Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah untuk memangkas anggaran perjalanan dinas menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pengusaha perhotelan dan restoran. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebut dampaknya bisa meluas ke banyak sektor dan mengancam kelangsungan bisnis hotel di daerah.
Pemerintah diminta belajar dari dampak kebijakan serupa yang pernah diterapkan tahun 2015 silam di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, kata Hariyadi, perjalanan dinas pemerintah menyumbang pangsa pasar yang besar, terutama untuk hotel bintang 3 dan 4 market share-nya sekitar 40%. Bahkan di daerah-daerah seperti Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, hingga Papua, kontribusi kegiatan perjalanan dinas pemerintah bisa mencapai 70%.
"Kalau untuk bintang 5 kurang lebih 10-15%. Jadi memang cukup besar efek daripada (pemangkasan anggaran perjalanan dinas). Ini saya bicara secara nasional ya. Tapi kalau kita lihat per daerah, seperti contoh di daerah Timur, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku sampai Papua, market share pemerintah bahkan bisa sampai 70%. Jadi signifikan," kata Hariyadi saat Konferensi Pers di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Pemangkasan anggaran perjalanan dinas, kata dia, akan langsung terlihat di sektor hotel, diikuti restoran. Banyak restoran dan hotel di daerah yang mengandalkan pemerintah sebagai pelanggan utama. Penurunan okupansi ini tak hanya berdampak pada pendapatan, tetapi juga lapangan pekerjaan.
"Saat ini, penyerapan tenaga kerja di sektor hotel dan restoran sudah turun 20-30% sejak pandemi. Kebanyakan karyawan di restoran dan hotel sekarang berbasis kontrak atau daily worker. Jika tamu sepi, mereka tidak dipanggil bekerja," ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, akan membuat hotel dan restoran harus beroperasi dalam mode bertahan (survival mode), seperti mengurangi tenaga kerja kontrak dan memangkas pengeluaran operasional.
Hariyadi menyoroti efek domino dari pemangkasan anggaran perjalanan dinas, imbasnya juga akan terasa di mata rantai pasok industri perhotelan dan restoran. Katanya, hotel memiliki rantai pasok yang melibatkan banyak sektor, termasuk peternakan, pertanian, hingga UMKM penyedia amenities seperti sabun dan perlengkapan lainnya. Pemangkasan anggaran ini dipastikan akan memukul banyak pihak di luar sektor perhotelan itu sendiri.
"Ini bukan hanya soal hotel atau restoran. Mata rantai dari sektor ini luas, mulai dari peternak ayam, sapi, telur, hingga petani sayur. Bahkan penyedia oleh-oleh di daerah akan terdampak. Semua itu banyak melibatkan UMKM," kata Hariyadi.
Selain itu, pemerintah daerah yang menggantungkan pendapatan dari pajak hotel dan restoran juga akan merasakan dampak signifikan. "Pemerintah daerah itu kan mengutip pajak hotel dan restoran, nah itu juga akan berkurang cukup signifikan," lanjut dia.
Belajar dari 2015
Hariyadi mengingatkan pemerintah bahwa situasi serupa pernah terjadi pada awal pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2015 lampau. Saat itu, anggaran perjalanan dinas juga dipangkas secara drastis. Dampaknya langsung terasa, yakni okupansi hotel menurun tajam, bisnis restoran merosot, dan aktivitas ekonomi daerah melambat.
"Waktu itu kita sempat mengalami 3 bulan, jadi Januari-Maret waktu itu kita mengalami situasi yang sangat dalam sekali impact-nya. Hotel langsung sepi, lalu di daerah yang terkait dengan restoran, oleh-oleh itu langsung ngedrop. Sampai akhirnya pemerintah waktu itu mengevaluasi, bahwa kebijakan itu tidak tepat. Nah akhirnya dikembalikan lagi," ujarnya.
Dia pun berharap hal serupa dilakukan pemerintahan saat ini, di mana Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mau belajar dari pengalaman yang sudah ada tersebut.
"Nah jadi kita berharap bahwa pemerintah sekarang juga perlu melihat lah. Jadi melihat kejadian 2015, situasinya seperti itu," ucap dia.
PHRI juga telah menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Presiden Prabowo, mengingatkan bahwa perjalanan dinas pemerintah bukan sekadar pengeluaran, melainkan stimulus penting untuk daerah.
Hariyadi meminta pemerintah meninjau ulang rencana pemangkasan anggaran ini. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi melemahkan ekonomi daerah yang sangat bergantung pada belanja pemerintah, terutama di sektor perhotelan dan restoran.
"Sektor ini jangan hanya dilihat sebagai biaya, tetapi sebetulnya ini stimulus yang berdampak langsung pada perekonomian daerah. Kami berharap pemerintah dapat meninjau lagi kebijakan ini sebelum diterapkan," pungkasnya.
Sampai saat ini, PHRI belum menerima tanggapan resmi dari Menteri Keuangan terkait surat yang dikirimkan pihaknya beberapa waktu lalu. Namun, mereka optimis pemerintah akan mendengar masukan dengan melihat dari pengalaman sebelumnya.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo Batasi Perjalanan Dinas, Okupansi Hotel Anjlok ke 50%
Next Article Video:Pak Jokowi, Pengusaha Enggan Bangun Hotel di IKN Kalau Tamu Sepi