China Masih Gentayangan, Trump Jadi 'Hantu' Baru Pabrik Tekstil RI

3 months ago 33

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta menyampaikan peringatan serius terkait krisis yang melanda industri tekstil Indonesia. Menurutnya, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk melindungi pasar domestik dari serbuan produk tekstil impor, baik legal maupun ilegal, yang terus membanjiri pasar dalam negeri.

Redma menjelaskan, kondisi banjirnya barang impor China di pasar domestik bermula dari overstock produk tekstil Negeri Tirai Bambu tersebut selama pandemi Covid-19. Kemudian diperparah dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, India, Vietnam, Turki, Brasil, dan Meksiko mulai menerapkan larangan impor dan kebijakan anti-dumping terhadap produk China pada 2024, sehingga China mencari pasar alternatif, yakni Indonesia.

"Di 2024, stok mereka masih tinggi karena Amerika dan Eropa nge-ban banyak produk China. Sementara itu, negara-negara lain menerapkan safeguard dan anti-dumping. Indonesia menjadi sasaran karena pasar kita mudah dimasuki, terutama untuk produk ilegal," kata Redma kepada CNBC Indonesia, Jumat (3/1/2025).

Dia memperkirakan kondisi serupa akan terus berlangsung pada 2025, terutama dengan kemungkinan meningkatnya tekanan akibat kebijakan proteksionis Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump.

"Trump punya kebijakan near sourcing, yang berarti Amerika akan lebih banyak mengambil pasokan dari negara-negara tetangganya seperti Meksiko dan Brasil. Selain itu, untuk menyesuaikan aturan COO (Country of Origin), negara-negara ini akan ikut melarang produk tekstil dari China," terang dia.

Akibatnya, produk China yang tidak diterima di pasar global akan semakin deras masuk ke Indonesia jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas untuk melindungi pasar domestik.

Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Suasana kondisi ribuan alat mesin jahit yang ditutup kain dan tidakk terpakai di kawasan pabrik garmen, Kabupaten, Bogor, Kamis, (13/6/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Redma menekankan bahwa permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dengan insentif atau seperti restrukturisasi mesin dan tax holiday. Ia menyebutkan tiga langkah konkret yang harus segera diambil oleh pemerintah, diantaranya:

1. Mengatasi Impor Ilegal

Bea Cukai harus menghentikan praktik impor borongan dan kubikasi yang memungkinkan masuknya barang ilegal dalam jumlah besar.

"Sepanjang 2023, ada perbedaan sekitar US$ 1,5 miliar antara data impor resmi dengan kenyataan di lapangan. Itu setara dengan 2.000 kontainer ilegal per bulan," ungkapnya.

2. Revisi Permendag 8/2024

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) ini dinilai terlalu longgar dalam mengatur impor pakaian jadi. Redma meminta agar produk pakaian jadi juga diwajibkan memiliki persetujuan teknis (pertek) untuk membatasi impor yang tidak terkendali.

3. Pemberlakuan Anti-Dumping dan Safeguard

Redma menegaskan pentingnya penerapan aturan anti-dumping dan safeguard terhadap produk tekstil impor untuk melindungi industri dalam negeri.

"Tiga langkah ini tidak memerlukan anggaran besar dari pemerintah. Hanya revisi aturan dan peningkatan kinerja Bea Cukai di pelabuhan. Namun, hingga kini, pemerintah terkesan mengabaikan usulan kami sejak 2022 akhir," ucapnya.

Lebih lanjut, Redma juga mengkritik pandangan beberapa kementerian yang menganggap tidak ada masalah serius pada industri tekstil nasional.

"Misalnya, Kemenkeu menganggap tekstil tidak bermasalah karena setoran PPN masih ada. Padahal, yang naik itu PPN impor barang jadi, bukan aktivitas industri lokal," jelasnya.

Ia juga mencurigai adanya kelompok pejabat yang memiliki kepentingan terhadap impor sehingga menghambat upaya penyelesaian masalah utama.

"Mereka (pemerintah) tahu, ini kan kejadian dari 2022 akhir, dia tahu masalahnya di pasar domestik. Masalah pasar domestik itu barang import legal dan ilegal. Nah tapi dia carinya itu solusinya di tempat lain gitu, seperti kasih insentif inilah, tax holiday, tax allowance, restrukturisasi permesinan, kan nggak nyambung gitu. Jadi ini kita aneh, kenapa pemerintah ini nggak mau nyelesaiin masalah import, baik yang legal maupun yang ilegal. Apakah memang ada pejabat-pejabat di sana yang berkepentingan terhadap import? Jadi kita curiga dong. Karena ada yang berkepentingan, jadi importnya nggak mau dikendalikan," pungkasnya.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Emiten Tekstil Pan Brothers Bebas dari Pailit

Next Article 7 Pabrik Tekstil RI Tutup di 2024-PHK 15.114, Ini Nama Perusahaannya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|