Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memastikan sejumlah barang dan jasa yang biasa dikonsumsi masyarakat, seperti layanan Netflix, Spotify, Youtube Premium, pulsa, kartu perdana, token, vocer, hingga tiket pesawat tetap terkena pajak pertambahan nilai (PPN).
Dengan demikian, saat tarif PPN berubah dari 11% menjadi 12% sesuai amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), maka sejumlah barang dan jasa yang telah menjadi objek pajak tetap terdampak kenaikan tarif PPN tersebut. Jadi, tarif PPN 12% bukan khusus barang mewah saja sebagaimana sebelumnya disebut DPR dan Presiden Prabowo Subianto.
"Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak," dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Pajak Nomor KT-03/2024, Sabtu (21/12/2024).
Oleh sebab itu, otoritas pajak tersebut menegaskan, biaya berlangganan platform digital seperti Netflix, Spotify, Youtube Premium, dan sebagainya merupakan objek pajak PPN yang perdagangannya melalui sistem elektronik atau PMSE. Ini sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022.
"Artinya, atas biaya berlangganan platform digital bukan merupakan objek pajak baru," tulis instansi yang kini dipimpin oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo itu melalui keterangan tertulis.
Demikian halnya atas transaksi penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher, selama ini sudah dipungut PPN sesuai dengan ketentuan PMK 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu. Artinya, atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher juga bukan merupakan objek pajak baru.
Prinsip ini juga berlaku terhadap transaksi tiket pesawat dalam negeri yang bukan merupakan bagian dari tiket pesawat luar negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1994 tentang pelaksanaan UU No 8/1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No 11/1994 transaksi tiket pesawat dalam negeri itu terutang PPN.
"Artinya, transaksi penjualan tiket pesawat dalam negeri yang bukan merupakan bagian dari tiket pesawat luar negeri bukan merupakan objek PPN baru," tulis Ditjen Pajak.
Lain halnya dengan transaksi penjualan tiket konser musik dan sejenisnya. Sebab, bukan merupakan objek PPN tetapi objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diadministrasikan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
"Atas transaksi penjualan tiket konser musik dan sejenisnya, bukan merupakan objek PPN tetapi objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)," sebagaimana tertera dalam keterangan tertulis Ditjen Pajak.
Ditjen Pajak juga menegaskan, barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Barang dan jasa tersebut seperti:
1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran
2) Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum
3) Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali terhadap tiga jenis barang yang 1% PPN nya ditanggung pemerintah atau DTP, yaitu minyak goreng curah "Kita", tepung terigu dan gula industri.
Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: PPN 12% & Pajak Alat Berat Hantui Bisnis Jasa Pertambangan 2025
Next Article Tahun Depan PPN Jadi 12%, Ini Dampaknya Kata Bankir Syariah