Pakar Bahas Peningkatan Angka Gangguan Kesehatan Jiwa

8 hours ago 2

Pakar Bahas Peningkatan Angka Gangguan Kesehatan Jiwa Suasana konferensi pers Seminar Nasional bertajuk "Sehat Mental di Era Digital" di FK-KMK UGM pada Kamis (9/10/2025). Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan,Kementerian Kesehatan RI, Imran Pambudi (dua dari kanan) dan Ketua Kolegium Psikologi Klinis, Indria Laksmi Gamayanti (dua dari kiri) - Harian Jogja // Catur Dwi Janati 

Harianjogja.com, SLEMAN—Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Masyarakat (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM bersama Kolegium Psikologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia DIY, Ikatan Psikolog Klinis DIY, Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia DIY dan RSJ Grhasia mengadakan Seminar Nasional bertajuk Sehat Mental di Era Digital.

Penguatan pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan mental di era digital menjadi fokus dari para akademisi dan praktisi.

Pemakaian media sosial yang berlebih memicu dampak negatif bagi kesehatan mental. Aksi seperti cyber bullying, penyalahgunaan data pribadi, hingga ketergantungan media sosial dapat menjadi ancaman serius yang mempengaruhi kesejahteraan jiwa.

Seminar diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia digelar untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan mental di tengah tantangan dunia digital.

Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan RI, Imran Pambudi menjelaskan setiap 10 Oktober, dunia memperingati Hari Kesehatan Jiwa. Pada tahun ini, Hari Kesehatan Jiwa mengusung Mental Health in Catastrophic and Emergency. Tema itu kata Imran diusung untuk menguatkan kesehatan jiwa di daerah-daerah bencana.

"Tetapi di Indonesia kami melakukan modifikasi, supaya jangan hanya masalah bencana. Jadi tahun ini temanya adalah Sehat Jiwa Dalam Segala Situasi. Kenapa? Karena memang urusan kesehatan jiwa itu kan urusan semua orang," kata Imran pada Kamis (9/10/2025) di FK-KMK UGM.

Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan angka orang teridentifikasi mengalami depresi mencapai sekitar 2%. Dari angka tersebut, kurang dari 13% yang mengakses pelayanan kesehatan. 

"Jadi lebih banyak yang tidak mengakses, tidak berobat dibandingkan mangakses pelayanan. Jadi ini menjadi suatu masalah yang perlu diperhatikan juga oleh masyarakat," ujarnya. 

Tak hanya depresi, Imran juga mengungkapkan jika secara nasional, angka kasus bunuh diri mengalami peningkatan. Imran mengatakan pada tahun 2023 tercatat ada 1.350 kasus bunuh diri. Tetapi pada tahun 2024 jumlahnya naik menjadi 1.450 kasus. 

Secara umum, ada tiga besar kasus gangguan jiwa di Indonesia. Ketiganya dijelaskan Imran meliputi depresi, lalu ansietas atau kecemasan dan ketiga skizofrenia. Tiga kasus tersebut kata Imran menjadi masalah bagi Indonesia 

Berdasarkan catatan Imran masih ada sekitar 1.750-an kasus pasung di Indonesia. Jumlah ini diyakini Imran bisa lebih banyak karena angka tersebut hanya merujuk jumlah kasus yang terlaporkan saja.

"Jadi itu beberapa gambaran ya bahwa perlu untuk memperhatikan masalah kesehatan jiwa. Bukan hanya di bencana saja, tetapi juga yang dialami sekarang. Karena spektrum kesehatan jiwanya sangat lebar. Mulai dari gangguan yang ringan sampai yang keras," ungkapnya. 

Upaya untuk menekan angka kesehatan jiwa di Indonesia juga tak lepas dari kolaborasi psikolog klinis dan psikiater serta elemen lainnya. Ketua Kolegium Psikologi Klinis, Indria Laksmi Gamayanti mengatakan jika kolaborasi antara psikolog dan psikiater bentuknya sangat banyak. Untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa di era digital ini, secara umum ada tiga langkah yang bisa diterapkan. Tiga langkah itu yakni preventif, kurasi dan rehabilitasi. 

"Bagaimana kerja samanya pasti kami melakukan asesmen dulu bersama-sama lalu kita akan melihat kalau memang diperlukan untuk dilakukan konseling, psikoterapi dan sebagainya ini nanti akan banyak ditangani oleh psikolog klinis," ujarnya.

Gama mengatakan biasanya penilaian akan dilakukan untuk mengetahui bentuk adiksi dan tingkat adiksi seseorang. Akar permasalahannya itu yang coba diketahui. 

"Kalau memang di dalam prosesnya ternyata yang bersangkutan, ada kondisi-kondisi yang memang sudah harus dibantu dengan psikofarmaka, dengan obat-obatan, maka ini tentu menjadi bagian dari psikiater," ucapnya. 

Lebih lanjut Gama menilai masyarakat perlu memahami bahwa dalam mengatasi gangguan jiwa juga dibutuhkan keterlibatan berbagai elemen. Misalnya pada elemen sekolah dan orang tua, Gama berpendapat jika sekolah-sekolah maupun orang tua perlu mengajarkan kepada anak bagaimana cara penggunaan media digital secara sehat. Bila anak teredukasi cara penggunaan media yang sehat, harapannya gangguan jiwa pada anak bisa dicegah. 

"Secara internasional sebetulnya kan sudah ada sebuah peringatan bahwa anak di bawah 2 tahun itu sebetulnya tidak boleh sama sekali terpapar audio-visual electronic devices. Setelah itu sampai dengan usia sekolah dasar, sekitar 12 tahun, itu maksimal kumulatif dalam 1 hari itu 2 jam," ujarnya. 

Anak-anak lanjut Gama juga masih perlu didorong untuk melakukan aktivitas atau permainan yang dilakukan secara langsung. Edukasi pada masyarakat, terutama pada orang tua maupun guru di sekolah, bagi Gama menjadi sesuatu yang sangat penting untuk terus didorong. "Jadi kolaborasi dengan semua pihak menjadi sangat perlu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|