Kemenperin Minta Cukai Minuman Manis Ditunda, Alasannya Tak Terduga

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menerapkan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025. Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap kebijakan ini tidak diberlakukan dalam waktu dekat.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan menilai kondisi ekonomi saat ini masih belum mendukung untuk dapat menerapkan cukai MBDK.

"Saat ini daya beli masyarakat masih rendah, menurun. Mungkin ini belum waktunya," kata Merriantij saat ditemui di Kawasan Industri Terpadu Indonesia China, Bekasi, Jumat (28/2/2025).

Selain itu, dia menyebut kinerja industri minuman saat ini juga masih fluktuatif, sehingga penerapan cukai dianggap bisa semakin membebani sektor tersebut.

"Kalau nanti daya beli sudah membaik dan industri kembali pulih, baru bisa dipertimbangkan lagi. Sekarang kondisinya masih naik turun," jelasnya.

Sebelumnya, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Akbar Harfianto mengatakan rencana penerapan cukai MBDK pada semester II-2024 mempertimbangkan target cukai MBDK dalam UU APBN 2025.

"Saat ini target untuk implementasi sesuai APBN di semester II," kata Akbar saat konferensi pers di Kantor Pusat DJBC, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

Akbar menekankan, pemerintah tentu akan tetap memperhatikan kondisi ekonomi dan daya beli untuk menetapkan skema tarifnya, termasuk untuk menentukan ambang batas atau threshold kadar gula dalam MBDK nya.

"Secara teknis kita sudah siapkan pp pmk sampai aturan teknis di bawahnya sambil tunggu tadi apakah dari sisi kondisi daya beli masyarakat bisa atau mampu tambah beban," tuturnya.

Akbar menekankan, prioritas utama pengenaan cukai MBDK pada paruh kedua tahun ini atau mulai Juni 2025 adalah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan masyarakat, bukan hanya sekedar optimalisasi penerimaan.

"Jadi jangan disalah artikan negara butuh duit, tapi dilihat sebaliknya penyakit tidak menular tertinggi seperti apa, sebagai contoh diabetes dan sebagainya, sehingga kebutuhan fiskal policy perlu atau tidak untuk ranah itu," ucapnya.


(dce)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Nasib 459 Karyawan Sanken! Bukan PHK, Tapi Golden Shake Hand

Next Article Kelas Menengah RI Sehat-Sehat! Beban Hidup Ini Menanti di 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|