Alifia Meiza Salma
Politik | 2025-09-20 13:16:58

Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan proyek ambisius Indonesia yang secara luas dianggap sebagai simbol modernitas, bahkan dalam konteks strategi pembangunannya. IKN bukan hanya sebuah badan pemerintahan baru, tetapi juga merupakan simbol pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan kota yang diakui secara internasional. Diperkirakan total biaya pembangunannya akan mencapai Rp466 triliun hingga tahun 2045. Sekitar Rp89,4 triliun berasal dari APBN, sementara sisanya diperkirakan berasal dari investasi swasta, kontribusi BUMN/BUMD, dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) (ikn.go.id). Hingga akhir tahun 2024, proyek ini telah menelan dana sebesar Rp89 triliun.
Secara resmi, pembangunan konstruksi IKN tahap pertama telah selesai. Tahap kedua kini sedang berjalan, ditandai dengan pembangunan fasilitas pemerintah dan infrastruktur dasar. Sebagian jalan tol pertama yang menuju Kawasan Inti Pemerintahan (KIPP) kini sebagian telah beroperasi. Namun, pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang direncanakan dimulai pada tahun 2024 menghadapi tantangan. Pemerintah beralasan bahwa fasilitas dasar seperti perumahan, jaringan udara, dan transportasi umum masih belum siap. Penundaan ini menimbulkan keraguan publik: jika pemindahan ASN masih belum sesuai dengan rencana, bagaimana dengan ambisi menjadikan IKN sebagai pusat bisnis dan investasi global?
Pendanaan dan Keraguan Investor
Proyek IKN tentu saja menuntut pendanaan yang masif. Sebelumnya, pemerintah menyatakan hanya sekitar 20% pendanaannya berasal dari APBN, sementara mayoritas berasal dari KPBU, swasta, dan BUMN (ikn.go.id). Namun, banyak investor asing yang awalnya menyatakan berminat kini ingin menarik diri. Faktor utama adalah ancaman ekonomi global setelah pandemi serta dinamika politik setelah Pemilu 2024. Jika pemerintah tetap terlalu bergantung pada APBN, proyek ini dikhawatirkan dapat mengancam keuangan negara.
Hutan yang Dikorbankan
Salah satu masalah terbesar adalah dampak ekologis. Wilayah IKN mencakup area luas sekitar kurang lebih 256.000 hektare yang terdiri dari Kawasan Pengembangan (±199.962 ha) dan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (±56.180 ha) (madaniberkelanjutan.id). Berdasarkan data, sekitar 42,31 persen dari seluruh wilayah merupakan tutupan hutan alam di Kawasan IKN pada tahun 2019 (forestdigest.com). Sayangnya, lahan sebesar 14.010 yang berada di kawasan hutan produksi mengalami deforestasi hingga total mencapai 18.000 hektare selama periode 2018-2021. Sampai dengan tahun 2022, akan terdapat sekitar 44.000 hektare hutan alam di Kawasan IKN yang mana 96 persen berada di Kawasan Pengembangan dan hanya sekitar 2.000 hektare yang berada di KIPP (madaniberkelanjutan.id). Pemerintah memang berkomitmen membangun IKN dengan konsep Forest City yang mempunyai 75 persen lahan kawasan hijau. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas kawasan hijau masih berada di bawah izin pemerintah.
Isu Sosial dan Masyarakat Lokal
Selain persoalan lingkungan dan sosial, pembangunan IKN juga menimbulkan persoalan sosial di tingkat lokal. Hadirnya proyek ini menunjukkan adanya perubahan signifikan pada tata ruang, kepemilikan lahan, bahkan tatanan hidup masyarakat Kalimantan Timur secara umum. Banyak organisasi sipil masyarakat menunjukkan adanya potensi konflik agraria akibat pengadaan lahan. Penduduk Paser, Balik, dan beberapa komunitas lokal mengaku ikut merasakan kekhawatiran akan kehilangan tanah ulayat yang secara historis menjadi sumber penghidupan. Mereka menemukan bahwa proses konsultasi publik tidak terlalu efektif dan sering kali hanya berupa formalitas saja. Selain itu, pembangunan berskala besar ini mengakibatkan urbanisasi dan kenaikan harga tanah yang dapat meminggirkan masyarakat kecil. Data dari Badan Pertahanan Nasional (BPN) menunjukkan bahwa sejak dibukanya Lokasi IKN pada 2019, harga barang-barang di kawasan itu terus mengalami kenaikan hingga beberapa kali lipat. Fenomena ini menimbulkan kecemasan akan terjadinya spekulasi lahan dan peminggiran masyarakat lokal.
Minim Partisipasi Publik
Kritik lainnya berasal dari perspektif demokrasi. Banyak masyarakat meyakini pembangunan IKN minim melibatkan masyarakat setempat, masyarakat sipil, dan akademisi. Padahal, partisipasi publik sangatlah penting untuk menjaga validitas sosial dan keberlanjutan jangka panjang. Masyarakat adat yang tinggal di Kalimantan Timur dan sekitar wilayah IKN merasa cemas akan ketidakmampuan mempertahankan identitas budaya dan ruang hidup. Di sisi lain, mekanisme konsultasi publik masih terbatas dan memiliki formalitas. Dengan partisipasi yang minim, IKN berpotensi dipandang sebagai proyek elit yang lebih menguntungkan investor daripada masyarakat umum.
Antara Ambisi dan Realitas
IKN menawarkan berbagai jangkauan luas layanan, termasuk daya tarik investasi, kota pintar, dan pemerataan pembangunan dari Jawa ke luar Jawa. Namun, keberhasilan dan kesuksesan suatu kota tidak hanya dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian pembangunan gedung atau tol, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kota ini dapat memenuhi kebutuhan dasar warganya, seperti pendidikan, perawatan kesehatan, transportasi, dan bahkan ruang publik yang ramah. Kalau tidak, IKN dapat berisiko menjadi lambang “ambisi politik” yang mahal tetapi minim manfaat secara langsung.
Untuk mencegah IKN menjadi “beban sejarah” pemerintah perlu memastikan tiga hal utama:
1. Transparansi. Publik harus dapat mengetahui catatan keuangan, kemajuan pembangunan, dan evaluasi secara berkala.
2. Melibatkan masyarakat setempat, terutama masyarakat adat, dan komunitas lokal.
3. Keberlanjutan nyata. Dengan kata lain menjaga ekosistem hutan, meningkatkan energi terbarukan, dan memastikan tata ruang yang ramah lingkungan.
Dengan kombinasi ini, IKN dapat menjadi kota yang benar-benar layak huni dan bukan hanya sekadar proyek pamor.
IKN merupakan sebuah proyek bersejarah yang dapat menjadi kebanggaan bangsa atau malah dapat menjadi panjang luka dan beban finansial kedepannya. Dana-dana yang dihabiskan berasal dari masyarakat umum, sehingga wajar apabila masyarakat sangat berpikir kritis sampai mulai mengkritik. Pertanyaan-pertanyaan yang akan terjawab oleh waktu adalah apakah IKN akan berfungsi sebagai simbol Indonesia Emas 2045 ataukah hanya akan dikenang sebagai mimpi besar yang gagal diwujudkan dan berakhir sebagai proyek mangkrak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.