REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari terakhir, masyarakat ramai membicarakan konten santri ngecor bangunan pesantren. Mereka mempertanyakan, santri kan seharusnya ngaji kitab, mendengarkan petuah guru, dan beribadah. Kok ini malah ngecor bangunan? Respons yang lebih pedas dari itu berseliweran dalam kolom komentar dan postingan pengguna media sosial.
Kegiatan ngecor bangunan merupakan salah satu dari sekian banyak aktivitas santri yang belajar di sejumlah pesantren. Memang tidak semua pesantren mengarahkan santrinya melaksanakan kegiatan itu. Namun demikian, santri ngecor bukanlah kegiatan negatif. Berikut ini penjelasannya.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara, tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Salah satu tradisi yang paling melekat dan menjadi ciri khas kehidupan pesantren adalah ro'an. Istilah yang berasal dari bahasa Arab, tabarrukan, ini bermakna mencari berkah, namun dalam konteks pesantren, ia menjelma menjadi sebuah kegiatan gotong royong massal.
Pada mulanya sekadar membersihkan lingkungan pondok. Lambat laun meluas. Santri ikut membersamai masyarakat membangun dan melestarikan lingkungan sekitarnya baik di dalam maupun luar area pesantren. Termasuk di dalamnya terlibat dalam membangun sarana, baik pribadi maupun umum. Ro'an merupakan manifestasi nyata dari semangat kebersamaan, keikhlasan, dan pengabdian yang menjadi pondasi utama kehidupan santri.
Makna yang dalam
Secara harfiah, ro'an adalah kegiatan kerja bakti yang rutin dilakukan oleh seluruh santri, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka bahu-membahu membersihkan setiap sudut pesantren, mulai dari kamar, asrama, halaman, masjid, hingga selokan. Namun, makna ro'an jauh melampaui kegiatan fisik tersebut.
Bagi para santri, ro'an adalah sarana untuk membersihkan diri dari kotoran lahir (lingkungan) dan batin (sifat malas, egoisme). Setiap sapuan, setiap angkatan sampah, dan setiap tetes keringat adalah bagian dari proses mensucikan diri dan melatih kepekaan sosial.
Tradisi ro'an bukanlah fenomena baru, melainkan telah berakar kuat dalam budaya Nusantara, khususnya Jawa. Konsep gotong royong yang menjadi "roh asli bangsa Indonesia" telah diadopsi dan diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan pesantren sejak berdirinya.