Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan hari ini, Senin (10/3/2025) menjelang banyaknya data ekonomi AS yang akan keluar pada hari ini.
Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah pada hari ini Senin pukul 09.05 WIB ada di posisi Rp 16.295 atau melemah tipis 0,03%.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (7/3/2025), rupiah ditutup menguat 0,22% ke Rp 16.290/US$1. Dalam sepekan rupiah melesat 1,5%.
Sentimen yang menggerakkan mata uang Garuda hari ini tampaknya masih cenderung didominasi dari eksternal khususnya AS.
DXY yang terkoreksi akibat pasar tenaga kerja AS melambat bulan lalu, dengan jumlah pekerjaan baru yang lebih rendah dari perkiraan menjadi sentimen positif bagi rupiah untuk dapat mengalami apresiasi setidaknya dalam jangka waktu dekat.
Indeks dolar terjun ke level 103 atau terendah sejak November 2024.
Laporan tersebut memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga beberapa kali tahun ini. Berdasarkan survei CME FedWatch Tool, pasar kini menilai terjadi pemangkasan pertama kemungkinan akan dimulai pada Juni dengan total cut rate sejumlah 75 bps.
Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pidatonya di University of Chicago School of Business, menegaskan bahwa bank sentral tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga sebelum mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai dampak kebijakan pemerintahan Trump terhadap ekonomi.
Berbicara soal Laporan ketenagakerjaan, data terakhir dari AS menunjukkan penambahan 151.000 pekerjaan pada Februari, lebih rendah dari perkiraan 160.000 pekerjaan. Data Januari juga direvisi turun menjadi 125.000 pekerjaan, dari laporan awal 143.000 pekerjaan.
Ekonom Natalia Lojevsky dari CIFC Asset Management menilai bahwa perlambatan pertumbuhan upah menjadi kabar baik bagi The Fed dalam menilai tekanan inflasi di pasar tenaga kerja dan ekonomi secara keseluruhan. Upah rata-rata per jam naik hanya 0,3% pada Februari, lebih rendah dari kenaikan pada Januari.
Secara keseluruhan, pekan ini penuh dengan gejolak di pasar valuta asing, dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi AS serta kebijakan perdagangan Trump.
Menteri Keuangan Scott Bessent memperingatkan bahwa ekonomi AS bisa melambat karena pergeseran dari pengeluaran publik ke pengeluaran swasta, menyebutnya sebagai "periode detoksifikasi" menuju keseimbangan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Sementara itu, keputusan Trump pada Kamis lalu untuk menunda tarif bagi Meksiko dan Kanada hingga 2 April hanya memberikan sedikit dampak pada pasar. Setelah batas waktu tersebut, Trump berencana menerapkan tarif balasan kepada semua mitra dagang AS.
Powell menegaskan bahwa lonjakan harga akibat tarif tidak akan langsung direspons oleh kebijakan moneter. Analis Tony Roth dari Wilmington Trust Investment Advisors menilai bahwa The Fed akan tetap berhati-hati sebelum mengambil tindakan, terutama jika dampak tarif masih belum jelas dalam data ekonomi.
Pelaku pasar juga menunggu data-data penting AS pada pekan ini yang akan menentukan pergerakan rupiah, di antaranya adalah:
Lowongan JOLTS AS
Pada Selasa (11/3/2025), Biro Statistik Tenaga Kerja AS akan melaporkan Jumlah lowongan pekerjaan JOLTS periode Januari 2025. Sebelumnya, jumlah lowongan pekerjaan menurun menjadi 7,6 juta pada hari kerja terakhir bulan Desember, Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan.
Selama bulan tersebut, perekrutan dan total pemutusan hubungan kerja sedikit berubah pada masing-masing 5,5 juta dan 5,3 juta. Dalam pemutusan hubungan kerja, berhenti (3,2 juta) dan PHK dan pemecatan (1,8 juta) sedikit berubah. Rilis ini mencakup estimasi jumlah dan tingkat lowongan pekerjaan, perekrutan, dan pemutusan hubungan kerja untuk seluruh sektor nonpertanian, menurut industri, dan menurut kelas ukuran perusahaan.
Inflasi AS
Masih di hari yang sama Rabu (12/3/2025), terdapat data inflasi AS periode Februari 2025. Sebelumnya, tingkat inflasi tahunan di AS naik tipis menjadi 3% pada Januari 2025, dibandingkan dengan 2,9% pada Desember 2024, dan di atas perkiraan pasar sebesar 2,9%, yang menunjukkan kemajuan yang terhenti dalam mengekang inflasi.
Biaya energi naik 1% tahun-ke-tahun, kenaikan pertama dalam enam bulan, setelah penurunan 0,5% pada Desember, terutama karena bensin (-0,2% vs -3,4%), bahan bakar minyak (-5,3% vs -13,1%) dan gas alam (4,9% vs 4,9%).
Selain itu, harga mobil dan truk bekas pulih (1% vs -3,3%), biaya transportasi meningkat (8% vs 7,3%) dan turun lebih sedikit untuk kendaraan baru (-0,3% vs -0,4%). Di sisi lain, inflasi stabil untuk makanan (2,5% vs 2,5%) dan melambat untuk tempat tinggal (4,4% vs 4,6%).
Secara bulanan, inflasi AS naik sebesar 0,5%, di atas 0,4% pada bulan sebelumnya dan ekspektasi akan melambat menjadi 0,3%. Indeks untuk tempat tinggal naik 0,4%, yang mencakup hampir 30% dari kenaikan tersebut. Sementara itu, inflasi inti tahunan secara tak terduga naik menjadi 3,3%, dibandingkan dengan perkiraan yang akan melambat menjadi 3,1%. Tingkat bulanan naik lebih dari yang diharapkan menjadi 0,4%.
Harga Produsen AS
Berlanjut pada hari Kamis (13/3/2025), terdapat rilis data indeks harga produsen (PPI) AS periode Februari 2025. Sebelumnya, indeks harga produsen (PPI) AS, yang mengukur apa yang diperoleh produsen untuk barang dan jasa mereka, meningkat sebesar 0,4% yang disesuaikan secara musiman pada bulan tersebut, dibandingkan dengan estimasi Dow Jones sebesar 0,3%, Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan.
(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rupiah Anjlok ke 16.575 per USD, Terparah Sepanjang Sejarah
Next Article Rupiah Menguat Tipis, Harga Dolar Sempat Sentuh Rp15.900