REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pasien pria dengan keluhan masalah seksual merasa malu ketika butuh berkonsultasi dan mendapatkan layanan medis terkait keluhannya. Derita ini dirasakan betul oleh dokter spesialis bedah urologi dan praktisi kesehatan seksual dr Dimas Tri Prasetyo SpU, MRes sebagai tenaga medis.
Semenjak lulus spesialis urolog di tahun 2022, katanya tak terhitung sudah pasien yang merasa tak nyaman ketika harus berkonsultasi tentang kesehatan seksualnya. Padahal pasien dengan gangguan masalah ini bisa terganggu kualitas hidupnya bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.
"Masalah reproduksi pria saya lihat ini sebagai silent epidemic," katanya, ketika ditemui Selasa (9/12/2025). Faktor tersebut menginspirasinya menciptakan klinik yang bisa berfungsi sebagai safe space atau zona aman bagi pasien tanpa harus menahan rasa malu.
Menurut dr Dimas banyak pasien yang insecure bila harus membahas kesehatan seksual. "Untuk masalah pria misalnya, mulai dari ukuran alat vital," lanjutnya.
Banyak pria tidak percaya diri dengan ukurannya. Akibatnya mereka mencari solusinya ke pengobatan alternatif.
"Biasanya itu dibilangnya tusuk jarum, tapi sebenarnya itu disuntikkan cairan atau minyak yang nggak sesuai sama tubuh. Beberapa tahun setelahnya bentuknya jadi keras, aneh, dan menyebar ke anggota tubuh lain. Hingga menyulitkan berkemih. Kalau sudah begitu solusinya cuma operasi," terang dr Dimas.
Di klinik yang didirikan dr Dimas, yaitu Elysium Clinic yang terletak di kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan, sejumlah layanan kesehatan pria bisa diakses dengan nyaman. Alias mempertimbangkan faktor agar pasien tidak merasa malu. Termasuk bila ingin berkonsultasi soal beragam keluhan kesehatan seksual.
"Di sini bahkan solusi bagi yang ingin memperbesar ukuran tersedia. Tapi solusinya medical base. Bila ada misalnya pasien yang ingin ukurannya jadi besar sekali, tentu kami tidak bisa. Karena tidak mungkin aman secara medis," katanya.
Menurut dr Dimas tidak ada yang tabu soal kesehatan alat kelamin dan seksual pria. Disfungsi ereksi, kata dr Dimas, bukan kodrat. "Ini adalah kebutuhan yang bisa diobati oleh dokter," sambung dr Dimas.
Kondisi lain seperti ejakulasi dini, penurunan libido, keluhan berkemih, dan gangguan kesuburan tidak jarang terjadi di masyarakat. Faktor malu membuat sebagian besar kasus tidak pernah diperiksakan ke tenaga medis yang kompeten.
Berdasarkan data dari Massachusetts Male Aging Study (MMAS), 1 dari 2 pria berusia 40-70 di Amerika Serikat mengalami disfungsi ereksi. Sementara data dari survei tahun 2019 pada pria Indonesia berusia 20-80 tahun yang hasilnya dipublikasikan di jurnal internasional menemukan prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia sebesar 35,6 persen.
Penelitian di Asia Tenggara menunjukkan pula pria dengan disfungsi ereksi memiliki risiko 2–3 kali lebih tinggi untuk mengalami kecemasan, rasa rendah diri, serta konflik dalam hubungan.
Bukan hanya pria yang mengalami masalah disfungsi seksual. Perempuan juga rentan mengalami masalah ini. "Masalahnya banyak yang tidak aware, menganggap hal-hal seperti ini wajar. Terlebih bagi perempuan setelah melahirkan," sambung dr Dimas.
Pada pasien perempuan, keluhan yang kerap ditemui mencakup vaginal laxity (otot vagina longgar), dyspareunia (nyeri saat berhubungan intim), sulit mencapai puncak saat berhubungan suami istri, inkontinensia urine dan overactive bladder (sering buang air kecil), serta perubahan di area intim pascamelahirkan.
Inkontinensia urine misalnya atau hilangnya kontrol untuk menahan buang air kecil yang mengakibatkan mengompol. Kondisi ini gejala-gejalanya sangat mengganggu, termasuk mengganggu masalah intim dan seksual tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.
"40 persen persen perempuan habis melahirkan mengalami gangguan fungsi seksual, penyebabnya adalah perubahan di area intimnya," kata doter lulusan Universitas Indonesia tersebut.
Akibatnya istri setelah lahiran enggan diajak berhubungan karena menurun libidonya. Apalagi bila kemudian anak tidur satu kamar dengan orang tuanya. Suami bisa mengalami stres yang kemudian berujung ke disfungsi ereksi.
Dokter Dimas mengatakan, gangguan-gangguan tersebut bisa diobati. Termasuk menggunakan bantuan alat-alat medis berteknologi modern.

22 hours ago
3
















































