Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) berpotensi semakin mendominasi pasar Liquefied Petroleum Gas (LPG) di Indonesia. Hal ini menyusul rencana pemerintah yang akan menambah impor LPG dan minyak mentah sebagai bagian dari negosiasi atas kebijakan tarif bea masuk sebesar 32% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa keputusan memperbesar impor LPG dan minyak mentah merupakan bagian dari strategi negosiasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Terutama, untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat.
"Kalau seandainya sektor ESDM, maka kita akan memperbanyak di sektor LPG sama minyak dan saya lagi meng-exercise dengan tim saya, agar kita bisa melakukan pembelian di sana, supaya bisa membuat neraca pedagang kita balance," ungkapnya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Bahlil memahami dalam kondisi ekonomi global yang penuh tantangan saat ini, masing-masing negara akan memprioritaskan kepentingan domestiknya. Oleh sebab itu, masing-masing negara pasti mempunyai strategi yang berbeda.
"Karena gini, kontribusi pertumbuhan ekonomi kita itu 53% itu dari konsumsi, 30% itu dari investasi. Spending pemerintah sekitar 5-6%. Ekspor-impor kita ini 3-5%. Total ekspor kita ke Amerika itu 10%. Jadi jangan dianggap bahwa seolah-olah ini barang yang besar. Tidak, tapi kita harus hati-hati," ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil membeberkan porsi impor minyak mentah RI dari Amerika Serikat selama ini hanya sekitar 4% dari keseluruhan impor, sementara untuk LPG, saat ini berkisar 54%.
Adapun, impor migas untuk konsumsi dalam negeri selama ini berasal dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.
Dengan akan ditambahkannya impor LPG dari AS, Bahlil pun mengakui volume impor dari negara-negara lainnya akan dikurangi, seperti dari Timur Tengah, Afrika, maupun Singapura.
"Tidak disetop juga, tapi volumenya yang mungkin dikurangi. Tidak disetop, volumenya yang mungkin dikurangi," kata Bahlil terkait impor LPG dari negara lain selain AS.
Lantas, berapa besar sebenarnya RI sudah mengimpor LPG dari AS selama ini?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Desember 2024 RI mengimpor Liquefied Propane and Butane alias LPG sebanyak 3,94 miliar kilo gram (kg) atau sekitar 3,94 juta ton dari Amerika Serikat.
Adapun nilai impor LPG dari AS selama 2024 tersebut tercatat mencapai US$ 2,03 miliar atau sekitar Rp 32,22 triliun (kurs rata-rata sepanjang 2024 Rp 15.847 per US$).
Selain LPG, RI ternyata juga mengimpor minyak mentah (crude) dari AS. Namun, sepanjang 2024 impor minyak dari AS tercatat 668,47 juta kg dengan nilai sebesar US$ 430,87 juta atau sekitar Rp 6,8 triliun.
Berdasarkan data BPS, total impor LPG, liquefied propane dan butane, sepanjang 2024 tercatat mencapai 6,89 miliar kg atau 6,89 juta ton. Adapun total nilai impor LPG pada 2024 tercatat mencapai US$ 3,79 miliar.
Artinya, impor LPG dari Amerika Serikat mendominasi, yakni mencapai 57% dari total volume impor LPG RI. Sementara dari sisi nilai, impor LPG dari AS mencapai 53% dari total impor LPG RI.
Seperti diketahui, Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32% oleh Pemerintahan Donald Trump, yang diumumkan pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat.
Jika dilihat dari perdagangan AS, neraca perdagangan Paman Sam dengan Indonesia saat ini negatif (defisit) untuk tahun 2024, artinya nilai impor AS dari RI lebih besar daripada nilai ekspor AS ke RI. Dari data Gedung Putih, nilainya minus US$ 18 miliar.
Namun apabila dilihat dari sisi Tanah Air, Indonesia mencatat surplus tak sampai US$17 miliar pada 2024.
Merujuk data Kementerian Perdagangan RI, Indonesia surplus perdagangan sebesar US$14,34 miliar pada Januari-Desember 2024. Defisit tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-15 dalam daftar negara dengan defisit perdagangan terbesar bagi Negeri Paman Sam.
(wia)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menanti Jurus Prabowo Hadang Dampak Perang Tarif Trump
Next Article Video: Bangun Pabrik LPG 2 Juta Ton Demi Tekan Impor, RI Sudah Siap?