Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya kasasi yang dilakukan PT Sri Rejeki Iman Tbk (SRIL) atau Sritex atas putusan pailit dari PN Semarang tidak membuahkan hasil.
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Sritex terkait putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon, pada Rabu (18/12/2024). Putusan itu dibacakan oleh Kedua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua anggota yakni Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso.
Dengan begitu status Pailit Sritex kini sudah inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap. "Amar putusan ditolak," demikian bunyi putusan tersebut dikutip, Sabtu (21/12/2024).
Adapun Nomor Perkara Pengadilan Tk. 1 adalah 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg dan No Surat Pengantar adalah 1269/PAN.PN.W12.U1/HK2.5/XI/2024e
Sementara itu, perkara kasus dengan Nomor 1345 K/PDT.SUS-PAILIT/2024 saat ini sedang dalam proses minutasi oleh Majelis. Minutasi adalah proses yang dilakukan panitera pengadilan dalam menyelesaikan proses administrasi meliputi pengetikan, pembendelan serta pengesahan suatu perkara.
Lantas siapa yang mengajukan gugatan pailit kepada Sritex?
Berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex beserta 3 anak usahanya yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya.
Dalam dokumen tersebut terungkap pemohon yaitu perusahaan yang mengajukan pailit Sritex dan anak usahanya adalah PT Indo Bharat Rayon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.
Indo Bharat Rayon (IBR) tercatat sebagai pemohon dalam putusan pailit Sritex. Dalam keterbukaan informasi, Sritex menjelaskan bahwa IBR adalah kreditur perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2024, Sritex memiliki sisa utang Rp101,31 miliar kepada PT IBR atau 0,38% dari total liailibilitas Sritex.
"Yang mana berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian per tanggal 30 Juni 2024 mencerminkan 0,38% dari total liabilitas perseroan," ungkap Direktur Keuangan Sritex Welly Salam dikutip Sabtu (21/12/2024).
Dalam dokumen tersebut, IBR merasa tidak menerima pembayaran kewajiban Grup Sritex berdasarkan Putusan Homologasi sejak bulan Juli 2023, yakni pembayaran secara cicilan bulanan sejumlah US$, dan/atau akan dilunaskan secara penuh pada tanggal jatuh tempo.
"Grup Sritex memandang bahwa ketentuan tersebut tidak bersifat kumulatif dan pada faktanya Grup Sritex telah melakukan sejumlah pembayaran yang lebih dari pada ketentuan minimum yang ditentukan Putusan Homologasi," bebernya.
mengutip laman resmi perusahaan, Indo Bharat Rayon didirikan pada 1980 dan mengklaim dirinya sebagai pionir pembuat serat buatan atau viscose staple fibre (VSF) di Indonesia.
Perusahaan ini memiliki pabrik di Purwakarta, Jawa Barat yang mulai produksi secara komersial pada 1986 dengan kapasitas 16.500 tpa. Saat ini utilisasi pabrik tersebut telah mencapai 200.000 tpa.
IBR merupakan bagian dari Aditya Birla Group, perusahaan konglomerasi asal India. Mengutip laman resmi Adiya Birla, perusahaan tersebut memiliki sejumlah portofolio di Indonesia selain PT IBR, yakni PT Elegant Textile Industry, PT Indo Liberty Textiles, PT Indo Raya Kimia, dan PT Sunrise Bumi Textiles.
Sebagai informasi, di balik keberhasilan Aditya Birla mendirikan konglomerasi, ada tangan dingin Ghanshyam Das Birla. Dia tercatat sebagai pendiri dengan memulai bisnis sebagai pedagang katun. Kemudian bisnisnya diperluas ke berbagai sektor seperti, aluminium, semen, hingga industri bahan kimia dan tersebar di 24 negara.
Saat ini Aditya Birla Group dipegang oleh Kumar Mangalam Birla, cicit dari Ghanshyam Das Birla.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Opsi Bailout untuk Sritex, Kemenperin: Lihat Saja Nanti
Next Article Sejarah Panjang Sritex, Raksasa Tekstil RI yang Akhirnya Pailit