Hashim Benar, JETP Program Gagal dan Bunganya Mahal!

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo mengatakan bahwa Just Energy Transition Partnership (JETP) merupakan program gagal. Pasalnya, setelah 2 tahun berjalan, tidak ada sama sekali pembiayaan yang masuk ke Indonesia.

Sebagai informasi, kemitraan JETP merupakan inisiatif pendanaan transisi energi senilai lebih dari US$ 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun yang disepakati antara Indonesia dan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG).

"Saya ketemu utusan khusus AS namanya John, JETP itu program gagal, 2 tahun berjalan tidak 1 dolar pun dikucurkan oleh pemerintah AS banyak omon-omon ternyata itu ada klausul US$ 5 miliar akan dihibahkan apabila dana tersedia ternyata mohon maaf tidak tersedia," kata Hashim dalam acara CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025, dikutip Senin (3/2/2025).

Oleh sebab itu, ia pun menekankan bahwa masyarakat tidak perlu lagi berharap pada pendanaan JETP. Mengingat, salah satu negara yang menginisiasi program ini saja telah mundur dari perjanjian iklim.

"Ini realita so ini saya kira jangan harapkan deh US$20 miliar," kata dia.

Program ini pun semakin terancam dengan batal. Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mencabut negaranya dari Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement), sehingga Negeri Paman Sam tidak harus mematuhi sejumlah aturan terkait emisi seperti penggunaan bahan bakar fosil.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono mengatakan, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris memang telah memberikan jaminan pendanaan melalui JETP dengan nilai masing-masing US$ 1 miliar.

"UK memang guarantee US$ 1 billion melalui World Bank, dan US guarantee juga US$ 1 billion," kata Parjiono dalam acara yang sama.

Namun, jaminan pembiayaan melalui Bank Dunia itu sulit untuk dimanfaatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab, bunga yang ditawarkan Bank Dunia terhadap program pembiayaan melalui program itu tak efisien.

"Jadi enggak berguna juga, sehingga ya kita nego pricingnya dimobilisasi dari pihak ketiga seperti lembaga filantropi," ujar Parjiono.

Dengan adanya kendala ini, kemungkinan besar proses pensiun dini PLTU berbasis batu bara di Indonesia akan terganggu.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Hashim Ungkap Rencana Besar Prabowo Agar Ekonomi Tumbuh 8%

Next Article Hashim Klaim AS Berkomitmen Lanjutkan JETP US$ 20 M untuk Indonesia

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|