Harianjogja.com, BANTUL— Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bantul buka suara soal temuan kasus dokter palsu berinisial FE yang diduga membuka praktik di Dusun Padusan, Kalurahan Argosari, Kapanewon Sedayu.
IDI menyebut masyarakat harusnya bisa lebih selektif mencari tenaga medis profesional lantaran kerugian korban cukup besar mencapai Rp538 juta termasuk sertifikat tanah.
Ketua IDI Bantul, Budi Nur Rokhmah mengaku tak habis pikir kenapa korban J bisa begitu mudahnya tertipu dengan bujuk rayu tersangka. Padahal layanan kesehatan sudah tersedia cukup banyak di Kapanewon Sedayu berupa dua Puskesmas, sejumlah klinik dan juga rumah sakit tipe C.
BACA JUGA: Dokter Abal-abal Praktik di Sedayu Ditangkap, Tipu Pasien Rp538 Juta
Menurut dia, kasus ini murni penipuan dengan memanfaatkan profesi tertentu dan juga kelengahan korban. "Sekarang banyak sumber digital, dari aplikasi hingga kecerdasan buatan. Itu bisa disalahgunakan orang yang ingin terlihat seperti profesional padahal bukan,” katanya, Jumat (19/9/2025).
Menurut Budi, masyarakat awam harusnya bisa mengenali ciri-ciri layanan medis profesional karena setiap dokter wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) maupun Surat Izin Praktik (SIP) serta memasang papan nama di tempat praktiknya. "Kalau ada praktik yang tidak jelas, tanpa papan nama, atau tidak bisa menunjukkan STR dan SIP, segera laporkan ke IDI atau Dinas Kesehatan,” ungkapnya.
Sebab, dalam mengurus perizinan dokter di Bantul, kata dia harus melalui DPMPTSP setempat yang dalam prosesnya terdapat visitasi tempat praktik dokter yang melibatkan organisasi profesi. “Dalam kasus ini Polres sudah melakukan pengecekan, dan benar yang bersangkutan bukan dokter. Tidak ada dalam daftar nama dokter anggota IDI,” ungkapnya.
Pemangku sementara Kepala Seksi Humas Polres Bantul, Iptu Rita Hidayanto menjelaskan, tersangka diduga sudah menjalankan praktik medis sebelum rentang waktu pengobatan terhadap anak korban J yang berusia 12 tahun. Sebab, keluarga korban yang mengenal tersangka sebagai guru bimbingan belajar juga menguasai pengobatan medis.
"Tersangka melayani anak korban sejak Juni 2024 hingga Juni 2025. Modusnya, ia mengaku mampu menangani pasien dengan berbagai keluhan, termasuk anak korban yang menderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau sulit berkonsentrasi," kata Rita.
Menurut Rita, tersangka berhasil meyakinkan korban lewat komunikasi persuasif. “Penipuan itu selalu berawal dari bujuk rayu. Tersangka bisa meyakinkan orang tua korban hingga rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News