Daging Ayam. / Ilustrasi Freepik
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—BPS Gunungkidul mencatat selama September 2025 terjadi inflasi month to month (M-to-M) dengan Agustus sebesar 1,83%. Kondisi ini sangat dipengaruhi adanya kenaikan untuk harga jual daging ayam ras dan telur.
Kepala BPS Gunungkidul, Joko Prayitno mengatakan, kondisi perekonomian dan harga jual di pasaran angat berpngeruh terhadap terjadinya inflasi. Hingga sekarang, kondisinya masih fluktuatif, namun secara perkembangan masih dalam batas kewajaran.
BACA JUGA: Persib Bandung Bantai Bangkok United
Ia mencotohkan, pada Juli lalu sempat terjadi deflasi, tapi selanjutnya pada September terjadi inflasi M-to-M sebesar 1,58%. Capaian ini masih dalam batas toleransi karena prediksi inflasi di 2025 di antara rentang 1,5-3,5 % per tahunnya.
“Inflasi 1,58% pada Sepetmber masih terhitung normal karena masih dalam batas kewajaran,” katanya, Rabu (1/10/2025).
Joko menjelaskan, berdasarkan atas kajian yang telah dilakukan, komoditas pangan menjadi penumbang terbesar inflasi pada September. Salah satunya, daging ayam ras yang menyumbang sebesar 0.11%
“Telur ayam juga menjadi penyumbang terbesar. Selain itu, ada juga ikan nila, lele, sayuran. Semua yang menyangkut bahan pangan ikut menyumbang inflasi terbesar selama September,” ungkapnya.
Disinggung mengenai naiknya harga jual daging ayam ras, ia tidak menampik hal tersebut. Pasalnya, di waktu normal harga di bawah Rp30.000 per kilonya, tapi saat sekarang bisa menembus di atas Rp35.000 per kilogram.
“Memang untuk permintaan sekarang tinggi. Sesuai dengan hukum ekonomi, saat permintaan meningkat, maka harga juga akan naik,” katanya.
Ia belum bisa memastikan penyebab naiknya harga daging ayam. Namun, Joko melihat jika mengacu pada pemberitaan di sejumlah media, kenaikan terjadi dampak adanya kebutuhan daging ayam untuk memenuhi program makan bergizi gratis.
“Memang ada berita bahwa kebutuhan daging di program makan bergizi gratis ikut mengerek harga daging ayam. Tapi, untuk pastinya juga butuh kajian yang lebih mendalam,” katanya.
Statistik Ahli Pertama, BPS Gunungkidul Ardiyas Munsyianta. Menurut dia, perhitungan inflasi terus dilakukan setiap bulan, yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi di Masyarakat.
“Pasti tiap bulannya ada perhitungan inflasi mengacu pada indikator yang telah ditentukan dari pusat,” katanya.
Dia mengatakan, terjadinya deflasi tidak hanya terlihat di Juli. Pasalnya, di awal tahun atau tepatnya Januari dan Februari juga terjadi hal yang sama.
“Hasil perhitungan flutuktuatif dan kebijakan dari pemerintah pusat juga bisa berdampak terjadinya deflasi atau inflasi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News