Jakarta, CNBC Indonesia - Kekacauan politik yang mengguncang Guinea-Bissau setelah militer mengambil alih kekuasaan memicu rangkaian tuduhan saling silang, termasuk klaim bahwa Presiden Umaro Sissoco Embalo sendiri berada di balik kudeta yang membuatnya lari ke Senegal.
Pemerintah Senegal mengonfirmasi bahwa Embalo telah tiba "dalam keadaan selamat" di negara itu dengan pesawat militer yang disewa Dakar, setelah ia ditahan dalam kudeta yang terjadi sehari sebelumnya. Informasi kedatangan Embalo tersebut disampaikan lewat pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Senegal.
Sementara itu di Bissau, militer Guinea-Bissau menunjuk seorang jenderal sebagai pemimpin baru negara tersebut, hanya sehari setelah pasukan mengambil alih pemerintahan dan menghentikan proses pengumuman hasil pemilu. Kudeta itu terjadi tepat satu hari sebelum otoritas pemilu dijadwalkan mengumumkan hasil sementara pemilihan presiden dan legislatif yang digelar Minggu.
Jenderal Horta N'Tam, yang menjabat sebagai kepala staf angkatan darat, ditetapkan sebagai pemimpin baru untuk masa satu tahun. Ia mengucapkan sumpah jabatan di markas militer pada Kamis.
"Saya baru saja disumpah untuk memimpin Komando Tinggi," ujarnya, dilansir AFP, Jumat (28/11/2025).
Lawan Politik Salahkan Presiden
Tindakan militer ini memunculkan tuduhan serius. Fernando Dias da Costa, kandidat oposisi yang menjadi penantang utama Embalo, mengatakan kepada AFP bahwa ia percaya telah memenangkan pemilu dan menuduh Embalo "mengorganisir" kudeta demi mencegahnya mengambil alih jabatan presiden.
"Saya adalah presiden [terpilih] Guinea-Bissau," kata Dias. Ia memperkirakan memperoleh sekitar 52% suara.
Menurut Dias, aksi militer bukanlah kudeta sesungguhnya. "Itu diorganisir oleh Tuan Embalo," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya melarikan diri dari markas kampanye pada Rabu ketika sejumlah pria bersenjata datang untuk menangkapnya.
Dias tersorot karena ia menjadi kandidat utama oposisi setelah Domingos Simoes Pereira, tokoh yang lebih populer, dilarang maju oleh Mahkamah Agung. Pereira, yang kemudian menyatakan dukungan bagi Dias, ikut ditangkap pada Rabu.
Militer juga menunjuk Jenderal Tomas Djassi, yang sebelumnya merupakan kepala staf pribadi Presiden Embalo, sebagai kepala staf angkatan bersenjata yang baru.
Ibu Kota Lumpuh
Suasana Bissau terguncang. Kota dalam kondisi nyaris berhenti total pada Kamis. Toko-toko dan pasar sebagian besar tutup, sementara prajurit bersenjata berjaga di berbagai titik.
Pemimpin militer yang baru melarang seluruh "program siaran media" serta melarang protes publik. Dalam konferensi pers yang dikelilingi pasukan bersenjata berat, N'Tam mengatakan bahwa militer bertindak "untuk menghentikan operasi yang bertujuan mengancam demokrasi kita".
Ia menegaskan terdapat bukti yang "cukup untuk membenarkan operasi tersebut", seraya menambahkan bahwa "langkah-langkah yang diperlukan bersifat mendesak dan penting, dan membutuhkan partisipasi semua pihak".
General Denis N'Canha, kepala kantor militer presiden, menyatakan bahwa angkatan bersenjata mengambil alih kendali "hingga pemberitahuan lebih lanjut" setelah mengungkap sebuah rencana yang melibatkan "gembong narkoba", termasuk upaya memasukkan senjata untuk mengubah tatanan konstitusional.
Meski begitu, sejumlah pembatasan mulai dilonggarkan pada Kamis. Perbatasan darat, laut, dan udara, yang ditutup total pada Rabu, dilaporkan telah dibuka kembali. Jam malam nasional dicabut, dan Komando Tinggi memerintahkan pembukaan kembali pasar, sekolah, serta institusi swasta.
Motif Kudeta Dipertanyakan
Dari luar negeri, sejumlah anggota diaspora Guinea-Bissau dan para peneliti meragukan motif sebenarnya dari kudeta tersebut. Mereka menduga perebutan kekuasaan itu justru menguntungkan Embalo. Para peneliti menyebut bahwa hasil awal, yang tidak terverifikasi, sebelum kudeta menunjukkan Dias memang unggul.
"Ini adalah kudeta yang bertujuan mencegah kandidat oposisi, Fernando Dias, mengambil kekuasaan," kata seorang peneliti Afrika Barat yang tidak disebutkan namanya.
"Ini adalah skenario ideal bagi Tuan Embalo, yang dapat, setelah negosiasi, dibebaskan dan berpotensi memosisikan diri kembali untuk pemilu berikutnya."
Reaksi dari komunitas internasional pun mengalir. Uni Afrika mengutuk kudeta itu dan menuntut pembebasan Embalo secara "segera dan tanpa syarat". Julius Maada Bio, ketua blok regional Afrika Barat ECOWAS, menyebut insiden tersebut sebagai "pelanggaran berat terhadap tatanan konstitusional Guinea-Bissau".
Uni Eropa menyerukan "kembalinya tatanan konstitusional secepat mungkin dan dilanjutkannya proses elektoral".
Guinea-Bissau, yang berada di antara Guinea dan Senegal, memiliki sejarah panjang gejolak politik. Sejak merdeka dari Portugal pada 1974, negara ini telah mengalami empat kudeta dan beberapa upaya kudeta lainnya, sementara hasil pemilihan seringkali diperdebatkan.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

















































