Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia merilis aturan terbaru yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan dan Pemanfaatan Mineral di Kawasan Dasar Laut Internasional (KDLI).
Aturan ini diteken Menteri Bahlil pada 14 April 2025. Sebagai informasi, KDLI adalah dasar laut serta tanah di bawahnya yang terletak di luar batas wilayah yurisdiksi Indonesia.
Dalam Pasal 2 aturan ini disebutkan, bahwa: (1) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini mengatur mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan Mineral di KDLI. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Prospeksi
b. Eksplorasi, dan c. Eksploitasi. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemanfaatan Mineral hasil kegiatan Eksploitasi yang digunakan untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional.
Prospeksi
Pasal 3
(1) Kegiatan Prospeksi dilaksanakan oleh:
a. Menteri; atau
b. Badan Usaha, selama jangka waktu yang dimohonkan dan disetujui Otoritas.
(2) Menteri dalam melaksanakan kegiatan Prospeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat:
a. melakukan secara sendiri
b. bekerja sama dengan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan;
c. bekerja sama baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara lain yang telah meratifikasi Konvensi; atau
d. menugaskan BUMN.
(3) Pelaksanaan kegiatan Prospeksi oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan oleh:
a. BUMN; atau
b. Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri atau Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal asing.
(4) Kegiatan Prospeksi yang dilaksanakan oleh Menteri atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diterimanya pemberitahuan yang menyatakan pengajuan notifikasi telah tercatat sesuai dengan Regulasi Otoritas.
Pasal 4
(1) Pelaksanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Menteri secara sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, didahului dengan penyampaian permohonan pengajuan notifikasi dengan disertai kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas permohonan pengajuan notifikasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
(2) Pemenuhan kelengkapan administratif dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan Regulasi Otoritas.
(3) Penyampaian permohonan pengajuan notifikasi serta kelengkapan administratif dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri menyampaikan notifikasi kepada sekretaris jenderal Otoritas.
Pasal 5
(1) Pelaksanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b didahului dengan penyampaian kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas permohonan pengajuan notifikasi kepada Menteri.
(2) Kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas permohonan pengajuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nomor induk berusaha;
b. dokumen yang menyatakan ketersediaan tenaga ahli di bidang Prospeksi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi;
c. rencana kegiatan Prospeksi paling sedikit memuat:
- koordinat lokasi rencana Prospeksi;
- dasar pertimbangan pemilihan lokasi, rencana
pelaksanaan, dan jangka waktu kegiatan
Prospeksi yang dimohonkan; - rencana dan metode survei batimetri, survei
geofisika, rencana pengambilan sampel, dan
analisis laboratorium; dan - rencana anggaran biaya;
d. surat pernyataan dari Badan Usaha yang menyatakan:
- akan mematuhi ketentuan Konvensi, Persetujuan Pelaksanaan, dan atau Regulasi Otoritas;
- kesediaan untuk melakukan kerja sama dalam bidang program pelatihan terkait riset ilmiah kelautan dan pelindungan dan pemeliharaan lingkungan laut;
- penerimaan hasil verifikasi dari Otoritas terkait aspek kepatuhan;
- kesediaan melakukan penyerahan data hasil Prospeksi sesuai dengan Regulasi Otoritas; dan
- penyampaian dokumen mitigasi terkait pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup kepada Otoritas;
e. rencana kerja sama apabila melibatkan pihak lain dalam pelaksanaan Prospeksi; dan
f. kelengkapan lain yang menjadi syarat pengajuan Prospeksi berdasarkan ketentuan Konvensi, Persetujuan Pelaksanaan, dan/atau Regulasi Otoritas
(3) Menteri melakukan evaluasi kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas permohonan pengajuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
a. Menteri meneruskan permohonan pengajuan notifikasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah kelengkapan administratif dan dokumen pendukung disampaikan oleh Badan Usaha secara lengkap dan benar; atau
b. Menteri dapat menolak permohonan pengajuan notifikasi kepada Otoritas dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima.
Pasal 6
(1) Pelaksanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan dengan bekerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, didahului dengan penawaran wilayah Prospeksi oleh Menteri kepada Kepala lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan dilengkapi dengan anggaran biaya yang disediakan.
(2) Dalam hal lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan berminat atas penawaran Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala lembaga harus menyampaikan surat pernyataan minat disertai dengan kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas permohonan pengajuan notifikasi kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penawaran.
(3) Kelengkapan administratif dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. dokumen yang menyatakan ketersediaan tenaga ahli di bidang Prospeksi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi;
b. rencana kegiatan Prospeksi paling sedikit memuat:
- koordinat lokasi rencana Prospeksi;
- dasar pertimbangan pemilihan lokasi, rencana pelaksanaan, dan jangka waktu kegiatan Prospeksi;
- rencana dan metode survei batimetri, survei geofisika, rencana pengambilan sampel, dan analisis laboratorium; dan
- rencana anggaran biaya;
c. surat pernyataan yang menyatakan:
- akan mematuhi ketentuan Konvensi, Persetujuan Pelaksanaan, dan/atau Regulasi Otoritas;
- kesediaan untuk melakukan kerja sama dalam bidang program pelatihan terkait riset ilmiah kelautan dan pelindungan dan pemeliharaan lingkungan laut;
- penerimaan hasil verifikasi dari Otoritas terkait aspek kepatuhan;
- kesediaan melakukan penyerahan data hasil Prospeksi sesuai dengan Regulasi Otoritas; dan
- penyampaian dokumen mitigasi terkait pelindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup kepada Otoritas;
d. rencana kerja sama apabila melibatkan pihak lain dalam pelaksanaan Prospeksi; dan
e. kelengkapan lain yang menjadi syarat pengajuan Prospeksi berdasarkan ketentuan Konvensi, Persetujuan Pelaksanaan, dan/atau Regulasi Otoritas.
(4) Menteri melakukan evaluasi kelengkapan administratif dan dokumen pendukung atas pernyataan minat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri memberikan persetujuan atas pernyataan minat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat pernyataan minat yang disertai dengan rencana kegiatan Prospeksi disampaikan secara lengkap dan benar.
"Ketentuan mengenai permohonan kegiatan Prospeksi dalam rangka pengajuan Notifikasi kepada Otoritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis dengan ketentuan permohonan kegiatan Prospeksi yang dilakukan berdasarkan kerja sama baik secara bilateral maupun multilateral dengan Badan Usaha Asing negara lain yang telah meratifikasi Konvensi," mengutip Pasal 7.
Pasal 9
(1) Pendanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Menteri atau yang dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pendanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Badan Usaha berasal dari pendanaan Badan Usaha.
(3) Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan BUMN, pendanaan berasal dari pendanaan BUMN.
(4) Pendanaan kegiatan Prospeksi yang dilakukan dengan bekerja sama baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara lain yang telah meratifikasi Konvensi berasal dari sumber yang disepakati dalam perjanjian kerja sama.
Pasal 10
(1) Kegiatan Prospeksi dilaksanakan selama jangka waktu
yang telah disetujui Otoritas.
(2) Pelaksana kegiatan Prospeksi berhak mendapatkan
Mineral yang tergali dalam jumlah yang wajar untuk keperluan pengambilan contoh berdasarkan persetujuan Otoritas.
(3) Kegiatan Prospeksi tidak dapat dilaksanakan pada area:
a. kontrak Eksplorasi dan Eksploitasi yang telah disetujui Otoritas;
b. kawasan cadangan yang telah ditentukan Otoritas; dan
c. yang ditetapkan oleh Otoritas sebagai area yang dilarang karena adanya risiko serius dan berbahaya terhadap lingkungan akibat aktivitas di KDLI.
(4) Pelaksana kegiatan Prospeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak mengusulkan permohonan untuk melaksanakan kegiatan Eksplorasi kepada Menteri.
Pasal 11
(1) Menteri dapat melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan Prospeksi.
(2) Menteri dapat merekomendasikan pengakhiran kegiatan Prospeksi apabila berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. pelaksana kegiatan Prospeksi tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. terdapat permintaan penghentian kegiatan Prospeksi dari pelaksana kegiatan Prospeksi.
(3) Menteri menyampaikan rekomendasi pengakhiran
kegiatan Prospeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada sekretaris jenderal Otoritas melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri.
"Dalam hal Menteri merekomendasikan pengakhiran kegiatan Prospeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), pelaksana kegiatan Prospeksi bertanggung jawab penuh atas tuntutan ganti kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian dan kegagalan pelaksana kegiatan Prospeksi dalam memenuhi kewajibannya terhadap ketentuan Konvensi, Persetujuan Pelaksanaan, Regulasi Otoritas, dan/atau Perjanjian Kerja Sama selama pelaksanaan kegiatan Prospeksi," tulis Pasal 12.
"Kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Menteri secara sendiri berakhir apabila telah selesai melakukan kegiatan Prospeksi sesuai dengan rencana kegiatan dan jangka waktu yang telah disetujui Otoritas," ungkap Pasal 13.
Pasal 14
(1) Kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh Badan Usaha berakhir karena:
a. Badan Usaha pelaksana Prospeksi telah selesai melakukan kegiatan Prospeksi dan memenuhi target Prospeksi;
b. dicabutnya persetujuan pelaksanaan Prospeksi oleh Otoritas; atau
c. habisnya jangka waktu Prospeksi yang telah
disetujui Otoritas.
(2) Segala kerugian yang timbul sebagai akibat dicabutnya persetujuan pelaksanaan Prospeksi oleh Otoritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menjadi beban pelaksana Prospeksi.
Pasal 15
Kegiatan Prospeksi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan penyelenggaraan keantariksaan berakhir apabila telah selesai melakukan kegiatan Prospeksi sesuai dengan rencana kegiatan dan jangka waktu yang telah disetujui Otoritas.
Pasal 16
Kegiatan Prospeksi yang dilakukan dengan bekerja sama baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara lain yang telah meratifikasi Konvensi berakhir apabila:
a. telah selesai melakukan kegiatan Prospeksi dan memenuhi target Prospeksi;
b. dicabutnya persetujuan pelaksanaan Prospeksi oleh Otoritas; atau
c. habisnya jangka waktu yang telah disetujui Otoritas.
Eksplorasi
Pasal 17
Badan Usaha yang telah selesai melaksanakan kegiatan Prospeksi dan telah memenuhi target Prospeksi diprioritaskan untuk mendapatkan Sertifikat Dukungan dalam rangka kegiatan Eksplorasi untuk melanjutkan kegiatan Eksplorasi.
Pasal 18
(1) Kegiatan Eksplorasi dapat dilaksanakan oleh:
a. Menteri; atau
b. Badan Usaha, sesuai Rencana Kerja Eksplorasi dan kontrak Eksplorasi yang disetujui Otoritas.
(2) Menteri dalam melaksanakan kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat:
a. melakukan secara sendiri;
b. bekerja sama dengan Badan Usaha;
c. bekerja sama dengan negara lain yang telah menjadi anggota Konvensi melalui perjanjian kerja sama; atau
d. menugaskan BUMN.
(3) Pelaksanaan kegiatan Eksplorasi oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan oleh:
a. BUMN; atau
b. Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri atau Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal asing.
Pasal 19
(1) Dalam hal Menteri bekerja sama dengan negara lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c, kegiatan Eksplorasi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama.
(2) Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Pelaksanaan kegiatan Eksplorasi hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha dan Badan Usaha atau Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama setelah memiliki Rencana Kerja Eksplorasi di KDLI yang tercantum dalam kontrak Eksplorasi yang disetujui Otoritas," terang Pasal 25
Pasal 30
(1) Calon Kontraktor yang telah mendapatkan persetujuan
Rencana Kerja Eksplorasi dari Otoritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b melakukan kontrak kerja Eksplorasi dengan Otoritas.
(2) Salinan kontrak kerja Eksplorasi yang telah disepakati dengan Otoritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan Kontraktor kepada Menteri dan ditembuskan kepada Tim Koordinasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah ditandatanganinya kontrak kerja Eksplorasi dengan Otoritas.
(3) Isi kontrak kerja Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat hal yang ditentukan di dalam Regulasi Otoritas.
Pasal 31
(1) Kegiatan Eksplorasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) tahun sesuai dengan kontrak kerja Eksplorasi yang telah disepakati dengan Otoritas.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan perpanjangan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dimohonkan kepada Otoritas paling lambat 6 (enam) bulan sebelum jangka waktu Rencana Kerja Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.
(4) Perpanjangan Eksplorasi yang telah disetujui Otoritas wajib disampaikan kepada Menteri dan ditembuskan kepada Tim Koordinasi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diperolehnya persetujuan.
Pasal 32
(1) Luas wilayah untuk kegiatan Eksplorasi yang dapat diberikan kepada Calon Kontraktor mengacu pada luas wilayah maksimal yang ditentukan dalam Regulasi Otoritas dan kontrak kerja Eksplorasi yang telah disetujui.
(2) Terhadap luas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan penciutan dengan tata waktu dan mekanisme yang diatur dalam Regulasi Otoritas
Eksploitasi
Pasal 34
(1) Kegiatan Eksploitasi dapat dilaksanakan oleh:
- Menteri; atau
- Badan Usaha, sesuai Rencana Kerja Eksploitasi dan kontrak Eksploitasi yang disetujui Otoritas.
(2) Menteri dalam melaksanakan kegiatan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat:
- melakukan sendiri;
- bekerja sama dengan Badan Usaha;
- bekerja sama dengan negara lain yang telah menjadi
anggota Konvensi melalui perjanjian kerja sama; atau - menugaskan BUMN.
(3) Pelaksanaan kegiatan Eksploitasi oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan oleh:
a. BUMN; atau
b. Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri atau Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal asing.
Pasal 35
(1) Dalam hal Menteri bekerja sama dengan negara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c, kegiatan Eksploitasi dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama.
(2) Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 36
(1) Kegiatan Eksploitasi yang dilakukan oleh Badan Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b dan Badan Usaha atau Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) didasarkan pada Sertifikat Dukungan yang diterbitkan oleh Menteri.
(2) Sertifikat Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan setelah dipenuhinya kriteria dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan secara lengkap dan benar.
(3) Menteri dapat menolak permohonan penerbitan Sertifikat Dukungan apabila kriteria dan persyaratan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar.
(4) Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merujuk pada Regulasi Otoritas dan paling sedikit terdiri atas syarat dan kualifikasi administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
"Badan Usaha dan Badan Usaha atau Badan Usaha Asing yang ditunjuk secara bersama yang telah mendapatkan Sertifikat Dukungan dalam kegiatan dan telah melakukan kegiatan Eksplorasi di KDLI, dijamin untuk mendapatkan Sertifikat Dukungan dalam kegiatan Eksploitasi ," terang Pasal 37.
Manfaat Mineral hasil kegiatan eksploitasi di KDLI
Pasal 39
(1) Pemanfaatan Mineral dari hasil kegiatan Eksploitasi digunakan untuk kepentingan nasional.
(2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui kegiatan:
- pengolahan Mineral hasil kegiatan Eksploitasi di dalam negeri;
- pengolahan Mineral hasil kegiatan Eksploitasi di luar negeri sebagai bahan baku industri hilirisasi di dalam negeri; dan/atau
- penjualan dan pemasaran Mineral hasil kegiatan Eksploitasi di luar negeri.
(3) Dalam pelaksanaan pemanfaatan hasil kegiatan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, Mineral yang masuk ke wilayah kepabeanan Indonesia, diperlakukan sama dengan Mineral yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan di dalam negeri.
(4) Perlakuan sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
- pembebasan bea masuk; dan
- pembebasan PPN impor barang, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(5) Kegiatan Pemanfaatan Mineral dari hasil kegiatan Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonsultasikan dengan Tim Koordinasi.
Peningkatan Nilai Tambah Mineral di Dalam Negeri
Pasal 40
(1) Mineral yang berasal dari area di KDLI yang disponsori oleh Indonesia dan dimanfaatkan sebagaimana ketentuan Pasal 39 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan peningkatan nilai tambah dalam rangka hilirisasi Mineral di dalam negeri.
(2) Kontraktor yang melaksanakan peningkatan nilai tambah di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib untuk memenuhi standar perizinan berusaha yang berlaku dan mendirikan badan usaha baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Badan usaha baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki izin usaha pertambangan apabila Kontraktor melakukan sendiri kegiatan peningkatan nilai tambah di dalam negeri secara terintegrasi.
(4) Dalam hal Kontraktor tidak melakukan sendiri peningkatan nilai tambah di dalam negeri secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki izin usaha di bidang Industri pengolahan dan/atau pemurnian Mineral logam.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini: