Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berkomitmen mengembangkan hilirisasi pertambangan, dan menjadi salah satu strategi utama untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Kebijakan hilirisasi yang fokus pada komoditas mineral seperti tembaga, bauksit, dan pasir silika juga bisa meningkatkan nilai tambah komoditas, dan berpeluang menciptakan dasar yang kuat untuk pembangunan ekonomi inklusif secara nasional.
Dampak besar hilirisasi ini juga ditegaskan dalam riset Berdasarkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) berjudul "Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika".
Hingga 2024, pembangunan smelter di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah, telah menunjukkan hasil positif. Keberadaan smelter-smelter ini tidak hanya memproses bahan mentah menjadi produk bernilai tambah seperti katoda tembaga dan alumina, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat yang tinggal di sekitar smelter tersebut.
"Hilirisasi bukan sekadar transformasi ekonomi. Ini adalah upaya untuk membangun masyarakat yang lebih mandiri, meningkatkan kesejahteraan, dan membuka jalan bagi pembangunan sosial," ungkap Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Nur Kholis dalam keterangan resminya, ditulis Senin (3/2/2025).
Nur Kholis yang juga Ketua Tim Pelaksana riset menyatakan, kebijakan hilirisasi telah memberikan dampak sosial yang signifikan, meskipun masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut. Dia mencontohkan, di daerah hilirisasi seperti Gresik, Sumbawa Barat, Mempawah, dan Batang, sejumlah indikator sosial menunjukkan perbaikan.
Terbukti, Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mengalami peningkatan seiring dengan pembangunan infrastruktur pendidikan yang didukung oleh pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pajak Asli Daerah (PAD).
Selain itu, peningkatan di sektor kesehatan juga menjadi perhatian utama. Indikator seperti Umur Harapan Hidup (UHH) dan penurunan angka stunting menunjukkan progres yang menggembirakan semenjak kebijakan hilirisasi diterapkan.
"Dengan hilirisasi, kami melihat peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal. Pendapatan daerah yang dihasilkan digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat," ujar Nur Kholis.
Hilirisasi tambang juga memberikan peluang besar bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di banyak wilayah hilirisasi, seperti Gresik (Jawa Timur), Sumbawa Barat (NTB) Mempawah (Kalimantan Barat) dan Batang (Jawa Tengah), banyak UMKM yang mendapat manfaat dari program-program pelatihan dan pendampingan yang diinisiasi oleh perusahaan hilirisasi industri tambang melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Nur Kholis menyebut, UMKM mendapatkan peluang besar untuk terlibat dalam rantai pasok industri yang lebih besar. Dengan adanya larangan ekspor mineral mentah dan pembangunan industri hilir, UMKM memiliki kesempatan untuk bekerja sama melalui kemitraan dengan perusahaan smelter di dalam negeri.
"Hal ini diharapkan mendorong pertumbuhan UMKM serta meningkatkan daya saing produk domestik, sekaligus memperkuat ekonomi lokal di berbagai daerah lokasi hilirisasi," tandasnya.
(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Capaian Cemerlang MIND ID Sepanjang Tahun 2024
Next Article Pembangunan Masa Depan, MIND ID Pacu Realisasi Proyek Strategis