Petani Singkong di Lampung Beri Kabar Buruk, RI Dalam Bahaya Besar!

2 months ago 24

Jakarta, CNBC Indonesia - Produksi singkong di Lampung terus menurun. Ada sejumlah masalah pelik yang harus segera direspons oleh pemerintah.

Ketua Umum Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Arifin Lambaga mengungkapkan Lampung merupakan sentra produksi singkong utama di Indonesia. Pada tahun 2022, Lampung menghasilkan 6,7 juta ton umbi singkong segar atau sekitar 40% dari total produksi singkong nasional.

Sekitar 90% dari produksi singkong di Lampung diserap industri tapioka yang menghasilkan devisa sekitar Rp 10 triliun, belum termasuk hasil samping seperti onggok dan lain-lain.

"Jadi, sangat disayangkan jika potensi ini tidak terkelola dengan baik yang akhirnya merugikan semua pihak," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/1/2025).

Dia mengatakan produksi singkong di Lampung terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Produksi tertinggi sebesar 9 juta ton pernah dicapai pada 2010 setelah itu terus menurun hingga 2022 kurang dari 7 juta ton. Bahkan, pada 2019 di bawah 5 juta ton, dengan produktivitas yang relatif rendah yaitu 22 ton/hektare.

Dia menjelaskan ktivitas on-farm menghasilkan bahan baku industri pengolahan dalam bentuk umbi segar belum optimal sehingga produktivitas rendah (

"Ini menjadikan hasil panen singkong petani tidak terserap seluruhnya oleh industri atau jika terserap dibeli dengan harga yang relatif murah," bebernya.

Harga singkong yang disepakati melalui mediasi Pemerintah Provinsi Lampung pada 23 Desember 2024 sebesar Rp 1.400/kg dengan refaksi maksimal 15% ternyata memberatkan bagi industri tapioka karena harga pasar global yang terus menurun. Sejumlah pabrik tapioka besar memilih menghentikan kegiatan produksi sehingga tidak lagi membeli singkong dari petani.

Inilah yang akhirnya mendorong demonstrasi besar dari petani. Selain itu, telah terjadi ketidaksalingpercayaan (trust) antara pembeli (industri) dan produsen (petani) dalam penetapan rendemen dan besarnya potongan (refaksi). Penetapan kadar aci (rendemen) singkong dan besarnya refaksi ditetapkan sepihak oleh pembeli, umumnya rendemen yang diterima petani sekitar 20% dan refaksi antara 15 sampai 30%.

Ilustrasi Tanaman. (Dok. Kementan)Foto: Dok. Kementan
Ilustrasi Tanaman. (Dok. Kementan)

"Besarnya refaksi ini ditentukan dari kadar aci dan kotoran singkong termasuk bonggol, tanah dan batu. Oleh karena itu sangat beralasan jika petani menuntut transparansi dalam penetapan rendemen dan besaran refaksi tersebut," ucapnya.

Untuk itu, dia pun meminta pemerintah tanggap terhadap kondisi ini. Berikut rekomendasi yang diberikan Arifin untuk jangka pendek dan panjang.

Jangka pendek:

  1. Perlu kebijakan menyelamatkan singkong hasil panen petani yang tidak terserap pabrik. Hal ini perlu untuk menghindari kerugian lebih besar pada petani yang menggantungkan hidupnya pada singkong.
  2. Memberikan dukungan dan akses kepada petani untuk mendapatkan bantuan/subisidi pembiayaan dan sarana produksi seperti bibit dan pupuk.
  3. Pemerintah daerah terus melakukan pendekatan dan fasilitasi agar kedua pihak (petani dan pelaku industri tapioka) dapat terus berkomunikasi mencapai kesepakatan harga yang diterima bersama. Disinilah perlu keterbukaan (transparansi) semua pihak terkait
    komponen biaya produksi di tingkat usaha tani dan pabrik tapioka.
    MSI secara khusus mengusulkan harga singkong di tingkat petani minimal Rp 1.200/kg dengan refaksi maksimal 15%. Usulan ini sudah dikaji tim MSI dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan tetap fleksibel untuk direvisi.
  4. Perlu segera ada koordinasi pemerintah pusat, terutama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan instansi terkait lainnya. Koordinasi sangat penting karena solusi singkong secara komprehensif melibatkan banyak aspek yang terkait. Salah satunya, perlu transparansi kebutuhan tapioka dalam negeri sehingga ada skala prioritas untuk menyerap produksi lokal sebelum diputuskan impor.

Jangka Panjang:

  1. Mewajibkan pelaku industri tapioka untuk bermitra dengan petani singkong lokal. Dengan kemitraan ini, maka pabrik terlibat dalam pembinaan petani meningkatkan produktivitas usaha dan umbi yang dihasilkan sesuai spesifikasi pabrik dengan harga yang sudah disepakati bersama. Selain itu, transaksi pembelian umbi dapat langsung dilakukan antara petani dan pabrik.
  2. Menyusun peta jalan (road map) pengembangan industri berbasis singkong di Lampung dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) seperti pemerintah, perbankan, pengusaha, trader, petani, peneliti, akademisi, organisasi/perkumpulan (seperti MSI) dan LSM.
  3. Menjadikan singkong sebagai pangan strategis nasional sehingga mempercepat kebijakan dan memudahkan pengembangannya seperti tanaman pangan lainnya. Kemudian, mendorong investasi hilirisasi berbagai produk berbahan baku singkong, disamping memperkuat industri tapioka yang sudah ada sekarang.

(wur/wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Singkong Anjlok, Mentan Tegaskan Larangan Impor

Next Article Tok! Anggaran Kementan Tahun 2025 Ditambah Jadi Rp 29 Triliun

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|