Jakarta, CNBC Indonesia - Warga RI tengah mengalami perubahan pola belanja. Kini, tak cuma produk fesyen, bahkan untuk belanja peralatan rumah tangga sampai sayur pun dilakukan secara online.
Hal itu terlihat dari data compas.co.id yang menunjukkan, peningkatan nilai transaksi belanja produk FMCG (fast moving consumer goods/ barang kebutuhan sehari-hari) sebesar 44,82% menjadi Rp2,84 triliun pada periode Januari-September 2024, dibandingkan periode sama tahun 2023 yang tercatat Rp1,96 triliun.
Nilai transaksi kategori makanan kaleng melonjak tertinggi, naik 74% menjadi Rp84 miliar dari sebelumnya Rp48 miliar. Kemudian belanja makanan instan yang naik 57% menjadi Rp535 miliar dari sebelumnya Rp340 miliar. Dan belanja makanan segar dan beku yang naik 41% menjadi Rp2,22 triliun dari sebelumnya Rp1,57 triliun.
Data tersebut diambil dari compas.co.id, untuk periode Januari-September 2024 dibandingkan dengan Januari-September 2023. Compas meng-cover data pembelian dari platform e-commerce Shopee, Tokopedia, dan Blibli.
Terlihat, nilai transaksi belanja hasil laut segar, daging vegetarian, dan sayuran segar meroket di periode Januari-September 2024 dibandingkan periode sama 2023.
Masing-masing secara berturut mengalami lonjakan transaksi 960% menjadi Rp38 miliar, terbang 724% menjadi Rp14 miliar, dan meroket 666% menjadi Rp10 miliar.
Uniknya, belanja es krim di ecommerce juga melonjak 513% menjadi Rp17 miliar. Dan belanja daging segar naik 31% menjadi Rp692 miliar.
Foto: Belanja sayur di Shopee. (Tangkapan Layar Shopee)
Belanja sayur di Shopee. (Tangkapan Layar Shopee)
Peritel Modern Ikut Ubah Pola Penjualan
Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah pun membenarkan perubahan ini. Bahkan, menurutnya, perubahan pola belanja itu juga menular ke perubahan pola penjualan.
"Ya jadi kami peritel memang udah shifting, tetapi brandnya kita perkuat di offline. Harus terlihat orang ke mall kelihatan mereknya, tapi cara jualnya di online. Nah itu sudah sukses. Artinya untuk pemain-pemain fashion yang brandnya sudah kuat, sekarang udah men-statement-kan repeat order, size-nya sudah tau. Jadi orang tuh tinggal beli lagi-beli lagi. Dan kalau kasih diskon langsung rame. 12-12 ini programnya banyak, 11-11 banyak. Kemarin juga sukses," kata Budihardjo kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (20/11/2024).
"Jadi intinya memang, termasuk alat rumah tangga, bahkan pemain-pemain peralatan rumah tangga, Kawan Lama, pasti juga sudah jual online semua," tambahnya.
Kondisi ini, diakuinya berdampak pada positif dan negatif.
"Efek positifnya costingnya akan lebih murah. Artinya mal nggak usah gede-gede tokonya, banyakin gudang, banyakin distribusi center di Jawa satu. Jadi untuk pengiriman pakai orang kalau pesan di Pulau Jawa, misalnya di Semarang kita siapin gudang di Semarang, di Surabaya sama di Surabaya. Tokonya ada tetap, nggak usah gede-gede, positifnya itu," jelasnya.
"Nah negatifnya, memang karena belum adanya pengawasan yang kuat dari pemerintah untuk e-commerce, itu banyak sekali barang-barang ilegal di online. Ilegal itu artinya tidak masuk secara baik dan benar. Tidak ada bahasa Indonesianya, SNI-nya. Mungkin kalau makanan nggak ada izin BPOM-nya. Nah itu yang kita harapkan pengawasan di online," sambung Budihardjo.
Hanya saja, imbuh dia, perubahan pola belanja dan penjualan ini tidak berlaku untuk barang-barang bermerek untuk konsumen kelas atas alias orang kaya.
"Kalau sewa karena kita udah kecilkan kan otomatis turun cost-nya. Dari 1.000 meter jadi 500 meter. Itu pasti akan menurunkan. Tapi untuk pemain yang menengah ke atas malah makin memperbesar. Nggak ada orang beli di online LV. Itu malah digedein tepatnya," ucapnya.
"Jadi ini hanya untuk kelas yang menengah-menengah dan menengah ke bawah, itu memang cocoknya separuh di offline, separuh di online. Tapi kalau yang menengah ke atas, dia malah makin cari tempat di mall yang bagus-bagus, lokasi yang bagus, jadi digedein showroomnya. Karena akhirnya orang tetap maunya beli di situ, barang-barang yang bermerek mahal itu," terangnya.
Foto: Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa. (19/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa. (19/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Lalu bagaimana untuk kebutuhan rumah tangga seperti bahan pangan pokok?
Menurut Budihardjo, perubahan pola belanja juga sudah terjadi untuk kebutuhan pangan pokok, seperti beras dan daging.
"Menurut saya kalau beli beras, daging kan sekarang juga udah banyak ya, yang cepat kirim. Selama dia itu, intinya gini lho, selama dia belinya itu resmi, dagingnya...maksudnya seperti di retail supermarket, dagingnya harus halal, atau dagingnya harus sehat, ya kita nggak apa-apa," sebutnya.
"Contoh anggota kami ada supermarket baru buka gitu. Ya kita sebut Grand Lucky lah. Rame tuh di mana-mana. Dia tetap konsumennya nggak mau beli online. Di sana dia sekalian beli pampers, beli apa. Karena dia sekalian mau beli barang macam-macam. Tapi kalau lagi kepepet, dia beli online. Yang beli online itu kan yang lupa-lupa kepepet. Tapi kalau yang dia mau beli bulanan, dia tetap ke supermarket," jelas Budihardjo.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: "Bunda-Bundi" Stok Beras Aman! Natal & Tahun Baru Tenang
Next Article Bos Ritel Tolak Aturan Zonasi Penjualan Rokok di RPP Kesehatan