Tanggung Jawab Etis Muhammadiyah di Era Digital

3 hours ago 1

Oleh: Roni Tabroni*)

Muhammadiyah dan relasinya dengan era digital menempati posisi paling strategis pada situasi kontemporer. Seperti pertanyaan klasik, dalam situasi yang terus berubah dan di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih, di mana posisi Muhammadiyah?

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Dalam usianya yang kini mencapai 113 tahun dan menjelang puncak miladnya pada 18 November nanti, apa saja yang telah diupayakan Muhammadiyah untuk tetap memberikan pelayanan kepada umat?

Di mana Muhammadiyah kini dalam konteks berbagai isu, mulai dari pembaruan pemikiran Islam, digitalisasi sistem organisasi, dakwah di ruang maya, hingga menyelamatkan umat dari dampak konten media digital yang cenderung negatif?

Saat ini, informasi mengalir deras bagaikan tsunami, menyentuh setiap sudut kehidupan tanpa mengenal batas geografis dan juga waktu. Di satu sisi, ini tentu berkah yang mempermudah umat dalam mencari berbagai konten yang dibutuhkan, mencerdaskan, dan bahkan bisa mempercepat pembangunan.

Namun, di sisi lain ada dampak yang tidak tertahankan, yaitu semesta digital kini telah menjadi ladang subur penyebaran hoaks, ujaran kebencian, cyberbullying, penipuan, flexing, dan juga polarisasi sosial yang mengancam persatuan.

Dalam kondisi yang penuh paradoks seperti ini, Muhammadiyah, melalui gagasan Islam Berkemajuan, memberikan panduan etis yang sangat relevan.

Pandangan Muhammadiyah ini sangat menekankan pada semangat progresif, inklusif, dan kontekstual dalam memaknai ajaran Islam. Persyarikatan menawarkan perspektif yang mencerahkan untuk membingkai etika informasi di ruang digital.

Landasan teologis

Para pelaku digital (netizen) baik individu maupun komunitas, bagi Muhammadiyah, penting diajak untuk membangun cara pandangnya agar berlandaskan Alquran dan Sunah. Konten media digital bagi warga Muhammadiyah dan juga publik secara umum disadari sebagai peluru yang dapat menembus relung publik dengan dampak yang signifikan. Persoapannya, konten apa yang diproduksi sehingga setiap aktivitasnya tidak merugikan pihak lain?

Ada protokol informasi yang teramat penting dalam memproduksi konten agar setiap kabar dipastikan benar. Ini melalui proses tabayyun yang serius dan terukur sesuai dengan kaidah informasi.

Peringatan ini tertera jelas di dalam Alquran surah al-Hujurat ayat keenam. “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya ....”

Walaupun firman Allah ini turun 14 abad lalu, relevansinya semakin kontekstual. Sebab, aktivitas publik yang over-acting, tiada hari tanpa ngonten, bahkan menyebarkan konten yang diterimanya tanpa verifikasi, seolah-olah kian cepat dan banyak menyebarkan informasi rasanya semakin hebat---itu semua memerlukan tabayyun.

Islam berkemajuan menghendaki cara berpikir yang jernih, rasional, dan berorientasi pada kebenaran, ketepatan, serta berdampak baik. Tabayyun dalam setiap informasi yang meragukan menjadi penanda keberpihakan pada ayat di atas. Walaupun demikian, di era yang serba cepat, godaan paling seksi adalah mencari popularitas dan bertebar sensasi.

Bersikap reflektif tanpa reaktif. Berpikir sejenak menanggalkan ketergesa-gesaan. Menahan jempol agar tidak hyper-aktive, agar setiap teks dan gambar yang disebarkan lebih terukur. Inilah jihad intelektual di era digital yang tentu saja tidak mudah.

Ketika kecepatan menjadi "dewa", keberadaan pakar menjadi tidak berarti. Maka, apa yang disebut sebagai kebenaran dan konten-mendalam menjadi tabu.

Pelajaran penting lainnya terkait dengan kejujuran dalam menyampaikan informasi. Ruang digital tidak dijejali kebohongan.

Pada prinsipnya, tidak mungkin yang benar dan yang salah berada pada ruang yang sama. Peringatan Allah bisa dilihat dalam Alquran surah al-Baqarah ayat ke-42. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”

Prinsip penting lainnya dalam membangun narasi di ruang digital ialah berkata benar (qaulan sadidan) dan juga berkata baik (qaulan ma’rufan). Ini soal cara. Bagaimana mungkin sebuah pesan dapat sampai kepada umat dengan baik jika disampaikan dengan cara yang tidak baik?

Dalam komunikasi, kita mengenal dimensi isi dan hubungan. Pesan sama pentingnya dengan cara menyampaikannya.

Pesannya baik, tetapi disampaikan dengan cara tidak baik, tentu bisa jadi tertolak atau bahkan menimbulkan persoalan, baik di ruang digital maupun kehidupan sosial. Maka, di sini, kita bisa menilai bahwa yang disebut sebagai komentar di media sosial, status WhatsApp, atau cuitan di Twitter, mencerminkan akhlak seorang netizen.

Pentingnya beretika di ruang digital. Kini, masyarakat berada pada dimensi yang baru, yaitu peralihan dari ruang nyata ke ruang maya. Fungsi kekhalifahan pun tidak melulu bertahan di ruang fisik saja, tetapi harus menyelinap dan benar-benar hadir di dimensi baru tersebut.

Kerusakan yang asalnya hanya terjadi di alam raya ini, juga merambah ke alam maya. Dampaknya, tentu sangat nyata. Karena itu, perlu sentuhan kepedulian, keberpihakan dan aksi nyata dari komunitas Islam Berkemajuan ini.

Islam Berkemajuan bukanlah konsep yang mengawang. Ia adalah semangat yang harus diaktifkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam interaksi di dunia digital. Ketika kita mampu menjadi pribadi yang kritis, bertanggung jawab, dan santun dalam bermedia sosial, saat itulah kita sedang mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin di era modern.

Fikih informasi

Sejak 2019, Muhammadiyah sebenarnya sudah memiliki panduan resmi berupa fikih informasi yang sudah dibukukan. Dan pada tahun 2025 ini, Persyarikatan telah melakukan revisi dan tanfiz atas karya itu. Buku itu juga disosialisasikan kembali melalui Berita Resmi Muhammadiyah 2025.

Fikih informasi ini berisi kumpulan nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah), prinsip umum (al-ushul al-kulliyyah), dan pedoman praktis (al-ahkam al-far’iyyah) menurut pandangan Islam mengenai informasi serta kaidah berinteraksi di media digital. Hal ini berdasarkan pada metodologi penggalian hukum dari Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|