Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat (AS) dan Panama makin meningkat setelah pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dan Presiden Panama, Jose Raul Mulino, membahas masa depan Terusan Panama yang diwarnai ancaman terhadap China.
Pertemuan ini terjadi di tengah gelombang protes di Panama, menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menginginkan Terusan Panama dikembalikan ke AS. Trump berpendapat bahwa pengaruh China terhadap kanal tersebut mengancam kepentingan strategis AS, sehingga perlu adanya perubahan segera-atau Washington akan bertindak.
"Situasi saat ini tidak dapat diterima, dan jika tidak ada perubahan segera, AS harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya," kata Rubio dalam ringkasan pertemuan yang dirilis oleh Departemen Luar Negeri AS, dilansir The Guardian, Senin (3/2/2025).
Namun, Mulino menegaskan bahwa kedaulatan Panama atas kanal tersebut tidak bisa dinegosiasikan.
"Terusan ini dioperasikan oleh negara kami dan akan terus demikian," kata Mulino setelah pertemuan.
Di luar pertemuan tersebut, sekitar 200 demonstran berkumpul di Panama City, mengibarkan bendera nasional dan meneriakkan slogan seperti "Marco Rubio, keluar dari Panama!", "Hidup kedaulatan nasional!", dan "Satu wilayah, satu bendera!".
Beberapa pengunjuk rasa bahkan membakar spanduk bergambar Trump dan Rubio sebelum dihentikan oleh polisi antihuru-hara.
"Untuk utusan imperialis ini," ujar pemimpin serikat buruh Saul Mendez, "kami tegaskan bahwa tidak ada yang bisa Trump ambil dari sini. Panama adalah negara bebas dan berdaulat."
Ancaman Trump dan Respons Panama
Sejak Trump pertama kali berbicara tentang 'mengambil kembali' Terusan Panama sebulan lalu, pemerintah Panama berusaha memahami seberapa serius ancaman tersebut. Mulino dan pejabat lainnya melihat pertemuan dengan Rubio sebagai cara untuk meredam ketegangan dan mencari jalan tengah dalam hubungan bilateral.
Meskipun demikian, Trump kembali memperkeras retorikanya setelah pertemuan tersebut, dengan mengatakan bahwa konsesi Panama masih belum cukup.
"Mereka sudah menawarkan banyak hal," kata Trump kepada wartawan, "tapi kami pikir sudah saatnya kita mengambilnya kembali."
Trump berulang kali menuduh bahwa China memiliki kendali atas Terusan Panama, meskipun otoritas Panama dan China sendiri membantah klaim tersebut.
"Kami tidak memiliki peran dalam pengoperasian kanal dan kami menghormati kedaulatan serta kemerdekaan Panama," kata pemerintah China dalam sebuah pernyataan resmi.
Meskipun Terusan Panama dikelola oleh Otoritas Terusan Panama (ACP), sebuah badan otonom di bawah pemerintah Panama, Rubio memperingatkan bahwa China dapat menggunakan pelabuhan-pelabuhan di sekitar kanal untuk mengontrol jalur perdagangan AS, terutama dalam skenario konflik antara Washington dan Beijing.
Sebagai tanggapan atas tuduhan ini, Mulino memerintahkan audit terhadap pelabuhan-pelabuhan utama di kedua ujung kanal. Namun, tampaknya langkah ini tidak cukup bagi pemerintahan Trump.
Selain itu, Mulino menegaskan bahwa Panama tidak akan memperbarui inisiatif Belt and Road China dan membuka peluang bagi investasi AS di negara tersebut.
Kesepakatan Imigrasi
Dalam pertemuan dengan Rubio, Mulino menawarkan kerja sama dalam masalah imigrasi, yang merupakan prioritas utama kebijakan luar negeri Trump.
Mulino menyarankan ekspansi kesepakatan yang telah ada sejak Juli lalu untuk memungkinkan deportasi langsung migran non-Panama yang melintasi Hutan Darién, jalur utama bagi migran dari Amerika Selatan menuju AS.
"Kami berbicara panjang lebar tentang masalah migrasi, dengan pemahaman bahwa Panama hanyalah negara transit," kata Mulino.
Kesepakatan yang diperluas ini dapat mencakup pemulangan migran dari Venezuela, Kolombia, dan Ekuador, selama AS bersedia menanggung biayanya.
Sebelum pertemuan ini, migrasi melalui Hutan Darién dilaporkan turun hingga 94% dalam tiga minggu pertama Januari dibandingkan periode yang sama tahun lalu, berkat kerja sama Panama dengan AS dalam pengawasan dan deportasi.
Dengan membahas isu migrasi, Panama tampaknya berusaha mengalihkan perhatian AS dari isu kanal dan menawarkan kerja sama yang lebih bisa diterima dibanding menyerahkan kendali terusan.
Tantangan Panama
Selain tekanan politik dari AS, Panama juga menghadapi tantangan internal dalam mengelola kanalnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekeringan telah mengurangi jumlah kapal yang dapat melintas, sehingga tarif untuk mendapatkan slot transit melonjak hingga US$4 juta per kapal dalam pelelangan.
Beberapa pejabat di Komite Perdagangan Senat AS menuduh Panama gagal mengelola kanal dengan baik, dan mendesak solusi jangka panjang, seperti pembangunan bendungan di Sungai Indio. Namun, proyek tersebut dianggap rumit secara sosial dan lingkungan.
Bagi AS, Panama harus memberikan komitmen yang lebih kuat untuk menyelesaikan masalah kanal, tetapi bagi Panama, mengurangi tarif atau memberikan kendali lebih kepada AS bukanlah pilihan yang bisa diterima.
Mulino menegaskan bahwa kepemilikan kanal tidak pernah menjadi topik negosiasi, tetapi tidak menutup kemungkinan kompromi lain yang dapat memperbaiki hubungan dengan Washington.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: China Bantah Tuduhan Trump Intervensi Terusan Panama
Next Article Trump Mau Kuasai Terusan Panama, AS Jadi Raja Perdagangan Dunia?