Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan aturan terkait Buy Now Pay Later bagi Perusahaan Pembiayaan (PP BNPL). OJK berencana menetapkan batas usia hingga minimal pendapatan pengguna Pay Later.
Hal ini dilakukan untuk menguatkan pelindungan konsumen dan masyarakat dan mengantisipasi potensi terjadinya jebakan hutang (debt trap) bagi pengguna PP BNPL yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup memadai dalam menggunakan produk dan layanan keuangan, serta sekaligus guna pengembangan dan penguatan industri Perusahaan Pembiayaan.
Adapun pokok-pokok pengaturan Paylater baru ini mencakup, antara lain pembiayaan PP BNPL hanya diberikan kepada nasabah/debitur dengan usiaminimal 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan memiliki pendapatan minimal sebesar Rp3.000.000 per bulan.
"Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriterianasabah/debitur dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisinasabah/debitur baru, dan/atau perpanjangan pembiayaan PP BNPL, paling lambat tanggal 1 Januari 2027," sebagaimana tertuang dalam keterangan resmi, Selasa, (31/12/2024)
Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL harus menyampaikan notifikasi kepada nasabah/debitur mengenai perlunya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL, termasuk pencatatan transaksi debitur di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
"OJK dapat melakukan peninjauan kembali terhadap pengaturan tersebut di atas dengan mempertimbangkan antara lain kondisi perekonomian, stabilitas sistem keuangan, dan perkembangan industri PP BNPL," ungkapnya.
Perumusan peraturan ini terjadi seiring fenomena masyarakat Indonesia yang semakin gemar membeli barang menggunakan fitur buy now pay later (BNPL). Hal ini terbukti dari penyaluran piutang pembiayaan Pay Later dari Perusahaan Pembiayaan (PP) yang naik 103,4% per September 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan mengatakan, piutang pembiayaan BNPL oleh PP per September 2024 menjadi Rp8,24 triliun. Angka ini lebih rendah dari BNPL pada perbankan yang tercatat sebesar Rp19,81 triliun.
"Adapun tingkat kredit macet atau Net Performing financing (NPF) gross dan NPF net masing-masing sebesar 2,60% dan 0,71%," ungkap Agusman dalam jawaban tertulis, dikutip Kamis, (6/11/2024).
Berdasarkan piutang pembiayaan pokok, mayoritas berasal dari segmen masyarakat yang memiliki kategori usaha lainnya/non produktif, yang diikuti dengan usaha mikro.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini: