Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian global mempengaruhi banyak negara di dunia sepanjang 2024. Namun, sejumlah negara tetap berhasil mencetak pertumbuhan tinggi, beberapa di antaranya India dan Vietnam.
Hal ini dinilai menjadi contoh bagi Indonesia agar tidak berputus asa untuk menargetkan pertumbuhan tinggi, yakni 8%.
Deputi Bidang Perencanaan Makro Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas Eka Candra menegaskan Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka harus mematok pertumbuhan tinggi guna keluar dari jebakan middle income country.
"Vietnam bisa tumbuh 7,7%, India 2024 prediksinya naik 7%. Kalau tanya ketidakpastian global mereka pun akan mendapatkan hal yang sama. Untuk itu di sini optimisme jadi penting tidak hanya growth yang tinggi 'how to-nya' seperti apa," papar Eka Candra dalam BRI Microfinance Outlook 2025 di International Convention Exhibition (ICE) BSD City, Kamis (30/1/2025).
Menurut Eka, ada beberapa strategi untuk mencapai ekonomi inklusif. Sejumlah strategi itu a.l. pertanian, hilirisasi dan investasi berorientasi ekspor.
"Ada 8 strategi dan 1 langkah kebijakan, pertanian, hilirisasi, pariwisata, perkotaan, pusat pertumbuhan, investasi berorientasi ekspor," paparnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tinggi tidak bisa hanya mengandalkan APBN.
"Kalau hanya Menkeu (bergerak), APBN terbatas di awal tahun ini...kita tidak bisa hanya mengandalkan APBN," ujarnya.
Adapun, berdasarkan perhitungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, mulai 2040-2041, dan keluar dari jebakan status negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
"7% itu kita bisa keluar sebelum 2040, 6% itu adalah kita akan keluar sekitar 2041, nah ini yang menjadi syarat kita maju," katanya.
Jika target itu tak kunjung mampu terealisasi, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 akan sulit tergapai. Sebab, momentum untuk mengejar pertumbuhan tinggi itu hanya terjadi dalam 20 tahun dari sekarang karena Indonesia tengah mengalami bonus demografi pada periode itu.
Bonus demografi adalah periode ketika jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk usia nonproduktif.
"Indonesia emas itu tidak hanya 100 tahun Indonesia merdeka, tetapi adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan bonus demografi kita. Kita hanya punya waktu 20 tahun, itu tahun yang tidak panjang, untuk itu kita harus keluar dari middle income trap," ungkap Eka.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Festival Keagamaan di India Makan Korban, 40 Tewas
Next Article Sri Mulyani Kenang Ekonomi RI Tumbuh 8% di Era Soeharto