Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengaku resah akan kebijakan pembatasan operasional yang baru-baru ini diberlakukan di jalan nasional Pemalang hingga Batang, Jawa Tengah.
Bahkan, pembatasan ini tidak hanya berdampak pada pengusaha truk saja, tetapi masyarakat terutama di sepanjang jalan nasional tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal Aptrindo Agus Pratiknyo mengatakan pembatasan ini sejatinya dapat berdampak ke ekonomi dan sosial di sekitar jalan tersebut.
"Pembatasan ini tidak hanya merugikan kami, tapi juga masyarakat yang berada di sekitar jalan nasional tersebut seperti pedagang warung makan, toko kelontong, restoran, dan lain-lain," kata Agus kepada CNBC Indonesia, Selasa (27/5/2025).
Bahkan, dampak dari pembatasan truk tersebut juga dapat berimbas ke tol, di mana potensi kerusakan jalan tol bisa saja terjadi jika kualitas jalannya tidak mampu untuk dilewati oleh truk-truk dengan beban yang besar.
Selain itu, pihaknya juga menanyakan terkait fasilitas di tol terutama rest area untuk truk apakah sudah cukup baik atau belum.
"Kalau tidak boleh lewat jalan biasa, otomatis truk-truk lewat tol, namun apakah kualitas jalannya mampu dilewati truk-truk? Nanti kalau tidak, anggaran untuk perbaikan membengkak lagi. Ini juga terkait fasilitas seperti rest area, apakah sudah cukup baik, kalau belum ya bagaimana kami mau lewat tol," ungkap Agus.
Pengusaha truk juga mengaku keberatan karena tarif tol yang terbilang sudah cukup mahal, sehingga dapat menambah biaya operasional truk.
"Kalau lewat jalan biasa kan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi, tapi kalau dialihkan lewat tol, otomatis biaya bertambah lagi, apalagi tarif tol cukup mahal, dan itu bohong sekali kalau ada tarif diskon 20% untuk truk yang lewat tol Pemalang-Batang," ujarnya.
Oleh karena itu, Oleh karena itu, pihaknya ingin mengajukan keberatan bukan untuk membantah secara menyeluruh, tetapi ingin kebijakan dapat berlaku adil dan tidak memberatkan salah satu pihak.
"Nah itu minta tolong lah gitu loh,Ini kan kita ini jadi bingung gitu, kita sih sebenarnya berharap supaya kita bisa duduk satu meja, kita bicara solusi yang win-win, mungkin dengan cara membatasi di jam-jam tertentu, tidak selama 24 jam, itu masih lebih bijak, kami bisa terima kalau pembatasannya di jam-jam tertentu," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Aptrindo Gemilang Tarigan dalam surat tersebut membeberkan sederet dasar hukum yang jadi alasan keberatan pengusaha atas pelarangan itu. Yakni, Undang-Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No 38/2004 tentang Jalan, UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, UU No 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai Asas Perlindungan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM).
"Maka segala kebijakan pemerintah harus mendukung iklim usaha yang kondusif bagi pelaku usaha termasuk di sektor logistik," katanya, dikutip Selasa (27/5/2025).
"Maka pelarangan akses penuh selama 24 jam kepada kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih tanpa pengaturan secara khusus dan terbuka pada jalan nasional Pemalang-Batang merupakan bentuk pembatasan akses yang melanggar hak publik," tambahnya.
Dia mengatakan, pelarangan penggunaan jalan nasional seharusnya berdasarkan pada regulasi yang memiliki kekuatan dan dasar hukum yang jelas. Menurutnya, surat rekomendasi Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub hanya bersifat administratif, bukan produk hukum mengikat dan hanya bersifat anjuran teknis.
"Bukan karena adanya tekanan oleh pihak-pihak tertentu dengan alasan melindungi keselamatan masyarakat umum tetapi mengabaikan dampak ekonomi dan sosial, serta mengabaikan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)," ujarnya.
Kata dia, pelarangan kendaraan angkutan barang sumbu 3 atau lebih melalui jalan nasional Pemalang-Batang selama 24 jam tidak tepat. Sangat berdampak langsung terhadap pelaku usaha logistik angkutan barang dan masyarakat umum.
Di antaranya, papar Gemilang, peningkatan biaya logistik dan beban usaha, menimbulkan dampak sosial ekonomi masyarakat, terutama pelaku kegiatan ekonomi lokal, UMKM, SPBU, warung makan, dan bengkel di sepanjang jalur nasional Pemalang-Batang.
"Selama ini mereka menggantungkan hidup dari arus kendaraan logistik. Ancaman dampak sosial berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan munculnya pengangguran baru. Ini menjadi masalah baru yang berpotensi menimbulkan kerawanan gangguan keamanan masyarakat," katanya.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Sritex, Dari Raja Tekstil Dunia hingga Pailit dan Terpuruk
Next Article Video: Kendaraan ODOL Tak Terkendali, Pengusaha Truk Ungkap Sebabnya!