Mendag Ungkap Efek Ngeri Kalau Trump Kenakan Tarif Horor ke RI

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso buka-bukaan soal ancaman nyata dari kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia. Ia menyebut kebijakan tarif yang digaungkan Presiden AS Donald Trump berpotensi menggerus ekspor Indonesia, sekaligus menghantam surplus neraca perdagangan yang selama ini menjadi andalan.

"Tambahan tarif terhadap produk-produk Indonesia akan secara langsung menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika Serikat. Hal ini akan berakibat turunnya ekspor dan menggerus surplus neraca perdagangan yang selama ini menguntungkan Indonesia," kata Budi saat Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Padahal, katanya, Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama Indonesia setelah China. Total nilai perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat pada tahun 2024 mencapai US$ 38,3 miliar, naik 11,01% dibanding tahun sebelumnya. Ekspor Indonesia ke AS bahkan terus mencatat pertumbuhan impresif, rata-rata 6,05% per tahun selama periode 2020-2024.

Pada tahun 2024 saja, ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam tercatat sebesar US$ 26,3 miliar, tumbuh 13,36% dibanding 2023. Tak hanya itu, Indonesia juga menikmati surplus perdagangan yang signifikan dengan AS selama lima tahun terakhir.

"Pada tahun 2024 surplus perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat tercatat sebesar US$ 14,3 miliar atau nomor dua setelah India, kita dengan India surplus US$ 14,6 miliar," ungkapnya.

Tren positif itu berlanjut hingga kuartal pertama 2025. Per Maret, RI mencatat surplus tertinggi dengan AS senilai US$ 1,98 miliar. Sementara ekspor nonmigas pada periode Januari-Maret 2025 mencapai US$ 7,30 miliar, atau meningkat 16,29% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)Foto: Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (19/5/2025). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Namun, potensi surplus ini terancam oleh skema tarif baru dari AS yang lebih agresif dari sebelumnya. Budi menjelaskan, secara umum kebijakan tarif AS kini terdiri dari tiga lapis tambahan, diantaranya:

  1. Tarif dasar baru, yaitu tambahan tarif sebesar 10% yang dikenakan kepada semua negara dari bea masuk Most Favoured Nation (MFN).
  2. Tarif resiprokal atau timbal balik, yang nilainya berbeda-beda antar negara. Untuk Indonesia, tarif ini mencapai 32%.
  3. Tarif sektoral, berupa tambahan tarif sebesar 25% untuk produk-produk strategis seperti baja, aluminium, otomotif, dan komponen otomotif.

"Kebijakan tarif yang saat ini berlaku terhadap Indonesia dan sebagian besar mitra dagang Amerika Serikat adalah tarif dasar baru sebesar 10% dan tarif sektoral sebesar 25%," jelas Budi.

Sementara itu, penerapan tarif resiprokal ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025, untuk memberi ruang perundingan dengan mitra dagang, termasuk Indonesia.

"Selama 90 hari, maka yang berlaku adalah MFN (atau tarif dasar) 10% ditambah tarif sektoral 25% untuk produk tertentu. Sementara yang resiprokal masih menunggu," tambahnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jika tarif resiprokal diberlakukan, maka tarif dasar baru tidak berlaku. Begitu pula jika suatu produk sudah terkena tarif sektoral, maka ia tidak dikenakan tarif lainnya.

"Sebagai catatan, jika tarif resiprokal diberlakukan maka tarif dasar baru tidak berlaku. Selain itu, apabila suatu produk sudah dikenakan tarif sektoral maka produk tersebut tidak dikenakan tarif dasar baru atau tarif resiprokal," pungkasnya.


(wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Mendag Pastikan RI Tak Jadi "Jalur Tikus" Barang China ke AS

Next Article Pilih Gabung PAN, Mendag Akhirnya Bersuara-Beri Respons Tak Terduga

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|