Harianjogja.com, JAKARTA—Google menandatangani perjanjian dengan Broadwing Energy Center untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas rendah emisi di Illinois, Amerika Serikat.
Pembangkit listrik ini disebut-sebut bakal dipadukan dengan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), teknologi yang dirancang untuk menyaring karbondioksida dari emisi cerobong asap dan menyimpannya di bawah tanah agar gas rumah kaca tidak menumpuk di atmosfer.
Dilaporkan The Verge, Jumat (24/10/2025), teknologi itu secara teori seharusnya membantu planet ini agar tidak memanas melebihi titik di mana kenaikan permukaan air laut akan membuat seluruh komunitas pesisir tidak dapat dihuni dan pemanasan laut akan membunuh terumbu karang dunia, di antara bencana-bencana lain yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Meski begitu, kenyataannya banyak yang masih menyangsikan CCS terutama terkait kelayakan teknis dan pendanaannya.
Selain itu, CCS juga diragukan sebagai solusi karena banyak yang mempertanyakan apakah hal ini hanya akan memperpanjang ketergantungan pada bahan bakar fosil alih-alih mendorong transisi ke sumber energi berkelanjutan seperti tenaga surya dan angin.
Google menyatakan telah sepakat untuk membeli sebagian besar daya yang dihasilkan pembangkit listrik berkapasitas 400MW baru di Broadwing setelah beroperasi pada 2030.
"Tujuan kami adalah membantu menghadirkan solusi CCS baru yang menjanjikan ke pasar sambil belajar dan berinovasi dengan cepat," demikian pernyataan Google dalam pengumumannya hari ini.
Sejauh ini, CCS memiliki rekam jejak yang cukup berliku di AS. Departemen Energi AS (DOE) telah menghabiskan ratusan juta dolar untuk proyek-proyek CCS yang gagal, menurut laporan 2021 oleh Kantor Akuntabilitas Pemerintah.
Dari hampir 684 juta dolar AS (sekitar Rp11,3 triliun) yang dihabiskan untuk proyek-proyek CCS di enam pembangkit listrik tenaga batu bara, hanya satu yang berhasil beroperasi. Proyek-proyek lainnya mengalami faktor-faktor yang memengaruhi kelayakan ekonomi mereka, menurut laporan lembaga audit tertinggi AS (GAO).
Biaya listrik dari pembangkit listrik yang dikombinasikan dengan penangkapan karbon setidaknya 1,5 hingga dua kali lebih mahal daripada biaya listrik dari pembangkit listrik tenaga surya, angin, atau batu bara dan gas tradisional tanpa CCS, menurut laporan di 2023 yang didasarkan pada fasilitas di Australia.
Satu-satunya proyek CCS yang berjalan di AS dengan dukungan Departemen Energi mulai beroperasi pada 2017 sebelum berhenti beroperasi selama beberapa tahun mulai 2020, ketika pandemi COVID-19 menyebabkan harga minyak anjlok.
Alasan proyek ini begitu sensitif terhadap harga minyak ketika pembangkit listrik tersebut membakar batu bara karena proyek ini memasok karbondioksida yang ditangkap ke proyek enhanced oil recovery, sebuah proses yang melibatkan penembakan karbondioksida jauh ke dalam tanah untuk mengeluarkan cadangan yang sulit dijangkau, sebagai cara untuk tetap bertahan secara finansial.
Meski begitu, keputusan Google mendukung proyek baru pembangkit listrik tenaga gas ini diambil karena karbondioksida akan diserap satu mil di bawah tanah dalam sumur dekat pembangkit listrik, alih-alih dijual sebagai produk untuk peningkatan perolehan minyak.
Google mengklaim Broadwing akan mampu menyimpan sekitar 90 persen emisi karbondioksida yang dihasilkan pembangkit secara permanen, angka yang lebih tinggi daripada yang telah dicapai banyak proyek CCS lainnya hingga saat ini.
Meski begitu, keputusan ini tampaknya tidak mengungkapkan perhitungan dari masalah lain yang terkait dengan pembangkit listrik berbahan bakar gas.
Meskipun industri lebih suka menggunakan istilah "gas alam", pembangkit listrik ini terutama membakar metana, gas rumah kaca yang bahkan lebih berbahaya daripada karbondioksida.
Metana sering bocor dari sumur dan pipa minyak dan gas, sebuah masalah yang tidak dapat diatasi hanya dengan menangkap karbondioksida dari pembangkit listrik.
Pembangkit listrik berbahan bakar gas juga menghasilkan polutan udara lain yang menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat sekitar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara


















































