Jakarta, CNBC Indonesia - Lubang runtuh (sinkhole) menjadi fenomena yang mencuri perhatian akhir-akhir ini. Pada 2024 lalu, sinkhole di Kuala Lumpur menghebohkan dunia karena menelan turis.
Selain itu, ada juga sinkhole yang muncul di Busan gara-gara hujan deras. Akibatnya, 2 truk terjerembab ke dalam lubang tersebut.
Bahkan, pada awal 2025, sinkhole raksasa di Buriticupu juga dilaporkan makin mengkhawatirkan. Lubangnya makin lebar dan membuat pemerintah setempat mengeluarkan keadaan darurat.
Sekitar 1.200 orang dari total 55.000 penduduk kota terancam kehilangan rumah. Pasalnya, sinkhole yang terus menganga menciptakan jurang yang bisa membuat rumah warga terperosok ke dalam lubang, dikutip dari Reuters beberapa saat lalu.
Penjelasan Peneliti BRIN
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Soebowo menjelaskan, kemunculan sinkhole bisa dipicu berbagai faktor. Ia mengatakan jenis sinkhole berbeda-beda dan butuh analisis langsung di tempat kejadian untuk menelusuri pemicunya.
Ia memaparkan beberapa jenis sinkhole adalah solution sinkhole, collapse sinkhole, subsidnce sinkhole-dropout, buried sinkhole, caprock sinkhole, dan subsidence sinkhole-suffosion.
Disebutkan, sinkhole adalah cekungan di dalam tanah yang tidak memiliki drainase permukaan luar alami. Saat hujan, pada dasarnya semua air tetap berada di dalam lubang pembuangan dan biasanya mengalir ke bawah permukaan.
Sinkhole, kata dia, biasanya terjadi di medan karst, yakni wilayah tempat jenis batuan di bawah permukaan tanah yang secara alami dapat larut oleh air yang bersirkulasi melaluinya.
Di Indonesia, lanjut Eko, pada umumnya sinkhole bisa ada di kota yang ada sebaran batugamping. Misalnya Pengunungan Selatan kota Wonosari, Wonogiri dan sekitarnya, Pantura sisi timur, Tuban, Gresik, Tonasa-Sulawesi Selatan, Papua, dan Sumatra, yang ada jejak sebaran batugampingnya.
"Model dan jenis (sinkhole) harus diamati di TKP (tempat kejadian perkara) karena di kota Kuala Lumpur itu pas di Menara Kembar itu di bawahnya ada batugamping. Sama di Korea, dugaan saya juga ada batu gampingnya," kata Eko kepada CNBC Indonesia, pada September 2024 lalu.
"Bisa juga sistem drainage di kota Kuala Lumpur dan di kota di Korea Selatan itu kurang perawatan dan inspeksi. Air hujan malah masuk ke area gamping, mestinya dihindari," tambahnya menjelaskan.
Eko mengatakan, sinkhole bisa dicegah. Caranya, jika sudah tahu lokasi dan dimensinya, akan dilakukan sementasi atau pengisian celah yang dapat meningkatkan stabilitasi konstruksi alias grouting.
"Umumnya di-grouting atau dengan fondasi bore pile. Cukup mahal, dan berisiko di area batu gamping," terang Eko.
Di sisi lain, Eko mengungkapkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki peta sebaran potensi sinkhole. Karena itu, belum ada acuan yang bisa digunakan untuk pengaturan tata ruang.
"Paling ada sebaran batugamping saja," ujar Eko.
Fenomena Sinkhole di Indonesia
Menurut Eko, sampai saat ini, fenomena sinkhole di Indonesia sangat jarang terjadi. Kecuali di lokasi sinkhole di pegunungan selatan Wonosari dan Imogiri, yang umumnya di lahan pedesaan.
Di sisi lain, dia menambahkan, saat ini belum ada urgensi untuk membuat SOP pembangunan di wilayah potensi sinkhole.
Namun, imbuh dia, memang harus segera dilakukan chemical grouting di wilayah-wilayah yang sudah terverifikasi sinkhole di Indonesia. Seperti area gua-gua di Papua, untuk memperkuat daya dukungnya. Juga, perlu dibuat pemetaan potensi sinkhole di lokasi-lokasi batu gamping di Indonesia.
"Kalau seperti di Kuala Lumpur perlu karena sebagian area kota berupa batu gamping," katanya.
"Di Indonesia, Insyaallah aman karena keberadaan umumnya di ladang hutan. Kalau yang terjadi di Sukabumi itu Tol Cipali dan Sukabumi (Tol Bocimi) itu amblesan saja, bukan sinkhole," pungkas Eko.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rumah Warga Ditelan Sinkhole Raksasa, Ribuan Terancam Gelandangan