Jakarta, CNBC Indonesia - Peraih Nobel di Bidang Ekonomi sekaligus ekonom Amerika Serikat, Paul Romer menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota baru untuk berkembang. Seperti membangun kota yang inklusif dan memiliki banyak ruang publik.
Romer mengatakan banyak negara yang gagal dalam membangun kota baru karena tidak inklusif.
Dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, ia menjelaskan bahwa banyak negara yang hanya fokus kepada orang kaya saja. Padahal, untuk membangun kota yang berkelanjutan diperlukan inklusivitas.
"Membangun kota untuk orang kaya, untuk lulusan perguruan tinggi adalah strategi yang gagal. Sudah banyak kota tersedia untuk orang kaya. Pasar yang belum tersentuh adalah masyarakat menengah ke bawah," ujar Paul Romer dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (31/1/2025).
Foto: Nobel Prize Economic Science, Paul Romer dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025 di Nusantara Hall, ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Tak hanya itu, menurutnya dengan memberikan ruang untuk kaum menengah ke bawah untuk berkembang pertumbuhan ekonomi bisa meningkat. Cara ini sebelumnya sudah pernah diterapkan oleh kota New York, Amerika Serikat ketika pertama dibangun.
"Bisakah memuat kota yang sukses dengan orang-orang yang masih merintis? Tentu saja. Itu yang dilakukan oleh kota New York ketika menarik imigran. Mereka dapat berkembang dan menjadi sukses. Peluang itu ada dan tidak akan pernah hilang," ujarnya.
Romer pun menjelaskan IKN dapat menjadi kota urban yang sukses jika tata ruang kota sudah ditentukan secara jelas dan memiliki banyak ruang publik.
"Alasan mengapa urbanisasi gagal di banyak belahan dunia adalah karena mereka tidak melakukan perencanaan ketika biaya masih murah. Tidak ada yang menyisihkan ruang publik sebagai mekanisme penghubung semua masyarakat," ujarnya.
Foto: Nobel Prize Economic Science, Paul Romer dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025 di Nusantara Hall, ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Ia kembali mencontoh kan kota New York ketika pertama dibangun pada tahun 1811. Ia menjelaskan pada saat itu, para pengembang kota hanya menggambarkan garis pada sebuah peta bagian-bagian mana yang akan dijadikan ruang publik.
"Jadi tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk beton, membangun banyak saluran pembuangan, tidak perlu mengeluarkan banyak uang, cukup tentukan bagian yang akan dikhususkan untuk ruang publik yang akan digunakan oleh pemerintah di masa depan untuk pembangunan," ujarnya.
(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kunci Sukses Majukan UMKM, Ini Saran Peraih Nobel ke BRI
Next Article Peraih Nobel Puji Pembangunan IKN, Bisa Lebih Besar dari Shenzen