Bupati Halim Sebut Sampah Basah Hambat Kerja Mesin ITF Bawuran

4 hours ago 1

Bupati Halim Sebut Sampah Basah Hambat Kerja Mesin ITF Bawuran Lokasi ITF Bawuran yang kembali menjadi sorotan setelah dinilai belum mampu bekerja sesuai kapasitasnya. - Harian Jogja/Kiki Luqman.

Harianjogja.com, BANTUL—Fasilitas pengolahan sampah Intermediate Treatment Facility (ITF) Bawuran di Kapanewon Pleret, Bantul, kembali menjadi sorotan setelah dinilai belum mampu bekerja sesuai kapasitasnya. Menanggapi hal itu, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menjelaskan bahwa persoalan utama terletak pada kondisi sampah yang dikirim ke lokasi tersebut.

“ITF Bawuran itu salah satu insenerator milik pemerintah di DIY yang ada di Kabupaten Bantul, milik badan usaha milik daerah Bantul yang memang dirancang untuk memusnahkan sampah,” ujar Halim Rabu (22/10/2025).

Menurutnya, insinerator yang dikelola oleh Perumda Aneka Dharma itu memiliki kapasitas membakar lebih dari 50 ton sampah per hari. Namun dalam praktiknya, fasilitas tersebut baru bisa mengolah sekitar 20 hingga 25 ton. Dengan kata lain, baru separuh dari kemampuan mesin yang benar-benar terpakai.

Halim menilai, rendahnya volume pengolahan bukan disebabkan oleh kerusakan alat, melainkan karena karakteristik sampah yang diterima ITF masih terlalu basah. Kondisi tersebut membuat proses pembakaran tidak berjalan dengan sempurna.

“Karena sampah yang disetor itu adalah sampah basah, mesti dikeringkan dulu. Tetapi, kalau sampah di ITF Bawuran kering, saya yakin kapasitas mesin untuk membakar itu mampu bekerja secara optimal,” katanya.

Ia menambahkan, seberapa pun tingginya suhu pembakaran, hasilnya tidak akan efektif bila bahan yang masuk mengandung kadar air tinggi. Untuk itu, proses pengeringan menjadi langkah penting sebelum sampah masuk ke ruang pembakaran.

“Jadi kapasitasnya masih 20-25 ton sampah per hari yang diolah dan ini, rencananya, Perumda Aneka Dharma akan memperbaiki kapasitas mesin itu dengan mesin baru,” ucapnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul, Bambang Purwadi Nugroho, mengonfirmasi bahwa persoalan yang dihadapi ITF Bawuran memang terletak pada ketidaksesuaian karakter sampah dengan spesifikasi teknis mesin.

“Beban mesin menjadi berat dan susah melakukan pengolahan kalau kandungan sampahnya melebihi ambang batas. Jadi, kandungan airnya tinggi dan bercampur. Artinya, dari hulu, sampahnya pada tidak dipilah,” ujar Bambang.

DLH Bantul mulai mendorong masyarakat agar lebih disiplin dalam melakukan pemilahan sejak di rumah. Upaya ini dilakukan melalui edaran kebijakan pengelolaan sampah dari hulu yang tengah digencarkan oleh pemerintah kabupaten.

Ia berharap, sampah organik bisa diselesaikan di tingkat rumah tangga dengan memanfaatkan teknologi sederhana seperti lubang biopori, komposter, atau jugangan. Cara ini diharapkan bisa mencegah masuknya sampah basah ke ITF.

“Kalau kandungan air sampahnya tinggi, kan pengolahan sampah itu menjadi sulit. Proses pembakarannya juga jadi sulit. Dan itu akan berpengaruh pada alat-alat. Karena kalau sampah campur jadi satu, gado-gado, lengket di mesinnya, mesinnya tidak mau jalan,” katanya.

Selain kadar air yang tinggi, Bambang juga menyebut ada temuan sampah korosif seperti besi dan aluminium di fasilitas tersebut. Jenis material seperti itu dinilai berpotensi memperpendek umur mesin pembakaran karena dapat menimbulkan karat dan merusak komponen teknisnya.

Dengan berbagai kendala tersebut, Pemkab Bantul berkomitmen untuk terus melakukan evaluasi terhadap sistem pengelolaan sampah di ITF Bawuran.

“Jadi, kalau bisa sampah yang diolah menggunakan mesin pembakaran bukan besi, bukan kayu, bukan aluminium, dan sejenisnya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|