Siap-siap! Bulan Depan Terima Gaji Lebih Besar

3 days ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Awal 2024, banyak karyawan yang merasa kaget karena gaji yang diterima tidak sebesar biasanya. Jumlahnya beragam, ada yang dipotong Rp100 ribu, Rp200 ribu bahkan Rp500 ribu.

Situasi tersebut terjadi karena pemerintah menerapkan metode tarif efektif rata-rata (TER). Di mana seharusnya pada bulan depan, kelebihan pajak yang dibayarkan akan kembali ke rekening wajib pajak atau karyawan.

Begini penjelasannya!

TER merupakan format baru penghitungan pemungutan dan pemotongan tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan atau PPh 21 yang berlaku per 1 Januari 2024.

Kebijakan ini dituangkan dalam aturan baru mengenai Tarif Efektif Pemotongan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023).

Melalui ketentuan di atas, maka pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode TER yang terbagi menjadi dua kategori, yakni tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.

Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Baru kemudian pada Desember atau masa pajak terakhir, rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya.

Dengan hitungan TER ini, maka akan ada kondisi bahwa PPh Pasal 21 terutang pekerja atau pegawai pada Desember lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.

Namun, kondisi sebaliknya bisa terjadi, yakni PPh Pasal 21 terutang Desember lebih kecil daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.

Lantas bagaimana jika terjadi selisih pembayaran PPh atau kelebihan pemotongan PPh?

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, mengungkapkan bahwa dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dalam Tahun Pajak yang bersangkutan lebih besar dari PPh 21 yang terutang selama 1 Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak, kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong wajib dikembalikan oleh Pemotong Pajak kepada Pegawai Tetap dan Pensiunan yang bersangkutan beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

Ini sesuai dengan pasal 21 PMK-168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.

"(Harus dikembalikan) Paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir. Artinya, jika pada Desember 2024 pegawai tersebut masih bekerja dan terdapat kelebihan pemotongan maka atas kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan paling lambat pada 31 Januari 2025," tegas Dwi kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (31/12/2024).

Adapun, besaran yang dikembalikan PPh-nya sesuai dengan besaran jumlah kelebihan pembayaran PPh 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja (pemotong PPh 21) yang tercantum dalam bukti potongnya.

Jika tidak ada pengembalian dari perusahaan atau pemberi kerja, Dwi mengatakan berdasarkan Pasal 22 PMK-168 Tahun 2023, penerima penghasilan mempunyai hak untuk menerima bukti pemotongan dan menerima pengembalian kelebihan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong.

"Artinya, pemotong pajak (pemberi kerja) wajib mengembalikan kelebihan pemotongan tersebut ke penerima penghasilan (pegawai)," tegasnya.

Untuk memahami lebih langsung metode TER ini, berikut simulasinya untuk pegawai dengan gaji Rp 10 juta:

- Retto merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Retto menerima gaji sebesar Rp10.000.000,00 per bulan.

- Dengan mekanisme pemotongan PPh terdahulu, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun menjadi 12 x Rp9.500.000,00 sehingga totalnya menjadi Rp114.000.000.

- Dengan memperhitungkan status Retto

PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0 maka besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250

- Perhitungan tarif efektif atau TER menjadi sebagai berikut:

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

  • Januari - November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
  • Desember : Rp2.775.000 - (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00/bln

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00


(mij/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video : Dirjen Pajak Bicara Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%

Next Article Pendapatan Rp1 Miliar per Bulan, Segini Bayar Pajaknya!

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|