Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Pertanian (Kementan) mewacanakan membuka peluang ekspor telur ke Amerika Serikat (AS). Hal ini disampaikan merespons lonjakan harga telur di AS dan sejumlah negara lain, salah satunya dipicu wabah flu burung.
Meski begitu, Kementan menegaskan tetap melakukan perhitungan terkait ekspor, sehingga keseimbangan pasar domestik tetap terjaga. Sementara peternak mengingatkan adanya kebutuhan telur untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Di Indonesia sendiri, Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga telur ayam ras secara eceran nasional pada periode tanggal 25 Februari-26 Maret 2025 rata-rata berkisar di Rp29.696 per kg. Angka ini 1,01% di bawah harga acuan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp30.000 per kg.
Secara rata-rata harian nasional, harga eceran telur di tingkat konsumen hari ini, Rabu (26/3/2025, data diakses pukul 12.42 WIB) naik tipis ke Rp29.511 per kg dibandingkan sehari sebelumnya (25/3/2025) yang ada di Rp29.475 per kg. Namun masih di bawah harga acuan yang sebesar Rp30.000 per kg.
Merespons kondisi itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Agung Suganda mengatakan, di tengah kondisi itu, Indonesia masih lebih unggul dalam menjaga stabilitas harga telur dibanding banyak negara lain.
"Kami terus memperkuat rantai pasok, meningkatkan efisiensi produksi, dan mendukung peternak agar pasokan tetap stabil dan harga terjangkau," kata Agung, dikutip dari keterangan di situs resmi Ditjen PKH Kementan, Rabu (26/3/2025).
Dia menjabarkan, produksi telur nasional mencapai 6,4 juta ton per tahun, dengan kebutuhan sekitar 518 ribu ton per bulan.
"Artinya, Indonesia dalam kondisi surplus. Menariknya, negara-negara yang selama ini menjadi eksportir ayam grandparent stock (GPS/ induk ayam) ke Indonesia, seperti Amerika Serikat dan Prancis, justru mengalami krisis pasokan dan lonjakan harga telur. Sementara itu, kebijakan Kementan membuat harga dalam negeri tetap stabil," cetusnya.
"Kunci keberhasilan ini ada pada kestabilan produksi. Kementan mendorong peternak mengatur flock pemeliharaan dengan minimal empat variasi umur berbeda agar produksi tetap konsisten. Di sisi lain, champion peternak ayam petelur di daerah sentra produksi dikonsolidasikan untuk mengintervensi pasokan ke wilayah defisit. Pemantauan harga dan operasi pasar juga rutin dilakukan," tambah Agung.
Tak hanya itu, imbuh dia, Kementan memastikan stok jagung tetap aman, memperkuat distribusi, dan mencari alternatif bahan pakan.
"Surplus produksi ini membuka peluang ekspor. Indonesia tengah mengkaji ekspor telur ke negara-negara yang mengalami kekurangan, termasuk Amerika Serikat. Kami siap mengirim hingga 1,6 juta butir telur per bulan tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri," kata Agung.
"Kami ingin sektor perunggasan tetap kuat, baik di pasar lokal maupun global," ucapnya.
Peternak Buka Suara
Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional (PLN) Musbar Mesdi mengingatkan pemerintah mempertimbangkan matang-matang sebelum membuka keran ekspor telur.
"Indonesia sendiri perlu telur untuk memenuhi kebutuhan MBG untuk 92,8 juta murid sampai tahun 2029. Ada kebutuhan 5.000 ton telur per hari dari total produksi nasional 17.200 ton telur per hari. Artinya, 30% dari suplai nasional untuk kebutuhan MBG, sisanya 12.200 ton untuk kebutuhan masyarakat luas," kata Musbar kepada CNBC Indonesia.
"Kalau mau diekspor 1,6 juta butir ke AS per bulan, artinya 100 ton telur per bulan, jumlahnya tidak banyak. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah jenis telur apa yang akan diekspor ke AS? Apakah telur yang diekspor itu sudah lolos standardisasi FDA (BPOM AS) yang ketat?" tukasnya.
Kementan, sambungnya, boleh saja mewacanakan ekspor. Namun, harus dengan pertimbangan matang.
"Perhitungkan secara matang. Jangan sampai bertabrakan dengan kebutuhan program MBG," kata Musbar.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Telur Dunia Naik-Susunan Komisaris & Direksi BRI Terbaru
Next Article Tak Semua Peserta MBG Dapat Susu, Sisanya Diganti Telur-Daun Kelor