Jakarta, CNBC Indonesia - Laksamana Asia-Pasifik Amerika Serikat (AS), Sam Paparo, menjabarkan kondisi militer Negeri Paman Sam dalam menghadapi konflik di Ukraina dan Timur Tengah. Hal ini disebarkannya dalam sebuah pernyataan resmi, Selasa (19/11/2024).
Dalam paparannya, Paparo menyebut konflik di Ukraina dan Timur Tengah menggerogoti persediaan pertahanan udara AS. Hal ini, menurutnya, akan membebani biaya perang yang disiapkan Washington.
"Dengan beberapa Patriot yang telah digunakan, beberapa rudal udara-ke-udara yang telah digunakan, sekarang ini menggerogoti persediaan. Mengatakan sebaliknya akan menjadi tidak jujur," kata Paparo, kepala Komando Indo-Pasifik AS, dalam sebuah acara, yang dikutip Reuters.
AS di bawah Presiden Joe Biden terus mempersenjatai Ukraina dan Israel dengan sistem pertahanan udaranya yang paling canggih. Angkatan Laut AS secara langsung mempertahankan pengiriman di Laut Merah dalam menghadapi serangan rudal dan pesawat nirawak dari pemberontak Houthi di Yaman.
Bulan lalu, AS mengerahkan THAAD, atau sistem Terminal High Altitude Area Defense, dan sekitar 100 tentara AS untuk mengoperasikannya ke Israel. THAAD adalah bagian penting dari sistem pertahanan udara berlapis milik militer AS.
Dalam kasus Ukraina, Biden telah memberi Kyiv serangkaian pertahanan lengkap, termasuk rudal Patriot dan sistem Rudal Permukaan-ke-Udara Canggih Nasional. Tak hanya itu, Gedung Putih juga baru-baru ini merestui penggunaan Sistem Rudal Taktis Angkatan Darat, atau ATACMS oleh Ukraina untuk menyerang Rusia.
Lampu hijau yang diberikan Biden ini mengundang reaksi keras dari Rusia untuk segera mengesahkan doktrin nuklir terbarunya. Doktrin itu secara resmi dikenal sebagai 'Dasar-dasar Kebijakan Negara di Bidang Pencegahan Nuklir'.
Doktrin yang tertulis sepanjang 4 halaman itu menguraikan kondisi ancaman-ancaman yang dapat dibalas dengan penggunaan senjata nuklir.
"Rusia akan mempertimbangkan serangan nuklir jika negara itu, atau sekutunya Belarus, menghadapi agresi dengan penggunaan senjata konvensional yang menimbulkan ancaman kritis terhadap kedaulatan dan (atau) integritas teritorial mereka," kata doktrin baru tersebut, yang diteken Presiden Vladimir Putin.
"Agresi terhadap Federasi Rusia dan (atau) sekutunya oleh negara non-nuklir mana pun dengan partisipasi atau dukungan negara nuklir dianggap sebagai serangan gabungan mereka," tambah pernyataan itu.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Putin Sebut Timur Tengah Bakal Hadapi Perang Besar
Next Article Putin Buka-bukaan Rahasia Kekuatan Terbesar Rusia