Pemegang Obligasi PPRO Tolak Wacana Konversi ke Saham, Ini Alasannya

20 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemegang obligasi emiten konstruksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT PP Properti Tbk (PPRO) menolak wacana konversi utangnya menjadi saham. Pihaknya berharap perseroan dapat tetap mengakomodir pembayaran bunga dan pokok utangnya secara tunai.

"Kami kan memberikan pinjaman (utang) dalam bentuk uang (tunai), harapan kami pun dibayarkan kembali dalam bentuk tunai, bukan saham. Kami terbuka untuk negosiasi selama hak kami tetap dapat dipenuhi," ujar salah satu pemegang obligasi PPRO, ketika ditemui CNBC Indonesia, Selasa (7/1/2025).

Seperti diketahui, PT PP Properti Tbk (PPRO) menunda pembayaran bunga ke-11 Obligasi Berkelanjutan II PP Properti Tahap IV Tahun 2022 Seri B yang seharusnya jatuh pada 14 Oktober 2024. Obligasi ini sendiri memiliki nilai pokok Rp 163,5 miliar dan bunga 10,60% per tahun, dan sedianya akan jatuh tempo pada 14 Januari 2025.

Penundaan ini dilakukan karena Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan PPRO dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara selama 45 hari sejak 7 Oktober 2024 lalu.

Wacana konversi pembayaran kewajiban obligasi dengan saham telah diketahui pihak pemegang obligasi lewat draft awal rencana penyelesaian kewajiban kepada kreditur yang dibagi ke dalam beberapa tranches atau metode pembayaran, berdasarkan jumlah tagihan terverifikasi dalam proses PKPU.

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, terdapat 7 tranche pembayaran yang akan dilakukan oleh manajemen PPRO dalam menyelesaikan kewajibannya. Namun, terdapat 2 tranche pembayaran yang akan dikonversi menjadi saham, yakni tranche E yaitu kreditur yang memiliki nilai utang antara Rp 20-45 miliar, dan tranche F yang merupakan kreditur yang memiliki nilai utang di atas Rp 45 miliar.

Sementara untuk tranche A sampai D, metode pembayarannya akan dilakukan melalui skema balloning payment sesuai dengan kemampuan cash flow perusahaan. Kemudian untuk tranche G, pembayaran akan dilakukan melalui metode konversi perpetual loan. Dalam rencana penyelesaian kewajiban yang ditawarkan perseroan juga disebutkan pembayaran bunga dan denda tertunggak diusulkan dihapuskan untuk semua tranche pembayaran.

Pemegang obligasi sendiri dikatakan telah menerima undangan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) Berkelanjutan II PP Properti Tahap III 2021 Seri B untuk membahas skema penyelesaian yang ditawarkan pada pada Jumat, 10 Januari 2025. "Harapannya, suara Kami juga dapat didengar dalam kesepakatan penyelesaian nanti," ujarnya. 

Belajar Dari Obligasi Waskita Karya

Jika kita belajar dari pengalaman emiten konstruksi BUMN lainnya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) yang memiliki kondisi hampir mirip, skema penyelesaian kewajiban melalui kesepakatan bersama antara manajemen dan pemegang obligasi sangat dimungkinkan terjadi. WSKT ketika itu memperoleh restu dari pemegang obligasi atas usulan skema penyelesaian pokok dan bunga obligasi non-penjaminan. Persetujuan tersebut diraih dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) yang digelar di Jakarta pada tanggal 21-22 Februari 2024.

Direktur Utama Waskita Karya Muhammad Hanugroho ketika itu mengatakan, dengan persetujuan dari pemegang obligasi tersebut, seluruh kreditur perbankan juga telah menyetujui secara prinsip usulan skema restrukturisasi utang bank yang diusulkan Waskita.

"Ini adalah rangkaian proses restrukturisasi Waskita Karya secara menyeluruh. Harapannya kita bisa memperoleh suatu kesepakatan dan kemufakatan yang lebih baik antara Waskita dan Pemegang Obligasi. Manajemen Perseroan berkomitmen untuk memenuhi segala kewajiban yang seharusnya kami deliver kepada bapak ibu yang hadir pada hari ini," ujarnya dalam keterangan resminya, Senin (26/2).

Menurutnya, persetujuan atas restrukturisasi Waskita merupakan titik penting bagi pemulihan kondisi keuangan Perseroan untuk dapat melakukan manajemen cash flow secara optimal guna menghasilkan siklus kegiatan operasional yang lebih sustain.

"Usulan yang kami berikan tentunya adalah opsi yang terbaik dari Perseroan dalam proses penyelesaian kewajiban Waskita kepada seluruh kreditur baik perbankan, pemegang obligasi, maupun vendor," ungkapnya.

Adapun hasil RUPO yang disetujui yaitu Obligasi Berkelanjutan III Tahap III Tahun 2018 dengan jumlah persetujuan sebesar 77,91%, Obligasi Berkelanjutan IV tahap I tahun 2020 sebesar 92,38% dan Obligasi Berkelanjutan III Tahap II tahun 2018 sebesar 79,19%. Untuk diketahui hasil minimal yang harus disetujui yaitu 75% dari quorum kehadiran RUPO.

"Selanjutnya Perseroan segera menjalankan langkah-langkah strategis yang menjadi komitmen Perusahaan dalam melaksanakan Perjanjian Perwaliamanatan dan keputusan RUPO," tutupnya.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Transaksi Saham Dituding Judi, Orang "Kecil" Investasi Kemana?

Next Article Anak Usaha Delta Dunia Makmur (DOID) Kantongi Obligasi Rp 1 Triliun

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|