Harga Minyak Anjlok, Investor Cemas Dampak Tarif Impor AS

10 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak melemah pada perdagangan Senin (10/3/2025) seiring kekhawatiran investor terhadap dampak tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar. Selain itu, peningkatan produksi dari negara-negara OPEC+ turut menekan sentimen pasar.

Harga minyak mentah Brent turun 25 sen atau 0,4% menjadi US$70,11 per barel pada pukul 00:37 GMT, setelah naik 90 sen pada perdagangan Jumat lalu. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah 28 sen atau 0,4% ke level US$66,76 per barel, setelah menguat 68 sen di sesi sebelumnya.

WTI mencatatkan pelemahan selama tujuh pekan berturut-turut, tren terburuk sejak November 2023. Dilansir dari Reuters, Brent juga mengalami penurunan dalam tiga pekan beruntun setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor pada Kanada dan Meksiko sebelum akhirnya menundanya. Namun, Trump tetap menaikkan tarif atas produk China, yang kemudian dibalas oleh China dengan mengenakan tarif terhadap produk pertanian AS dan Kanada.

"Minyak mentah tertekan pekan lalu akibat ketidakpastian tarif AS, kekhawatiran perlambatan ekonomi, potensi pencabutan sanksi AS terhadap Rusia, serta keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi," kata Analis IG, Tony Sycamore, dalam catatannya kepada klien.

Namun, Sycamore menilai bahwa sebagian besar sentimen negatif sudah diperhitungkan oleh pasar. "Kami memperkirakan level support mingguan di US$65 hingga US$62 akan bertahan sebelum terjadi pemulihan menuju US$72,00," tambahnya, merujuk pada harga WTI.

Pada Jumat lalu, harga minyak sempat rebound setelah Trump menyatakan bahwa AS akan meningkatkan sanksi terhadap Rusia jika negara tersebut gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Ukraina.

Sementara itu, dua sumber yang mengetahui kebijakan Washington mengatakan AS sedang mengkaji cara untuk melonggarkan sanksi di sektor energi Rusia jika negara tersebut menyetujui penghentian perang dengan Ukraina.

Di sisi lain, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, tetap berencana menaikkan produksi minyak mulai April. Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengatakan bahwa OPEC+ bisa saja membatalkan keputusan tersebut jika terjadi ketidakseimbangan pasar.

Pekan lalu, Trump juga menyatakan keinginannya untuk menegosiasikan kesepakatan dengan Iran, anggota OPEC, guna mencegah negara tersebut mengembangkan senjata nuklir. Namun, Iran menegaskan bahwa mereka tidak berniat membuat senjata nuklir.

Sebagai bagian dari kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran, AS pada Sabtu lalu mencabut pengecualian yang sebelumnya mengizinkan Irak untuk membayar Iran atas pasokan listrik, menurut pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS.

Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada Sabtu menegaskan bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan dan tidak akan dipaksa bernegosiasi.

CNBC Indonesia


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Gara-Gara Trump, Dunia Masih Wait and See

Next Article Harga Minyak Melemah, Pasar Tunggu Perkembangan Perang Rusia-Ukraina

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|