Jakarta, CNBC Indonesia - Berinvestasi dilakukan untuk mencapai keamanan finansial. Ada beragam instrumen investasi di pasar keuangan yang dapat menjadi pilihan termasuk saham dan obligasi. Masing-masing instrumen memiliki risiko yahg wajib diketahui sebelum memutuskan untuk menempatkan dana.
Risiko investasi saham:
Investasi saham merupakan salah satu instrumen yang memiliki risiko cukup tinggi. Hal itu sesuai dengan tingkat potensi dalam meraup keuntungan yang cukup besar.
1. Risiko pasar
Pergerakan harga saham dipengaruhi oleh kondisi pasar secara umum. Faktor-faktor seperti kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, perubahan suku bunga, dan sentimen investor dapat mempengaruhi nilai investasi saham Anda. Pasar saham bisa sangat fluktuatif, dan harga saham dapat berubah dengan cepat.
2. Risiko perusahaan
Saham sebuah perusahaan bisa terkena risiko yang berkaitan dengan kinerja perusahaan itu sendiri. Misalnya, masalah keuangan, perubahan manajemen, persaingan yang ketat, atau penurunan permintaan atas produk atau layanan perusahaan tersebut. Jika perusahaan menghadapi masalah serius, nilai saham bisa turun secara signifikan.
3. Risiko likuiditas
Likuiditas merujuk pada kemampuan Anda untuk menjual saham dengan cepat tanpa mempengaruhi harga pasar secara signifikan. Saham yang likuid cenderung mudah dijual, sementara saham yang tidak likuid bisa mengalami kesulitan saat ingin dijual. Jika Anda memiliki saham pada perusahaan yang kurang likuid, mungkin sulit untuk menemukan pembeli yang ingin membeli saham Anda dengan harga yang diinginkan.
Risiko investasi obligasi:
Mengutip infovesta ada tiga jenis risiko jika memutuskan memilih berinvestasi di surat utang atau obligasi.
1. Resiko Likuiditas
Risiko ini melekat pada semua obligasi, obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Risiko ini timbul dari kemungkinan tidak likuidnya suatu obligasi diperdagangkan atau tidak mudahnya menjual suatu obligasi di pasar sekunder. Pasar sekunder obligasi tidak seramai pasar sekunder saham.
Jika di pasar saham saja ada saham yang tidak likuid, apalagi dalam pasar obligasi. Untuk dua obligasi yang sama karektiristiknya kecuali yang satu likuid dan yang satunya lagi tidak likuid, investor akan meminta tambahan tingkat bunga untuk obligasi yang tidak likuid atau premium risiko likuiditas, istilah bakunya.
Suatu obligasi menjadi likuid di pasar sekunder jika permintaan beli untuk obligasi itu cukup banyak atau memang ada pihak yang berperan sebagai market maker yang salah satu fungsinya adalah sebagai pembeli dan penjual stand-by untuk obligasi itu
2. Risiko Maturitas
Risiko ini juga ada pada semua obligasi tetapi terutama pada obligasi korporasi dan berkaitan dengan masa jatuh tempo obligasi. Secara umum, semakin lama jatuh tempo suatu obligasi, semakin besar tingkat ketidakpastian sehingga semakin besar risiko maturitas. Risiko maturitas dari obligasi (pemerintah dan korporasi). Negara berkembang seperti Indonesia wajarnya lebih besar daripada risiko maturitas obligasi negara maju seperti Amerika.
Sehingga, investor yang rasional akan meminta premium maturitas untuk obligasi yang sama karekteristiknya tetapi jatuh temponya lebih lama, katakan yang 10 tahun lagi berbanding yang 3 tahun lagi.
3. Risiko Default
Risiko default hanya ada pada obligasi korporasi. Berbeda dengan ORI dan SUN yang dijamin pemerintah sebagai pengutang, obligasi korporasi tidak dijamin pemerintah. Investor yang membeli obligasi korporasi harus menyadari bahwa investasinya bisa tidak kembali jika sebelum obligasi jatuh tempo, korporasi itu bangkrut. Risiko korporasi bangkrut sehingga obligasi dan bunganya menjadi gagal dibayar inilah yang dimaksud dengan risiko default.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: 9 Emiten Ini Rajin Bagi Divien 2 Kali Setahun
Next Article 10 Tips Investasi Agar Sukses Jadi Day Trader Saham