Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan buka suara soal kemungkinan pengetatan polis buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional.
Sebagaimana diketahui, keputusan MK ini menghilangkan dasar hukum bagi perusahaan asuransi untuk secara sepihak membatalkan polis, sehingga diperlukan penyempurnaan regulasi dan proses di industri asuransi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (KE PPDP) Ogi Prastomiyono mengatakan, pihaknya menyambut baik keputusan MK tersebut. Hal ini lantaran akan ada perbaikan-perbaikan dari segi perjanjiannya polis.
"Dalam waktu dekat kita dengan asosiasi AAJI, AAUI, dan AASI itu sudah bicara. Nanti ada respon mengenai hal tersebut tapi kita menyangkut positif lah mengenai keputusan MK karena itu keseimbangan antara konsumen, perusahaan asuransi dan juga masyarakat," ungkap Ogi ditemui usai acara PPDP regulatory dissemination day, di Jakarta, Senin, (3/2/2025).
Ogi pun memberi sinyal bahwa ke depan polis akan lebih ketat. Selain itu, nasabah juga diharap dapat memahami secara penuh perjanjiannya sebelum menandatangani polis.
"Diungkapkan di dalam perjanjian-perjanjiannya karena itu dari semula dari awal itu si konsumen harus memahami bahwa informasi yang disampaikan itu sudah sesuai dalam kondisi yang sebenarnya jadi ada keseimbangan antara konsumen dengan perusahaan asuransi," kata dia.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Iwan Pasila mengatakan, diperlukan adanya penyempurnaan regulasi dan proses di industri asuransi setelah putusan ini.
"Kami melihat bahwa putusan MK ini sangat baik untuk memperbaiki citra industri kita. Sekaligus juga kami melihat bahwa ini kesempatan yang sangat baik untuk memastikan kita bisa melakukan standarisasi yang baik," ungkap Iwan dalam webinar KUPASI, Kamis, (30/1/2025).
Sebagai tindaklanjut, OJK akan melakukan pertemuan dengan asosiasi pada 9 Februari 2025 mendatang untuk mendiskusikan terkait persiapan tiga standarisasi tersebut.
Adapun ketiga imbauan tersebut antara lain sebagai berikut.
Perbaikan Polis
Pertama, OJK menekankan perlunya perbaikan ketentuan polis, terutama terkait klausul pembatalan yang harus lebih jelas dan sederhana. OJK mendorong asosiasi industri asuransi untuk menyusun standar polis dengan klausul yang transparan dan mudah dipahami oleh pemegang polis.
Selain itu, informasi terkait klausul pembatasan harus disertakan dalam surat permohonan asuransi (SPA) agar nasabah memahami hak dan kewajiban mereka sejak awal.
"Perlu juga adanya penyesuaian ketentuan polis reasuransi baik di dalam atau luar negeri," kata Iwan.
Perbaikan Proses Klaim
Kedua, OJK meminta perusahaan asuransi untuk meningkatkan standar dalam proses klaim guna menghindari penolakan yang tidak beralasan.
"Jika dalam tahap awal pengajuan polis tidak ada pemeriksaan kesehatan yang diwajibkan, maka alasan kondisi kesehatan yang tidak terdeteksi tidak dapat digunakan untuk membatalkan klaim di kemudian hari," jelasnya.
OJK menekankan bahwa semua perusahaan asuransi harus memiliki standar proses klaim yang seragam agar tidak ada perbedaan perlakuan terhadap nasabah.
Perbaikan Proses Underwriting
Ketiga, OJK mendorong standarisasi proses underwriting agar seluruh perusahaan asuransi memiliki pedoman yang sama dalam menilai risiko calon nasabah. Perusahaan asuransi juga diharapkan membangun basis data bersama terkait status underwriting nasabah.
Hal ini diperlukan jika seseorang dikategorikan memiliki risiko sub standar, maka perusahaan asuransi lain yang ingin menutupi risikonya dapat menggunakan penilaian yang sama.
Dengan adanya langkah-langkah ini, OJK berharap industri asuransi di Indonesia dapat semakin profesional dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Ujungnya, hal ini diharap dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada asuransi.
(ayh/ayh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bos Asuransi Soal Putusan MK Terkait Pembatalan Klaim Sepihak
Next Article Tok, MK Putuskan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak