-benar kesal selama diskusi dengan Zelensky karena kata-kata kasar mantan komedian itu ke Putin. Trump, yang tidak mengatakan apa-apa selain hal-hal baik tentang penguasa Kremlin itu, tampak tersinggung atas namanya dan memarahi Zelensky karena bersikap bermusuhan terhadap orang yang telah menginvasi negaranya.
"Dia membenci kita," kata Zelensky kepada Trump, mencoba menjelaskan bahwa Putin adalah agresor, bukan korban.
"Ini bukan tentang saya. Dia membenci orang Ukraina. Dia pikir kita bukan sebuah negara."
Zelensky pun menjelaskan pernyataan Trump pekan lalu yang menyebut Ukraina memulai perang salah besar. Ia menegaskan "Putin memulai perang ini".
Trump kemudian tidak setuju. Ia mulai menegur Zelensky karena bersikap jahat.
"Sangat menyenangkan berbicara buruk tentang orang lain," kata Trump, nadanya mencemooh.
"Tetapi saya ingin masalah ini segera diselesaikan," katanya.
"Ini bukan cinta," tegasnya menjelaskan bahwa ia menganggap Zelensky sebagai pihak yang bersalah.
"Itulah sebabnya Anda berada dalam situasi ini."
Lalu mengapa Trump sepertinya lebih suka Putin dibanding Zelensky?
Mengutip Carnegie Politika, publikasi digital yang menampilkan analisis soal Rusia dan Ukraina, Putin pintar mengambil hati Trump. Ini terjadi saat pembebasan Marc Fogel seorang warga negara AS yang ditahan di Rusia atas tuduhan narkoba terjadi pekan lalu.
Trump berbicara dengan Putin secara langsung. Putin pun memanfaatkan keinginan Trump itu, memperlakukan pria 78 tahun itu sesuai keinginannya "dianggap cepat dan tegas".
Komunikasi untuk memberikan Trump kesan keberhasilan dan kesuksesan yang dilakukan Putin. Putin hanya perlu membebaskan Fogel.
Kasus yang sama juga terjadi di Ukraina. Putin siap memberi Trump kemenangan dengan perdamaian dengan Ukraina.
"Ia memulai perang dan akan menghentikannya jika kondisi tertentu terpenuhi dan kata-kata yang tepat diucapkan," ujar analisis lembaga itu, dikutip Selasa (4/3/2025).
"Selama seperempat abad berkuasa, Putin telah mengusulkan agar Rusia dan Amerika Serikat bekerja sama untuk mengalahkan musuh bersama, mulai dari teroris Islam dan perompak Somalia hingga COVID-19 dan bahkan pemanasan global," tambahnya.
"Ia percaya bahwa kemenangan seperti itu akan membawa kedua negara lebih dekat, melampaui hambatan politik dan ideologis, perbedaan antara kekuatan yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah, dan bahkan penindasan domestik Rusia, seperti yang berhasil dilakukan Stalin dan Roosevelt pada tahun 1940-an."
Hal ini berbeda dengan Zelensky. Dimuat Politico, Zelenskyy melakukan kesalahan fatal dengan terlibat dalam debat di depan kamera dengan Trump dan wakilnya JD Vance di Gedung Putih. Itu memalukan buat Trump dan menimbulkan kemarahannya.
Kebencian Pribadi Trump ke Zelensky sejak 2019
Indian Express juga mencoba membedah ini. Laman itu mengatakan tampaknya Trump memendam ketidaksukaan pribadi terhadap Zelensky.
"Trump membenci Ukraina. Dia dan orang-orang di sekitarnya percaya bahwa Ukraina adalah penyebab semua masalah Trump..," kata seorang pengusaha Ukraina-Amerika yang pernah bekerja dengan pengacara Trump, Rudy Giuliani, Lev Parnas.
"Dia membenci Zelensky dengan penuh semangat, dan Zelensky mengetahuinya," tambahnya.
Trump dan Zelensky memang punya sejarah yang sudah terjalin setidaknya lima tahun lalu, sekitar 2019. Saat itu, Zelensky tidak melakukan sesuatu yang Trump inginkan.
Ini terkait kasus pemakzulan Trump di masa dirinya menjabat di periode pertama. Kala itu muncul isu bahwa pemilu AS 2016 yang dimenangkan Trump terkait campur tangan Rusia.
"Penyelidikan oleh otoritas Amerika mengklaim bahwa Rusia telah meretas email Partai Demokrat dan merilisnya. Dokumen yang bocor menunjukkan bahwa pimpinan Partai Demokrat lebih memilih Hillary Clinton sebagai kandidat Presiden daripada Bernie Sanders, yang merusak reputasi Clinton," tulis laman itu, yang juga bersumber dari Politico.
"Namun, Trump mengatakan peretasan itu dilakukan oleh Ukraina untuk mencemarkan nama baik Rusia. Begitu ia menjadi Presiden, dalam panggilan telepon yang menentukan pada tahun 2019, ia bahkan meminta Zelensky untuk menyelidiki masalah tersebut dan mengembalikan server yang ia yakini berada di Ukraina. Zelensky menyetujui hal ini akan memperkuat teori campur tangan Ukraina."
Namun, ini bukan satu-satunya bantuan yang Trump minta. Ia juga meminta Zelensky untuk menyelidiki putra Joe Biden, Hunter Biden, terkait perusahaan migas di sana.
Ia bahkan membuat kunjungan ke Gedung Putih untuk Zelensky. Di mana Trump berjanji akan memberikan bantuan militer senilai hampir US$400 juta untuk Ukraina dengan syarat bantuan ini diberikan.
Namun permintaan itu justru menjadi masalah. Ini dibawa ke Kongres AS dan Trump dimakzulkan atas tindakannya meminta penyelidikan Hunter.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini: