Ini Aplikasi Saingan WhatsApp di 2025, Pengguna Mulai Pindah

12 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Telegram, sebagai salah satu aplikasi pesan singkat yang serupa dengan Whatsapp mengalami peningkatan pengguna pada 2025. Bahkan, perusahaan itu terus meraup keuntungan.

Pendiri Telegram Pavel Durov mengatakan, pengguna aktif layanannya telah mencapai 1 miliar per Maret 2025. Bersamaan dengan itu, profit perusahaan telah mencapai US$547 juta sepanjang tahun lalu.

Sebagai perbandingan, pengguna aktif WhatsApp saat ini masih lebih tinggi. Jumlahnya lebih dari 2 miliar dan diprediksi akan mencapai 3 miliar pada akhir 2025.

"Di atas kami ada WhatsApp, layanan murah yang meniru Telegram. Selama bertahun-tahun, WhatsApp berupaya mengikuti inovasi kami sembari membakar uang miliaran dolar AS untuk lobi dan kampanye PR demi memperlambat pertumbuhan kami," kata Pavel Durov, dikutip dari TechCrunch, Minggu (16/4/2025).

"Mereka [WhatsApp] gagal. Telegram bertumbuh, meraup keuntungan, dan mempertahankan kemandirian kami," ia menambahkan.

Dikutip dari DemandSage, 10 juta orang telah berlangganan layanan berbayar Telegram Premium. India menjadi negara yang paling banyak menggunakan Telegram dengan porsi 45% dari total pengguna. Sementara itu, hanya 9% pengguna Telegram yang datang dari AS.

Sebanyak 53,2% pengguna Telegram berasal dari kelompok usia 25-44 tahun. Lebih banyak pria daripada perempuan yang menggunakan Telegram, dengan proporsi 58% berbanding 42%.

Secara rata-rata, pengguna Telegram menghabiskan waktu 3 jam 45 menit per bulan untuk mejajal aplikasi tersebut. Memang durasi tersebut masih jauh di bawah WhatsApp yang rata-rata diakses 17 jam 6 menit per bulan, menurut laporan DemandSage.

Saat melaporkan pengguna aktif Telegram sebanyak 900 juta pada 2024 lalu, Durov mengatakan perusahaan menghadapi tekanan dari berbagai negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu.

Bahkan, Durov sempat ditahan di Prancis pada Agustus 2024 atas tuduhan keterlibatan dalam mendistribusikan pornografi anak, obat-obatan terlarang, dan perangkat lunak peretasan pada aplikasi pesan singkat Telegram.

Tak sampai sepekan pasca ditangkap, Durov dibebaskan bersyarat. Ia juga diminta membayar uang jaminan senilai 5 juta euro. Sejak saat itu, Telegram mulai melakukan penyesuaian dengan meningkatkan moderasi konten di dalam platform.

Kendati demikian, Durov menekankan netralitas platformnya dari konflik geopolitik. Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022 lalu, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tak menyaring konten-konten di dalamnya.

Meski dinilai transparan, tetapi banyak juga konten bermuatan disinformasi yang tersebar di platform tersebut. Durov menjamin sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan bebas intervensi pemerintah.

"Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun," ujarnya pada 2024 sebelum ditangkap.

Menurutnya, ada berbagai cara yang dilancarkan pemerintah untuk mengelabui enkripsi Telegram. Salah satunya datang dari FBI.

Ia mengatakan FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya. FBI tak berkomentar soal tuduhan ini.

Namun, ia mengatakan tekanan untuk menjunjung kebebasan perbendapat dan berekspresi sebenarnya tak hanya datang dari pemerintah. Tantangan itu justru lebih banyak datang dari rivalnya seperti Apple dan Alphabet.

"Dua platform tersebut benar-benar bisa menyensor apa saja yang Anda baca, serta mengakses semua yang ada di smartphone Anda," kata dia.


(npb/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bikin Rugi Triliunan Rupiah, OVO - PPATK Perangi Judi Online

Next Article Telegram Berubah Total Usai CEO Ditangkap, Begini Nasibnya Sekarang

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|