Info Politik | CNN Indonesia
Senin, 03 Mar 2025 19:42 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Nurul Arifin menilai bahwa dugaan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terlibat dalam korupsi Pertamina yang tengah diusut Kejaksaan Agung saat ini adalah salah alamat.
"Narasi yang menyebut Pak Bahlil terlibat dalam kasus korupsi di Pertamina merupakan sebuah fitnah. Pak Bahlil saja baru menjabat sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara skandal korupsi itu terjadi pada 2018-2023," kata Nurul Arifin dalam keterangannya, Senin (3/3).
Nurul meyakini, Bahlil tak terlibat dalam setiap keputusan yang dibuat Pertamina dalam periode tersebut. Bahkan, Bahlil sebagai Menteri ESDM baru-baru ini tak mengizinkan lagi produksi minyak diekspor ke luar negeri, dan minyak mentah dalam negeri harus diolah melalui fasilitas dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Justru Kementerian ESDM di bawah kepemimpinan Pak Bahlil tengah berbenah saat ini soal tata kelola minyak mentah melalui izin impor BBM yang bakal dipersingkat menjadi enam bulan dari yang sebelumnya satu tahun. Tujuannya agar evaluasi bisa mudah dilakukan setiap tiga bulan," katanya.
Nurul berharap, masyarakat dapat menilai kasus yang tengah melanda Pertamina dengan bijak dan kritis agar tak menimbulkan salah persepsi.
"Ini menjadi pelajaran kita bersama bahwa pihak terkait harus bertanggungjawab atas dugaan kasus korupsi ini. Ini saat nya bagi kita semua untuk berbenah terutama di lingkungan Pertamina agar bisa jauh lebih baik ke depan terkait pelayanan publik," ujar Nurul.
Senada, pengamat komunikasi dari London School of Public Relations (LSPR) Ari Junaedi menyebut bahwa secara kronologis, kasus korupsi Pertamina tidak berbarengan dengan masa jabatan Bahlil sebagai Menteri ESDM. Sehingga, tak tepat jika Bahlil menjadi objek kemarahan publik.
"Tuduhan atau opini publik terhadap Menteri Bahlil dalam skandal korupsi di Pertamina ini menurut saya salah alamat. Buktinya apa? kita lihat saja periode jabatan Bahlil sebagai Menteri ESDM pada Agustus 2024. Sementara korupsi terjadi pada 2018-2023," kata Ari Junaedi.
Ari yang juga Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama menilai, ada muatan politis dalam narasi keterlibatan Bahlil dalam dugaan korupsi tersebut, khususnya dengan jabatan Bahlil sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
"Isu reshuffle, isu korupsi di Pertamina, ini kental sekali dengan muatan politik di belakangnya yang ingin menggoyang kepemimpinan Pak Bahlil sebagai pucuk pimpinan Golkar. Publik harus lebih pintar-pintar lagi dalam menyaring informasi karena sekali lagi saya ingatkan, tidak ada musim politik. Politik itu dinamis dan bisa menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan," pungkas Ari.
(rir/rea)